Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Komoditas

India Diminta Pangkas Bea Masuk Sawit Olahan RI

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah meminta India menurunkan bea masuk minyak kelapa sawit olahan atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) asal Indonesia. Selama ini, negara di Asia Selatan itu mengenakan bea masuk untuk RBDPO asal Indonesia hingga lima persen, lebih tinggi dari tarif yang dikenakan terhadap Malaysia.

"Kiranya besarannya sama seperti yang berlaku Malaysia sebesar 4,5 persen," ungkap Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jakarta, Senin (25/2).

Enggar menegaskan telah menyampaikan permintaan itu pada Menteri Perdagangan, Perindustrian, dan Penerbangan Sipil India, Suresh Prabhu ketika mengikuti India-ASEAN Expo and Summit ke-4: Co-creating the Future di New Dehli, India akhir pekan lalu.

Adapun Suresh, terang Enggar, meresponnya secara positif. Dirinya menginstruksikan pejabat teknis terkait untuk segera mengambil langkah memenuhi permintaan dimaksud. Selain membahas masalah RBDPO, kedua pihak juga berkomitmen meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara melalui penyelesaian hambatan tarif dan nontarif.

Enggar mengaku prihatin terhadap peningkatan hambatan perdagangan. Menurut dia, meskipun hambatan tarif diturunkan, namun jumlah hambatan nontarif semakin meningkat dan hal tersebut dapat menjadi sumber penurunan perdagangan.

Berdasarkan data lembaga perdagangan dunia (WTO), tarif yang diberlakukan sama bagi semua negara anggota (most favored nation/ MFN) menurun dari angka 15 persen pada 1995 menjadi 9 persen pada 2018 dalam 20 tahun terakhir. Namun, pada saat bersamaan, terdapat sekitar 625 hambatan nontarif yang dinotifikasi ke WTO setiap tahun. Angka tersebut meningkat sangat signifikan menjadi 1.400 hambatan nontarif antara 2005 dan 2017.

Di ASEAN, rata-rata penurunan tarif selama 2000-2018 mencapai hingga 50 persen dari besaran tarif semula, namun jumlah hambatan nontarifnya meningkat tiga kali lipat.

Perundingan RCEP

Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Iman Pambagyo menyampaikan perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ke-25 pada 19-28 Februari 2019 di Nusa Dua, Bali merupakan momentum menuju penyelesaian RCEP. Itu juga menjadi ajang untuk membahas isu-isu sensitif termasuk soal pengenaan tarif.

RCEP merupakan perundingan yang monumental bagi Indonesia, karena dalam perundingan ini Indonesia merupakan negara penggagas. Perekonomian negara-negara yang tergabung dalam RCEP diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dan bersama-sama menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia. Selain Indonesia dan India ada 14 negara lainnya yang tergabung dalam kerangka kerja sama tersebut. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top