Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sinergi Fiskal-Moneter | BI Akan Borong SBN Sebesar 439 Triliun Rupiah selama 2021-2022

Injeksi Likuiditas Harus untuk Danai Program Prioritas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus berhati-hati memanfaatkan dana hasil penjualan surat berharga negara (SBN). Sebab, jika pemanfaatanya salah, dampaknya akan buruk terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, menegaskan kalau alokasi dana hasil penjualan SBN ini tidak digunakan dengan baik dan bijak akan merugikan. Karena itu, pemanfaatannya harus dialokasikan untuk program yang benar-benar prioritas.

"Seperti bailout (dana talangan) BUMN, misalnya ditunda dahulu karena bukan prioritas. Jika tidak maka kerja sama ini sangat berbahaya bagi stabilitas keuangan Indonesia. Jangan sampai bleeding," tegas Esther, di Jakarta, Rabu (25/8)

Kerja sama ini, papar Esther, pasti masalah burden sharing, mengingat fiscal budget sangat sempit. Sekitar 20 persen dari APBN dialokasikan untuk pembayaran cicilan utang dan bunganya. "Jadi, pemerintah minta Bank Indonesia (BI) untuk meng-cover (menangung) sebagian biaya tersebut," tuturnya.

BI, kata dia, membantu dalam bentuk membeli SBN yang dikeluarkan pemerintah. Ini modusnya sama dengan zaman dulu. Kalau dulu, pemerintah kekurangan dana, kemudian minta Bank Indonesia untuk ikut membiayainya. "Bedanya dulu instrumennya cetak uang, sekarang instrumennya surat utang negara/ SBN. Tapi, Bank Indonesia tetap harus menanggungnya," ujar Esther.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama BI melanjutkan burden sharing atau bagi beban melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III dalam rangka menangani pandemi Covid-19 yang berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai 31 Desember 2022. Dalam SKB III ini, BI akan membeli SBN sebesar 439 triliun rupiah dengan rincian 215 triliun rupiah pada 2021 dan 224 triliun rupiah pada 2022. Bunga SBN ini mengacu pada suku bunga reverse repo BI tenor tiga bulan yang di bawah suku bunga pasar.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan SKB III ini dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan penyebaran Covid-19 varian Delta yang memerlukan pembiayaan besar, termasuk untuk penanganan kesehatan dan kemanusiaan.

Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan perpanjangan kebijakan berbagi beban APBN atau burden sharing tidak akan mengurangi independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk melaksanakan kebijakan moneter yang prudent.

Kurang Menarik

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan kebijakan burden sharing ini menjadi dilema bagi pemerintah di tengah situasi serbasulit karena pendemi. Keputusan pembiayaan dengan skema burden sharing bisa diambil mengingat SBN yang diterbitkan pemerintah masih belum dilirik investor. Karena itu, mau tidak mau pemerintah berharap pada BI untuk membeli SBN tersebut.

Kedua, kata Badiul, BS saat ini memang menjadi pilihan yang aman karena pemerintah melalui Kemenkeu lebih mudah mengendalikan BS guna menekan utang luar negeri. "Risikonya duit akan banyak beredar sementara permintaan sedikit, perlu diwaspadai dampaknya pada inflasi dan nilai tukar rupiah. Jangan sampai justru menghambat pembangunan ekonomi," tegasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top