Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Laporan IMF

Invasi Russia ke Ukraina Picu Perlambatan Ekonomi Global

Foto : ISTIMEWA

PIERRE-OLIVIER GOURINCHAS Kepala Ekonom IMF - Dampak perang akan menyebar jauh dan luas, menambah tekanan harga, dan memperburuk tantangan kebijakan yang signifikan.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Invasi Russia ke Ukraina telah merugikan pertumbuhan ekonomi global secara signifikan. Selain itu, peningkatan harga pangan dan bahan bakar memicu kemungkinan terjadinya kerusuhan di negara miskin.

Dana Moneter Internasional atau IMF dalam laporan terbaru World Economic Outlook yang dirilis pada Selasa (19/4) waktu Washington, menyebutkan krisis politik seiring dengan invasi Russia ke Ukraina menyebabkan perlambatan signifikan dalam pertumbuhan global pada 2022.

Lembaga multilateral itu memperkirakan ekonomi global akan tumbuh 3,6 persen pada 2022 dan 2023, atau lebih rendah 0,8 persen dari perkiraan yang disampaikan pada Januari lalu.

IMF memperkirakan Russia dan Ukraina akan mengalami kontraksi tajam tahun ini, yang juga berdampak pada lonjakan harga komoditas negara-negara di seluruh dunia. Laporan tersebut menunjukkan ekonomi Ukraina menyusut 35 persen, sementara PDB Russia akan terkontraksi 8,5 persen. "Dampak perang akan menyebar jauh dan luas, menambah tekanan harga, dan memperburuk tantangan kebijakan yang signifikan," sebut Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, dalam blog-nya yang di-posting, Selasa (19/4).

Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diproyeksikan melambat dan turun 1,1 poin dibandingkan Januari tahun ini. Hal itu karena negara Uni Eropa adalah importir energi bersih. Dengan harga energi global yang lebih tinggi, nilai tukar negatif bagi sebagian besar negara Eropa, yang berarti output lebih rendah dan inflasi yang lebih tinggi.

Kerawanan Pangan

Revisi laporan IMF disampaikan setelah Bank Dunia, pada pekan lalu, menurunkan proyeksi ekonomi global akibat perang di Ukraina, kekhawatiran terhadap inflasi, dan lockdown karena pandemi Covid-19 di Tiongkok.

Perang telah memperburuk masalah inflasi dan dampaknya terjadi lonjakan harga di negara seluruh dunia, terutama untuk makanan dan energi.

"Inflasi di negara maju pada 2022 diproyeksikan sebesar 5,7 persen dan 8,7 persen pada negara berkembang," kata IMF.

Inflasi yang tinggi dan persisten dapat mendorong bank sentral utama seperti Federal Reserve untuk mengambil tindakan yang lebih agresif demi memastikan stabilitas harga. Hal itu pada gilirannya akan meningkatkan biaya pinjaman di seluruh dunia, menghambat upaya pemulihan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang yang berutang.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, sebelumnya juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dari sebelumnya 4,4 persen menjadi 3,5 persen karena berbagai tekanan masih berlanjut.

"Pemulihan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut meski lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," kata Perry.

Berlanjutnya ketegangan geopolitik Russia dan Ukraina berdampak pada pelemahan transaksi perdagangan, kenaikan harga komoditas, dan ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun penyebaran Covid-19 mulai melandai.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. "Harga komoditas global mengalami peningkatan, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global," kata Perry.

Selain ekonomi global, BI juga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dari sebelumnya di rentang 4,7-5,5 persen menjadi 4,5-5,3 persen, karena faktor geopolitik yaitu dampak perang Russia dengan Ukraina.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top