Industri Asuransi Butuh Penguatan Permodalan
Peraturan permodalan yang saat ini diatur dalam Peraturan OJK No 67 Tahun 2016 terlalu rendah dibandingkan risiko bisnis di perusahaan asuransi dan reasuransi.
JAKARTA - Rencana kenaikan modal minimum asuransi mendapat respons positif dari pelaku industri keuangan non bank (IKNB). Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut dinilai baik untuk mendukung bisnis perusahaan tumbuh lebih besar.
Direktur Utama Indonesia Financial Group (IFG), Hexana Tri Sasongko, mengatakan perusahaan harus memiliki ekuitas yang besar untuk menahan risiko atau risk retention. Sementara perusahaan asuransi memiliki skala ekonomi yang mirip dengan prinsip gotong royong, yakni makin besar populasi yang menerima perlindungan asuransi maka makin kecil kemungkinan untuk gagal.
IFG merupakan Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan yang dibentuk pemerintah untuk berperan dalam pembangunan nasional melalui pengembangan IKNB secara lengkap dan inovatif melalui layanan investasi, asuransi dan penjaminan.
"Itu sebabnya perlu penguatan di permodalan, supaya skalanya tidak bermain di skala yang kecil, tapi bermain di skala yang lebih besar sehingga risk retention-nya jadi lebih besar," ujar Hexana saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/5).
Selain itu, sambung Hexana, perusahaan asuransi di Indonesia berhadapan dengan risiko defisit impor ekspor jasa asuransi yang mencapai 1,9 miliar dollar AS akibat minimnya permodalan. Kondisi tersebut membuat IFG meyakini industri asuransi dalam negeri membutuhkan penguatan permodalan.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya