Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Surat Utang Korporasi

Industri Jasa Keuangan Semakin Tertekan

Foto : Sumber: OJK – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Industri jasa keuangan semakin tertekan seiring dengan kekhawatiran akan adanya perusahaan penerbit obligasi korporasi yang terancam gagal bayar (default) kewajibannya yang jatuh tempo pada periode Juni hingga Desember 2020 sejumlah 117 triliun rupiah.

Dengan potensi gagal bayar itu maka perusahaan-perusahaan jasa keuangan, seperti bank, asuransi, dana pensiun, dan pengelola dana ketenagakerjaan pendapatannya berpotensi menurun, sehingga memengaruhi kemampuan mereka melakukan ekspansi bisnis.

Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan kepada Koran Jakarta, Senin (8/6), mengatakan dalam kondisi seperti itu, para pemegang obligasi hanya punya dua pilihan, yaitu memaksa emiten membayar kewajibannya dengan segala konsekuensinya atau memberi waktu kepada obligor untuk menunda pembayaran kewajibannya hingga kondisi normal dan arus kasnya membaik. "Saat ini, obligasi banyak dipegang oleh investor institusional seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, dan BPJS Ketenagakerjaan," katanya.

Menurut Alfred, jika kreditor (pemegang obligasi) tetap ngotot meminta pembayaran, maka konsekuensinya akan berujung pada likuidasi aset, sehingga merugikan perusahaan dan perekonomian secara umum.

Sebaiknya, pemegang obligasi, jelas Alfred, mengambil pilihan memberi keringanan kepada korporasi untuk menunda pembayaran surat utangnya yang jatuh tempo, tentu dengan konsekuensi ada tambahan biaya sebagai denda atas keterlambatan pembayaran.

"Sebagian besar korporasi itu bebannya dua, yaitu pinjaman dari bank dan kewajiban membayar surat utang. Beruntung, pinjaman dari bank bisa direstrukturisasi jika masuk dalam usaha yang terdampak Covid-19," kata Alfred.

Di sisi kreditor seperti bank, dia mengakui bahwa bebannya semakin berat karena selain merestrukturisasi kredit yang menyebabkan mereka kehilangan pendapatan bunga, bank juga harus kehilangan pendapatan dari surat utang yang mereka pegang.

Begitu pun dengan asuransi, dana pensiun dan pengelola dana tenaga kerja, yang investasinya ditempatkan di surat utang korporasi, hasil investasinya pun menurun.

Minta Negosiasi

Alfred juga mengimbau kepada korporasi penerbit obligasi agar melakukan negosiasi dengan kreditor untuk meminta penundaan sambil melakukan penyesuaian arus kasnya jika mendapat relaksasi untuk kreditnya di perbankan.

"Dengan restrukturisasi pinjamannya dari perbankan, mereka mempunyai sedikit ruang untuk untuk membayar obligasinya, walaupun tidak semuanya, bisa sebagian, bergantung cash flow-nya," katanya.

Kepala riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan di masa pandemi Covid-19, problem utama bagi pemegang surat utang adalah potensi gagal bayar (default) pasti meningkat. Kemampuan emiten penerbit surat utang atau obligasi, Medium Term Notes (MTN) untuk membayar baik itu bunga maupun pokok pasti akan tertekan.

"Perusahaan yang cukup besar investasinya pada industri reksadana yang berbasiskan obligasi pasti ikut tertekan," kata Wawan. yni/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top