Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Operasi Moneter | BI Pangkas Bunga Acuan 25 Basis Poin Jadi 3,75 Persen

Intermediasi Perbankan Masih Lemah

Foto : ISTIMEWA

Gubernur BI, Perry Warjiyo

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan kondisi likuiditas perbankan saat ini melimpah akibat sejumlah kebijakan stimulus yang dikeluarkan bank sentral. Meski demikian, fungsi intermediasi sektor keuangan masih sangat lemah karena dipengaruhi pelemahan daya beli masyarakat akibat dampak pandemi Covid-19.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyebutkan sejauh ini bank sentral menginjeksi likuiditas di perbankan sebesar 680,89 triliun rupiah hingga 17 November 2020 sebagai bagian dari upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi Covid-19.

"Stan kebijakan moneter adalah longgar tidak hanya pada suku bunga yang kami turunkan menjadi 3,75 persen, tapi juga pelonggaran likuiditas," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, usai Rapat Dewan Gubernur BI November 2020, di Jakarta, Kamis (19/11).

Gubernur BI menjelaskan pelonggaran likuiditas di perbankan itu dilakukan melalui kebijakan penurunan giro wajib minimum (GWM) sebesar 155 triliun rupiah dan ekspansi moneter sebesar 510,09 triliun rupiah.

Menurut dia, pelonggaran kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/ DPK) yakni 30,65 persen pada Oktober 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Overnight sekitar 3,29 persen pada Oktober 2020.

Baca Juga :
Edukasi Keuangan

Meski kondisi likuiditas perbankan melimpah, namun Perry mengakui fungsi intermediasi sektor keuangan masih lemah karena permintaan domestik yang masih belum kuat dan perbankan yang menerapkan kehati-hatian akibat pandemi Covid-19.

Fungsi intermediasi yang masih lemah itu tecermin dari pertumbuhan kredit pada triwulan III-2020 yang tercatat 0,12 persen secara tahunan (yoy), sedangkan kontras dengan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank mencapai 12,88 persen secara tahunan.

Menurut dia, perkembangan terkini menunjukkan pertumbuhan kredit mengalami kontraksi 0,47 persen secara tahunan pada Oktober 2020, sedangkan DPK tumbuh 12,12 persen (yoy).

Meski demikian, dia meyakini intermediasi perbankan diperkirakan mulai membaik pada masa mendatang sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi nasional salah satunya indikator kinerja korporasi yang membaik.

Percepat Pemulihan

Terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) 18-19 November 2020, BI menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen. Suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi 3 persen, sementara suku bunga lending facility juga turun menjadi 4,5 persen.

"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi rendah, stabilitas eksternal terjaga dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," kata Perry.

Ekonom Universitas Kebangsaan, Eric Sugandi, menilai penurunan BI7DRRR tidak banyak manfaatnya untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Pasalnya, permasalahan utama ada di sisi permintaan kredit yang masih lemah.

Baca Juga :
Jaga Pasokan Listrik

"Yang dampaknya lebih besar terhadap pemulihan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi adalah stimulus fiskal," pungkasnya.

Sementara itu, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Bhima Yudhistira, menilai relaksasi tersebut dilakukan dengan harapan mampu membuat laju bunga simpanan lebih rendah, sehingga berdampak pada berpindahnya dana deposan di perbankan ke investasi secara riil.

Namun, dia memperingatkan penurunan BI7DRRR belum cukup untuk mendorong pemulihan ekonomi lebih optimal. Karena itu, BI harus bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempercepat transmisi ke bunga kredit perbankan. uyo/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Djati Waluyo, Antara

Komentar

Komentar
()

Top