Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Indonesia di Antara 10 Negara Penghasil E-Waste Terbesar di Dunia

Foto : istimewa

Bagong Suyoto

A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Bagong Suyoto

Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI)

Ketua Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas)

Setiap hari kita bisa melihat truk-truk sampah membawa sampah domestik bercampur limbah elektronik ke tempat pembuangan akhir (TPA)/TPST, bahkan ada yang mengambang di sungai dan pesisir. Limbah elektronik atau popular disebut electronic waste (e-waste), seperti radio/tape recorce, tv, kulkas, telepon, handphone seluler, kumputer, peralatan medis, dll.

Ketika musim banjir semakin jumlah banyak e-waste dibuang ke TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu Kota Bekasi, TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi, dll.

E-waste di TPA/TPST dipungut pemulung disatukan dengan sampah jenis lain, lalu dijual pada pengepul. Selanjutnya sampah itu dipilah sesuai jenisnya. Contoh jenis PET, PP gelas, PK, Naso, ember, sampah elektronik (impek, ABS), dll. Sortir e-waste dipisahkan antara logam/kaleng, kabel, busa, dan plastik. Pengelolaan e-waste bisa ditemukan di sejumlah titik di sekitar TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, dll. Juga di sekitar kawasan industri dan pemukiman padat.

Bahkan, sejumlah tukang sortir, pekerja pencacahan e-waste tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker, sarung tangan, topi, sepatu boot, dll. Padahal, material yang dipegang, dilihat dan hirup setiap hari adalah material yang mengandung logam berat.

E-waste setelah dipilah jadi partai kecil, seterusnya dicacah dalam bentuk potongan kecil-kecil. Kemudian cacahan tersebut dijual ke pabrik proses biji plastik/pallet di wilayah Jabodetabek. Biji plastik merupakan bahan cetak atau daur ulang.

Para pekerja di pabrik proses biji plastik pun seperti telanjang. Artinya, tidak memakai APD. Pun tidak ada bantuan makan sehat bergizi dan susu. Apalagi jaminan kesehatan. Padahal setiap hari mereka menghirup asap dari plastik, kemungkinan besar asap itu mengandung dioxin dan furan. Maka sangat berbahaya e-waste dibakar di alam terbuka! Kondisi tersebut berdasar hasil investigasi pada 13 dan 15 Juli 2024 bersama crew Liputan6.com SCTV.

Bahaya e-waste belum diketahui para pelaku aras bawah, seperti pemulung, tukang sortir dan pencacah. Mereka hanya tahu e-waste bernilai ekonomis. Misalnya harga impek dan ABS sekitar Rp 2.000/kg. Sementara upa sortir Rp 900/kg. Sementara upah harian pada pabrik proses biji plastik Rp 120.000/hari. Mereka melihatnya sebagai peluang usaha dan mendapatkan income untuk bertahan hidup. Apalagi harga plastik sedang terjun.

Plastik impek, yang dimaksud, mungkin HIPS (High Impact Polystyrene) adalah bahan polimer termoplastik yang telah menjadi pilihan populer bagi banyak industri karena biayanya yang rendah, keserbagunaan, dan kemudahan pemrosesan. Bahan ini terbuat dari monomer stirena dan zat mirip karet yang disebut butadiena, menjadikannya kopolimer polistiren dan polibutadiena. Meskipun plastik HIPS memiliki banyak kelebihan, ada juga beberapa kekurangan yang harus diperhatikan sebelum memilih bahan ini untuk aplikasi tertentu. (europlas-com-vn.translate.goog diakses 15/7/2024).

HIPS biasanya diaplikasikan untuk pengemasan produk, tanda dan pajangan, suku cadang interior otomotif, mainan, Peralatan listrik dan elektronik, peralatan medis, kemasan makanan.

Sedang Plastik Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) adalah polimer termoplastik yang banyak digunakan yang dikenal karena keserbagunaannya, daya tahannya, dan kemudahan pemrosesannya. ABS populer di berbagai industri dan aplikasi, termasuk suku cadang otomotif, barang konsumsi, elektronik, dan mainan.

Bahaya E-Waste Terhadap Kesehatan dan Lingkungan

Miris melihat para pekerja sektor e-waste ini. Bak badan telajang dihadapan racun sangat berbahaya. Mereka tidak ada jaimanan suplai makanan sehat bergizi, susu, telor. Juga tidak ada jaminan kesehatan.

Padahal e-waste sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Beberapa kandungan logam berat pada e-waste, yaitu Timbal (Pb) salah satu pada monitor kumputer; Merkuri (Hg) salah satunya pada large flat panel display satau lampu; Arsen (AS) salah satunya pada telepon selular; Kadmium (Cd); Timah (Sn); dan Kromium (Cr), dll. E-waste bersifat toksik karena kandungan timbal, berilium, merkuri, kadmium, BFR (Brominated Flame Retardants) yang merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan.

Contoh komponen bekas elektronik, seperti CPU, mengandung bahan yang berpotensi berbahaya seperti timbal , kadmium , berilium , atau penghambat api brominasi. Daur ulang dan pembuangan e-waste mungkin menimbulkan risiko besar terhadap kesehatan pekerja dan komunitas mereka.

Selanjutnya mereka yang bekerja pada proses biji plastik terancam dioxin dan furan akibat pembakaran plastik tidak sempurna. Paparan dioksin tingkat tinggi pada manusia dalam jangka pendek dapat menyebabkan lesi kulit, seperti chloracne dan kulit menjadi gelap, serta perubahan fungsi hati. Paparan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, perkembangan sistem saraf, sistem endokrin dan fungsi reproduksi. (WHO: https:www.who.int/ 29/11/2023).

National Institute of Environment Heraalth Science menyebutkan, dioksin adalah sekelompok senyawa yang memiliki struktur dan karakteristik kimia yang berbeda. Banyak senyawa mirip dioksin telah diidentifikasi yang dianggap memiliki toksisitas (racun) signifikan dan dapat menyebabkan penyakit. Istilah tunggal dioksin mengacu pada senyawa paling beracun, TCDD.

Sejumlah literatur mengungkapkan, dioksin dan furan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia dan hewan melalui beberapa cara, termasuk: (a) mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan reproduksi; (b) menyebabkan cacat lahir; (c) mempengaruhi perkembangan neurobehavioral; (d) menyebabkan kanker: dan (e) menyebabkan kerusakan hati.

Pengelola e-waste, biasanya dilakukan oleh sektor informal, tidak memiliki ijin secara resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. E-Waste dikategorikan limbah Berbahaya dan Beracun (B3), harus dikelola oleh perusahaan resmi dan profesional dengan ijin KLHK. Dalam pengelolaan teknis harus mengikuti SOP (standar operasional prosedur). Jelas, tidak bisa sembarang dan illegal!?

Pengelolaan e-waste harus mengikuti UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah RI No. 27/2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Limbah Elektronik merupakan limbah dari perangkat elektrik dan elektronik, termasuk seluruh komponen rakitan dan konsumsi yang merupakan bagian dari produk tersebut pada waktu pembuangan.

Jumlah e-waste yang dihasilkan per tahun di seluruh dunia naik dua kali lipat dalam 12 tahun, menjadi 62 miliar kg pada tahun 2022. Jumlah e-waste diproyeksikan akan meningkat menjadi 120 miliar kg pada tahun 2030. Sebagaimana laporan The Global e-Waste Monitor 2020 Quantities, flows, and the circular economy potential.

Laporan itu mengatakan, bahwa konsumsi terhadap Electrical and Electronic Equipment (EEE) semakin tinggi berkaitan dengan perkembangan ekonomi global. EEE menjadi sangat diperlukan masyarakat modern dan guna meningkatkan standar hidup, tetapi produksi dan penggunaannya dapat menguras sumberdaya. EEE sebagai simbol budaya dan peradaban industri maju.

Produk EEE diketegorisasikan menjadi enam karaketeristik, yaitu: Pertama, peralatan berkaitan pertukaran temperatur: mengacu pada peralatan pendingin meliputi refrigerators, freezers, air conditionrs (AC) dan pompa kalor (heat pumps). Kedua, secreen dan monitor: meliputi tv, monitor, laptop, notebook dan tablet.

Ketiga, lampu: meliputi lampu berpendar, lampu discharge intensitas tinggi dan lampu LED. Keempat, peralatan besar meliputi mesin suci, pengering pakaian, mesin pencuci piring, mesin kompor, mesin cetak besar, pelaratan foto copy dan panel photovoltaic.

Kelima, peralatan kecil meliputi peyedot debu, microwave, peralaatn ventilasi, pemanggang roti, ketel elektrik, alat cukur elektrik, skala, kalkulator, perangkat radio, kamera video, permainan eletronik dan elektrik, peralatan elektronik kecil, perangkat medis kecil, instrument monitoring dan control kecil. Keenam, peralatan small IT dan telecommunication meliputi mobile phone, peralatan Global Positioning System (GPS), kalkulator saku, routes (perangkat penghubung dua atau lebih jaringan), personal computer, printer dan tehephon.

Negara Penghasil E-Waste Terbesar

Negara penghasil e-waste terbesar di dunia The Global e-Waste (2020): Urutan ke-1 diduduki China sebanyak 12.066 juta kg per tahun. Urutan ke-2 Amerika Serikat sebanyak 7.188 juta kg per tahun. Urutan ke-3 India sebanyak 4.137 juta kg per tahun. Urutan ke-4 Jepang sebanyak 2.638 juta kg per tahun. Urutan ke-5 Brasil sebanyak 2.443 juta kg per tahun. Urutan ke-6 Rusia sebanyak 1.910 juta kg per tahun. Urutan ke-7 Indonesia sebanyak 1.886 juta kg per tahun. Urutan ke-8 Jerman sebanyak 1.767 juta kg per tahun. Urutan ke-9 Inggris sebanyak 1.652 juta kg per tahun. Urutan ke-10 Meksiko sebanyak 1.499 juta kg per tahun.

Sebuah riset mencatat, bahwa antara tahun 2016 dan 2018, ada peningkatan 171 persen dalam pengiriman sampah ke Asia Tenggara setelah Cina menutup pintunya. Sebagian besar sampah terdiri dari plastik dan bahan non-biodegradable lainnya. Namun, karena peraturan impor limbah di Asia Tenggara cenderung longgar, limbah elektronik masih bisa berakhir di tempat pembuangan sampah yang tidak resmi. (Universal Eco.id).

Pulau Jawa menyumbang terbesar sampah elektronik (56%), Pulau Sumatera (22%), dan sisanya terbagi di seluruh daerah di Indonesia. (Mongabay, 22/2/2023). Pulau Jawa sebagai barometer tertinggi sebab jumlah penduduknya sangat banyak. Populasi Indonesia pada tahun 2024 mencapai 281.603.800 jiwa, sekitar 60-65% berada di Pulau Jawa.

Contoh sekitar 75 ton e-waste terangkut di Jakarta setiap hari (2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan kerja sama dengan pihak swasta untuk pengelolaan limbah tergolong B3 ini. Timbulan e-waste di Jakarta setara dengan 1 persen dari total produksi sampahnya, sekitar 7.500-7.800/ton. (Kompas, 13/7/2023).

Maka agenda/kegiatan perlu dilakukan, pertama, pengurangan dan pengetatan produk-produk yang menghasilkan e-waste. Kedua, membatasi impor produk elektronik. Ketiga, memperlakukan secara ketat extended producer responsibility (EPR) atau tanggungjawab yang diperluas terhadap produsenya. Keempat, pemerintah melakukan pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum (law-enforcement) secara ketat dan tegas. Kelima, melakukan advokasi berkelanjutan terhadap pelaku circular economy aras bawah (pemulung, pelapak, pencacah plastik).*


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top