Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kearifan Lokal

Integrasikan Pembangunan dengan Budaya Lokal

Foto : ISTIMEWA

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemen­terian Pendidikan dan Kebu­dayaan (Kemdibud), Hilmar Farid.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perencanaan pembanguan daerah harus diintegrasikan dengan kebudayaan lokal. Hal ini dapat mencegah terjadinya ketimpangan pada masyarakat dan menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan pembangunan nasional agar lebih bermakna bagi masyarakat.

"Saat ini, infrastruktur masih terus dibangun untuk menghubungkan tempat-tempat yang selama ini terputus, namun secara bersamaan menyambungkan orang tidak sesederhana memberikan fasilitas orang untuk pergi ke suatu tempat, jika kebudayaan tidak diurus dengan baik maka akan terjadi ketimpangan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdibud), Hilmar Farid, saat berbicara di Indonesia Development Forum 2018, Jakarta, Selasa (10/7).

Ia menambahkan, Belitung adalah salah satu contoh daerah di mana kebudayaan dapat mengubah cara pandang pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunannya.

Hilmar menyebutkan, saat novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata menjadi populer pada 2005 dan film yang diadaptasi dari novel tersebut beredar pada 2008, masyarakat mulai menjadikan Belitung sebagai salah satu tempat tujuan untuk berlibur.

Pelancong yang ke sana ingin melihat "sekolah rubuh" dan menikmati pemandangan alam seperti yang ada di cerita dalam cerita Laskar Pelangi. "Pendapatan Belitung meningkat empat kali lipat. Sejak saat itu, pemerintah daerah mulai meninggalkan mengeksploitasi alam, dan kemudian mengembangkan obyek pariwisata di Belitung. Ini adalah contoh bagaimana sebuah novel dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan perencanaan pembanguan," kata Hilmar.

Menurut Hilmar, kebudayaan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan perencanaan pembangunan yang selama ini kerap diabaikan. Kebudayaan sering luput dalam pembangunan karena selama ini kebudayaan hanya sebatas seni dan cagar budaya.

Anggaran yang dikerahkan untuk kebudayaan masih sebatas untuk pemeliharaan serta pemanfaatan seni dan cagar budaya. Masih sangat sedikit sekali investasi untuk sumber daya manusia dan pengetahuan tradisional.

Hilmar mengatakan adanya UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dapat menggeser paradigma kebudayaan yang sebatas seni dan cagar budaya menjadi lebih luas.

"Salah satu amanat dalam UU Pemajuan Kebudayaan adalah cara menggeser paradigma kebudayaan pada satu sektor saja. Jika ini masih terjadi selamanya kta hanya melihat kebudayaan sebagai seni dan cagar budaya saja, padahal kebudayaan dapat menjadi tenaga kita untuk pembangunan," kata dia. eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top