Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemulihan Ekonomi

Inflasi Berpotensi Menyulut Krisis Baru ke Depan

Foto : Sumber: BPS - kj/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya negara-negara memulihkan ekonomi dari krisis akibat pandemi Covid-19 berpotensi memicu masalah baru, yakni kenaikan harga (inflasi) seiring dengan membaiknya ekonomi.

Ekonom Deutsche Bank memperingatkan inflasi yang menjadi masalah global saat ini berpotensi bertahan lebih lama dan menyulut krisis ekonomi pada tahun-tahun mendatang. Di luar perkiraan yang jauh dari konsensus para pembuat kebijakan dan Wall Street, Deutsche Bank mengeluarkan peringatan yang mengerikan bahwa berfokus pada stimulus lalu mengabaikan ketakutan inflasi, akan terbukti menjadi kesalahan. Setidaknya, dalam waktu dekat pada tahun 2023 dan seterusnya.

Analisis tersebut juga merujuk pada kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, dan kerangka kerja barunya yang akan mentolerir inflasi yang lebih tinggi demi pemulihan penuh dan inklusif.

Deutsche Bank berpendapat bahwa niat The Fed untuk tidak memperketat kebijakan sampai inflasi menunjukkan kenaikan yang berkelanjutan akan memiliki dampak yang mengerikan.

"Konsekuensi dari penundaan akan menjadi gangguan yang lebih besar dari aktivitas ekonomi dan keuangan daripada yang akan terjadi ketika The Fed akhirnya bertindak," kata kepala ekonom Deutsche, David Folkerts-Landau.

"Pada gilirannya, ini dapat menciptakan resesi yang signifikan dan memicu rantai kesulitan keuangan di seluruh dunia, terutama di pasar negara berkembang," sambungnya.

Sebagai bagian dari pendekatannya terhadap inflasi, The Fed tidak akan menaikkan suku bunga atau membatasi program pembelian asetnya sampai The Fed melihat kemajuan lebih lanjut yang substansial menuju tujuan inklusifnya.

Beberapa pejabat bank sentral mengatakan mereka tidak mendekati tujuan tersebut.

Sementara itu, indikator seperti harga konsumen dan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi jauh di atas sasaran inflasi The Fed sebesar 2 persen.

Pembuat kebijakan mengatakan kenaikan inflasi saat ini bersifat sementara dan akan mereda setelah gangguan pasokan dan efek dasar dari bulan-bulan awal krisis pandemi virus korona hilang.

Perlu Diwaspadai

Sementara itu, dalam rapat pengambilan keputusan asumsi dasar ekonomi makro 2022 di Komisi XI DPR, pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan DPR menyepakati target inflasi pada 2022 masih berada di kisaran 3 persen plus minus 1 persen atau di kisaran 2-4 persen.

Anggota DPR dari Komisi XI, Andreas Eddy Susetyo, mengingatkan bahwa masih ada hal-hal yang perlu diwaspadai terkait pergerakan inflasi di tahun depan.

"Kita harus mewaspadai, terutama dari tren harga pangan yang naik cukup besar. Pemerintah sudah mengatakan ini juga. Pun tren kenaikan harga minyak juga perlu diwaspadai," kata Andreas.

Dia juga mengingatkan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh otoritas terkait itu merupakan hal yang penting, terutama untuk menjaga daya beli masyarakat. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top