Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kepastian Hukum | Hukum RI Hanya Bisa Terlaksana Jika Aparat Hukum Tertingginya Mempunyai Integritas, Moral, dan Etika

Integritas, Moral, dan Etika Syarat Utama untuk Dipilih Jadi Pejabat Penegak Keadilan

Foto : ANTARA/WAHYU PUTRO A

DIBUTUHKAN PEJABAT BERINTEGRITAS | Presiden Joko Widodo mengambil sumpah jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, akhir Oktober tahun lalu. Kitab Undang-Undang hukum RI hanya bisa nyata terlaksana dalam keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum jika yang terpilih adalah orang-orang yang memiliki integritas, moral, etika, dan kejujuran yang kuat.

A   A   A   Pengaturan Font

» Jika hukum rimba yang berkuasa maka secara de facto meniadakan dan mematikan kitab Undang-undang hukum RI.

» Orang yang beretika, bermoral, dan jujur tidak akan kurang rejekinya.

JAKARTA - Kepastian hukum di Indonesia harus dibenahi, dimulai dari menindak oknum aparat penegak hukum yang tidak memiliki integritas, moral, dan etika, yang dalam tugasnya menegakkan keadilan selalu dikendalikan oleh para cukong yang merasa kebal terhadap hukum.

Kalau pembenahan di negara yang tidak ada keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum atau yang dikenal negara hukum rimba tidak segera dilakukan secara total, republik ini tidak akan pernah sembuh. Karena keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum itu merupakan fondasi suatu negara.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, kepada Koran Jakarta, Senin (7/9), mengatakan potensi Indonesia menjadi negara maju sangat terbuka karena memiliki sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat maupun laut. "Kalau negara dikuasai oleh cukong berbahaya, investor takut (masuk Indonesia-red)," kata Suparji.

Kondisi tersebut berbeda dengan Singapura, yang tidak memiliki sumber daya alam sama sekali, tetapi bisa maju karena mengedepankan kepastian hukum, baik kepada warganya maupun para investor. Penegak hukum di negara tersebut tidak bisa disuap dan hukum tidak bisa diperjualbelikan, sehingga Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya sangat tinggi.

Modal negara seperti Singapura hanya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum, dan kini mereka memiliki segalanya, termasuk sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Sementara Indonesia yang punya sumberdaya alam melimpah, sulit maju karena fondasi hukumnya mirip hukum rimba, tiada kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum.

Untuk itu, dia meminta pemerintah turun tangan dalam mengendalikan cukong hukum ini serta menindak tegas oknum-oknum penegak hukum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah diminta membuat peraturan agar hukum tidak dikuasai oleh para cukong ini. "Tindak tegas aparat yang suka lakukan pungutan liar. Awasi ketat," tegas Supardji.

Carut Marut

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, untuk mengukur integritas pemerintah pada suatu negara hukum bisa dilihat dari dua sektor yaitu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Menurutnya, dari dua sektor tersebut, di era kepemimpinan Joko Widodo masih banyak persoalan.

Undang-Undang dan Peraturan Hukum lainnya cukup bagus, tetapi dalam tataran pelaksananya tidak benar, bahkan busuk, maka payung hukum tersebut tidak akan ada gunanya.

"Penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo ini masih tertinggal dan carut marut karena tidak diberi perhatian. Agenda reformasi hukum juga tidak berjalan hingga saat ini," kata Kurnia.

Menurut Kurnia, Presiden Jokowi harus tegas kepada para bawahannya, khususnya Polri dan Kejaksaan. Apalagi, presiden bukan hanya kepala pemerintah, tapi kepala negara yang harus menentukan arah penegakan hukum seperti apa.

"Presiden harus ambil bagian di sana. Jangan terus-menerus menggunakan dalih tidak bisa intervensi karena itu wilayahnya yudikatif. Itu kan jawaban yang sebenarnya harus dipatahkan," kata Kurnia.

Sementara itu, Pemerhati Hukum, Rachmi Hertanti, dari Indonesia for Global Justice, mengatakan kepastian hukum memberikan jaminan dan rasa aman, bukan hanya kepada investor, tetapi juga kepada masyarakat. Kuncinya adalah birokrasi yang transparan dan akuntabel, termasuk tersedianya mekanisme upaya hukum yang dapat diakses oleh seluruh pihak secara fair.

"Ini masalah kualitas SDM yang menjadi tugas presiden memilih orang yang memegang moral, etika, dan kejujuran. Mungkin dalam lain hal tidak hebat, tapi kalau punya moral, etika, dan jujur akan bisa memajukan bangsanya, sebab dia tahu mana yang salah dan mana yang benar," kata Rachmi.

Pejabat yang memiliki etika dan moral yang baik pasti akan menegakkan hukum dan menciptakan kepastian hukum. Sebaliknya, kalau moral penegak hukumnya rusak dan berorientasi mencari kekayaan selama berkuasa, maka hukum akan diperjualbelikan.

"Hukumnya dijual, uang menentukan salah-benar, yang salah jadi benar dan benar jadi salah. Itulah hukum rimba. Pimpinan negara harus memilih dan mengutamakan memilih pejabat yang kompeten, punya etika, moral, dan jujur serta menjadikan hukum sebagai panglima, bukan mengabaikan," katanya.

Begitu pula dengan partai politik, sah-sah saja mengusulkan kadernya, tetapi semestinya mengutamakan mereka yang memiliki kualitas moral yang baik dan terpuji.

"Banyak orang yang bermoral dan beretika tinggi, tapi dia tidak terpilih walau ia memenuhi semua syarat. Itu karena dia tidak bisa bermain dan memanipulasi dan memperjualbelikan posisi jabatan dan kedudukan, akhirnya dia tidak terpakai. Sudah bukan rahasia lagi kalau untuk mendapat jabatan, harus melobi dan mengeluarkan biaya besar. Dari mana uangnya kalau dia jujur," katanya.

Hancurkan Negara

Rachmi menambahkan, sebagai tanggung jawab, Pimpinan Negara harus tidak memilih orang yang mau diperalat cukong dan oligarki. Negara tidak boleh terus dikuasai oleh kelompok yang sudah puluhan tahun selalu loncat dari kekuasaan yang satu ke kekuasaan yang lain. Mereka inilah yang menghancurkan dan menyebabkan negara sakit karena mempraktikkan hukum rimba.

Sebab itu, dia mengimbau agar Pimpinan Negara menciptakan birokrasi yang transparan dan akuntabel dengan memilih pejabat yang berintegritas dan memastikan pelaksana regulasi dengan benar.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, mengatakan kepastian hukum merupakan instrumen yang mutlak dibutuhkan untuk mendorong kemajuan suatu negara. Tanpa kepastian dan keadilan dalam penerapan hukum, negara sulit maju karena semuanya dalam ketidakpastian.

"Hukum memiliki fungsi social engineering untuk menjamin kepastian segala aktivitas dalam bernegara. Seperti di negara-negara barat mereka maju karena hukum menjadi panglima, bukan politik. Sedangkan di kita, hukum masih kadang-kadang menjadi panglima, bergantian dengan politik. Hasil putusannya bisa berbeda antara satu orang dengan yang lain. Secara aturan kita sudah bagus. Jadi, tinggal penerapannya yang perlu diperbaiki agar ada equality before the law (kesamaan di hadapan hukum)," tutup Hadi. ola/ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top