Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Investasi, Kepercayaan Masyarakat, dan Penegakan Hukum

Foto : ISTIMEWA

Romli Atmasasmita - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran

A   A   A   Pengaturan Font

Investasi asing dan dalam negeri diakui secara universal merupakan sumber pemasukan keuangan negara di samping pajak. Namun demikian, banyak faktor yang mendorong dan menghambat investasi ke suatu negara termasuk Indonesia.

Di dalam upaya memajukan perekonomian RI, pemerintah telah menetapkan peraturan perundangan yang mengatur penanaman modal khususnya modal asing sebagaimana telah ditentukan dalam UU Nomor 25 Tahun 2007, yang di dalam pertimbangannya menyatakan antara lain bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Menyambung pertimbangan tersebut, pembentuk UU Aquo juga mempertimbangan bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama intemasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.

Merujuk pertimbangan-pertimbangan dari undang-undang penanaman modal (UUPM) sangat jelas bahwa UUPM tidak hanya untuk mencari keuntungan semata-mata, melainkan juga hendak memelihara dan mempertahankan postur sistem perekonomian nasional tetap stabil terutama menghadapi persaingan ekonomi global yang didominasi oleh negara-negara modern /superpower baik dari aspek ekonomi, pertahanan, hukum, dan persaingan usaha.

Satu-satunya modal negara RI dalam kaitan persaingan usaha global sambil memelihara dan mempertahankan stabilitas dan postur ekonomi nasional adalah mempertahankan dan memelihara selain pembentukan peraturan perundang-undangan yang adaptif terhadap baik kepentingan internasional maupun kepentingan nasional juga menjaga implementasi hukum dan penegakan hukum nasional yang bermartabat, konsisten didasarkan tingkat profesionalisme, dan akuntabilitas yang memadai sehingga dapat dicegah terjadinya konflik peraturan perundang-undangan dan penegakannya, yaitu dengan cara membentuk suatu omnibus law yaitu gabungan peraturan perundang-undangan mengenai prosedur perizinan berusaha berbasis risiko dengan menggunakan e-government dan e-commerce.

Kenyataan yang tengah dihadapi ketika itu adalah terjadi obesitas regulasi baik berasal dari pusat maupun dari daerah dalam objek yang sama sehingga investor dan pelaku usaha mengalami kerugian ekonomis terutama dalam hal penggunaan regulasi yang tepat dan dapat menjamin kepastian (hukum) berusaha; tidak terjadi perlakuan hukum yang diskriminatif sehingga berdampak kerugian yang signifikan bagi masa depan ekonomi nasional dan juga para pelaku usaha nasional dan asing.

Satu-satunya faktor yang menghambat investasi dalam dan luar negeri di dalam lingkup wilayah NKRI adalah faktor perizinan berusaha yang selalu dihambat oleh prosedur perizinan berusaha sering terjadi terutama di wilayah propinsi; kabupaten dan kota di 34 (tiga puluh empat) daerah di seluruh Indonesia. Faktor penghambat tersebut, antara lain permintaan suap oleh oknum pejabat terkait dan maraknya kolusi dan nepotisme sehingga pekerjaan proyek pembangunan fisik di daerah jatuh ke tangan pelaku usaha yang berani memberika suap atau down-payment 10 persen dari nilai proyek kepada oknum pejabat daerah dan pimpro di provinsi atau kota/kabupaten, diperparah dengan penyakit kronisme, kolusi, dan nepotisme.

Pembentukan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Cipta Kerja yang telah berhasil menyinkronisasi sebanyak 79 UU Sektoral dan menyederhanakan prosedur perizinan berusaha diperkuat dengan efisiensi jenis dan penerapan sanksi /hukuman administratif terhadap para pelaku usaha dengan harapan tujuan akhir dari UU CK dapat dicapai, yaitu menempatkan sistem ekonomi nasional sebagai tempat yang layak dan sepantasnya untuk berinvestasi baik oleh pelaku usaha nasional dan asing.

Untuk mencapai tujuan akhir (ultimate goal) tersebut diperlukan pembenahan selain prosedur perizinan usaha berbasis risiko melalui teknologi informasi juga diperlukan dua syarat utama bagi pemerintah termasuk pejabat pusat dan daerah, yaitu adanya kemauan kuat (strong willingness) dan kuatnya kemampuan (strong ability) untuk dengan jiwa nasionalis-patriotik membangun Indonesia masa depan yang terbaik bagi 270 juta penduduknya.

Kehendak yang Kuat

Selain harapan dan cita serta tujuan akhir yang terbaik juga syarat pelengkap bahkan juga menentukan adalah kehendak kuat dan kemampuan kuat harus muncul dari setiap aparatur penegak hukum mulai dari jabatan tertinggi sampai jabatan terendah untuk sungguh-sungguh melaksanakan tugas dan wewenag sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dua syarat bagi institusi penegak hukum sangat diperlukan disebabkan kita dihadapkan pada kenyataan di mana dan telah menjadi rahasia umum bahwa pimpinan institusi penegakan hukum, alih-alih proaktif menegakan hukum, bahkan turut serta dalam pelanggaran hukum yang dilakukan pejabat terendah di institusinya.

Keadaan chaos dalam implementasi penegakan hukum yang telah terjadi telah menuai kritik dan cercaan masyarakat termasuk LSM sebagai pengawas sosial terhadap bekerjana sistem pemerintahan termasuk penegakan hukum, bukanlah sesautu yang tiba-tiba terjadi atau rekayasa, melainkan karena keprihatinan sosial melihat krisisi intergritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang terjadi di Institusi Penegakan Hukum. Pemerintah telah menetapkan UU Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU Nomor 9 Tahun 1998) dengan tujuan agar masyarakat ikut bertanggung jawab atas proyek-proyek pembangunan nasional yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan Pembukaan UUD45; bahkan Konstitusi UUD45 telah membuka celah perlindungan atas hak asasi setiap orang untuk menikmati kemerdekaan di alam demokrasi Pancasila dengan pembatasan-pembatasan tertentu yaitu batasan berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, ketertiban, dan keamanan (Pasal 28 J UUD45).

Kehendak bangsa ini menciptakan negara modern demokratis berlandaskan Pancasila sekalipun berbuah baik tentu mengandung risiko kebebasan dan hak asasi yang tidak saja memberikan celah partisipasi masyarakat, melainkan juga menuntut kewajiban penyelenggara negara untuk melakukan introspeksi dan membenahi tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, nepotisme, dan kronisme.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top