Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prospek Makroekonomi | Harga Minyak Mentah Dunia Berpotensi Capai 105 Dollar AS/ Barel

Inflasi Bisa Tembus 8 Persen

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu mewaspadi risiko inflasi tinggi akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebab saat ini, sejumlah harga kebutuhan pokok, terutama telur melonjak, hampir bersamaan dengan kenaikan tarif transportasi berbasis online.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, memperkirakan kenaikan harga barang dan jasa secara berbarengan dengan lonjakan harga BBM bisa berdampak terhadap inflasi tinggi.

"Perkiraan inflasi dapat tembus 8 persen jika pangan, tarif ojol, dan BBM subsidi naik signifikan dan merupakan inflasi terburuk sejak 2014," tegas Bhima kepada Koran Jakarta, Minggu (28/8).

Seperti diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi pada Juli 2022 mencapai 0,64 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).

Dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy), inflasi pada Juli mencapai 4,94 persen, sementara secara tahun kalender (ytd) mencapai 3,85 persen. Target inflasi tahun ini di kisaran 2-4 persen.

Bhima beralasan potensi inflasi tinggi itu karena penyesuaian harga BBM berdampak terhadap hampir seluruh jenis barang. "Jadi, bukan sekadar persoalan inflasi energi naik, tapi pangan akan lebih mahal karena angkutan dari petani ke pasar pakai pertalite dan solar," tandasnya.

Dia mengatakan harga telur naik drastis karena pasokan dari peternak berkurang dan pakan ternak mahal. Sementara tarif ojol juga naik karena desakan para driver ojol.

Kenaikan harga telur dan ojol diakuinya memang tak terkait dengan lonjakan harga BBM. Namun, jika kenaikan tersebut terjadi secara bersamaan, kondisi itu bakal menggerus daya beli masyarakat.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Pihaknya lebih menyarankan agar pemerintah melaksanakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada mereka yang benar-benar berhak.

"Dari hasil simulasi Pertamina, pembatasan subsidi hanya untuk kendaraan roda dua, angkot dan angkutan sembako akan dapat menghemat anggaran subsidi sebesar 69 persen. Penghematan itu lumayan baik," tuturnya.

Apalagi, lanjutnya, langkah tersebut dikombinasikan dengan pengawasan lebih ketat sehingga tidak terjadi kebocoran BBM berubsidi baik berupa ekspor ilegal ke negara tetangga, penimbunan, perembesan ke sektor pertambangan maupun sektor industri. Strategi pembatasan dan pengawasan tersebut diperkirakan dapat mengendalikan volume distribusi BBM bersubsidi.

Terkait rencana kenaikan harga BBM, kata dia, secara kelembagaan DPR RI, khususnya Komisi VII, belum mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah terkait agenda kebijakan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi.

"Jadi, hingga kini tidak ada persetujuan Komisi VII DPR RI atas rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi," tegasnya.

Makin Naik

Sementara itu, pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga BBM. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, sejak menyampaikan tambahan subsidi dan kompensasi untuk BBM dan listrik kepada DPR, harga minyak mentah dan ICP tak kunjung turun, justru menunjukkan tren meningkat.

Melihat outlook sampai akhir tahun oleh EIA, harga minyak masih berada di posisi 104,8 dollar AS per barel. Bahkan, berdasarkan proyeksi konsensus harga minyak berpotensi mencapai 105 dollar AS per barel.

"Jadi, waktu kita membuat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang sudah dibahas dengan DPR dengan harga minyak 100 dollar AS per barel, jelas bahwa menurut forecast dari konsensus maupun dari energi organization itu 100 dollar AS per barel itu lebih rendah dari kemungkinan realisasi," ungkap Menkeu, Jumat (26/8).


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top