Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Nasional | Haluan Negara Jadi Tolak Ukur Keberhasilan Pemerintah

Indonesia Masih Butuh GBHN

Foto : ISTIMEWA

Agun Gunandjar, Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Diskursus Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tengah menghangat seiring dengan wacana amendemen UUD 1945 kelima yang akan dilaksanakan MPR periode 2019- 2024. Semua fraksi di MPR diklaim sepakat memasukkan kembali kewenangan MPR dalam menetapkan GBHN ke dalam UUD 1945 karena Indonesia memang masih butuh GBHN.

"GBHN merupakan sesuatu arah kebijakan untuk pembangunan yang dibutuhkan dalam mendesain Indonesia secara jangka panjang. Oleh karena itu, pembahasan GBHN tidak boleh dilakukan berdasarkan proyeksi jangka pendek," kata Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunandjar, di Jakarta, Rabu (7/8).

Menurut Agun, GBHN dibutuhkan untuk mendesain Indonesia bagaimana dalam jangka panjang. Jadi, tidak hanya program lima tahun, tapi visi tentang Indonesia emas 2045. Atas dasar itu, Agun mengingatkan MPR periode ke depan harus melakukan kajian mendalam.

Terlebih lagi, GBHN bukan merupakan sebuah program yang bersifat regulasi dan memiliki konsekuensi jika tidak dilaksanakan. Menurut Agun, GBHN adalah sebuah arah kebijakan yang dapat mengejawantahkan UUD 1945 sebagai arah kebijakan yang memakmurkan rakyat.

"Jadi, bagaimana kita membuat GBHN itu sebagai sebuah garis besar sebagai haluan negara yang mengatur secara rinci dan detail, turunan dari UUD, untuk kemakmuran rakyat," tegas Agun.

Dokumen Koneksi

Di tempat terpisah, anggota MPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani, menganggap penting GBHN karena nantinya menjadi dokumen koneksi yang menghubungkan antara pemerintahan sebelumnya dan pemerintahan ke depan. Selain itu, GBHN diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam mengimplementasikan kebutuhan rakyat.

"Tidak adanya GBHN, menurut saya, juga membuat kesulitan lembaga perwakilan untuk mengukur misalnya, apakah presiden atau pemerintah itu telah berjalan sebagaimana rel yang diinginkan rakyat," kata Arsul.

Sekretaris Jenderal PPP tersebut menegaskan GBHN nantinya tidak akan membatasi kreativitas presiden terpilih. Meskipun demikian, hal itu dengan syarat bahwa MPR mampu melakukan sidang terkait GBHN mengikuti isu global yang berkembang.

"GBHN bisa jadi membatasi pemerintah, kecuali kemudian MPR nya bersidang kembali untuk GBHN menyesuaikan dengan perkembangan global," ucapnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Andre Rosiade, menerangkan bahwa partainya mendukung GBHN asalkan menjadi keputusan yang terbaik bagi bangsa. Yang terpenting GBHN dapat dilaksanakan secara riil dan konsekuen berdasarkan UUD 1945.

"Kalau undang-undang membutuhkan GBHN kenapa tidak, yang jelas apapun juga Gerindra mendukung ini bermanfaat bagi masyarakat. Yang penting manfaatnya bagi bangsa dan negara, kita mendukung," tegasnya.

Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengingatkan MPR periode ke depan harus berhati-hati dalam menetapkan GBHN. Penetapan haluan negara harus melalui kajian yang mendalam dan melibatkan publik dalam penyusunannya. Sebab, jika tidak melibatkan publik ia menduga ada kepentingan politik semata terkait penetapan GBHN itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, menuturkan rencana pengembalian wewenang MPR untuk menetapkan GBHN berdasarkan kajian mendalam yang dilakukan pihaknya. Pengembalian wewenang MPR ini tentunya dengan tetap menyesuaikan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia.

Kesepakatan menghadirkan haluan negara ini juga telah menjadi satu rekomendasi dalam Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 tentang Rekomendasi MPR masa jabatan 2009-2014 tanggal 29 September 2014 yang lalu. "Yaitu rekomendasi untuk melakukan reformulasi sistem ketatanegaraan dengan menghadirkan kembali GBHN," kata Basarah. tri/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top