Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

InaHRS Kembali Kampanyekan Meraba Nadi Sendiri

Foto : dok. pribadi
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS) bersama organisasi pemerhati jantung, kembali menggelar kampanye untuk meningkatkan dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap gangguan irama Fibrilasi Atrium serta komplikasi yang dapat terjadi.
Presiden Direktur InaHRS, Dr. Dicky A. Hanafy, SpJP (K) mengatakan, kampanye Fibrilasi Atrium (FA) tahun 2019 ini mengambil tema Waspada Bahaya Fibrilasi Atrium, Stroke dan Sudden Death. Dalam kampanye kali ini pihak penyelenggara kembali menekankan gerakan Meraba Nadi Sendiri (MENARI).
"MENARI merupakan salah satu cara mudah untuk mengenali Fibrilasi Atrium, serta gangguan irama lainnya yang diharapkan dapat mencegah kelumpuhan akibat FA," jelas Dicky di Jakarta, Rabu (26/06).
Ia menambahkan bahwa FA adalah kelainan irama jantung yang ditandai dengan denyut jantung tidak teratur, baik cepat maupun lambat. FA merupakan penyakit distrik jantung yang sering ditemui, bahkan salah satu penyakit jantung yang paling sering didapatkan di klinik.
Menurut Dicky, jenis kegiatan pada kampanye FA kali ini, antara lain lomba penulisan artikek di media massa (cetak dan elektronik). Salah satu tujuan lomba, untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat melalui media mengenai gejala, faktor resiko dari FA, terutama sebagai salah satu penyebab stroke.
"Rangkaian kegiatan dimulai 27 Juni 2019, dan puncak acara lomba lari 5 Km dengan target peserta 1.000 pelari serta pengumuman pemenang penulisan artikel di media massa pada 27 September 2019. Kegiatan ini rencananya akan dihadiri Gubernur DKI Jakarta, yang juga diisi kegiatan talkshow, skrining penyakit jantung dan pembuluh darah serta pemeriksaan EKG gratis," katanya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Kampanye Fibrillasi Atrium 2019, dr. Reynold Agustinus Hasudungan Manullang, Sp.JP(K), FIHA mengatakan mengingat besarnya prevalensi FA di Indonesia dan tingginya risiko stroke yang akan berdampak luas secara ekonomi dan social maka diperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan kalangan non-medis lain tentang pentingnya dan risiko FA.
"Terlambatnya deteksi dini Fibrilasi atrium mengakibatkan terjadinya komplikasi yang fatal serta memerlukan biaya pelayanan kesehatan yang cukup tinggi. Selain itu fibrilasi atrium juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian jantung mendadak pada penderita sakit jantung," katanya.
Menurut Reynold, FA juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian jantung mendadak pada penderita sakit jantung. Selain penyakit jantung koroner dan hipertensi sebagai penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia, diketahui pula bahwa ternyata FA merupakan aritmia yang paling sering dijumpai pada populasi umum.
Sering Dijumpai
Pada kesempatan yang sama Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, Sp.JP(K), FIHA, FasCC, FEHRA mengatakan bahwa, FA merupakan kelainan irama jantung berupa detak jantung yang tidak regular sering dijumpai pada populasi di dunia dan di Indonesia. Namun disayangkan pengetahuan dan kepedulian tentang FA sampai saat ini masih rendah, padahal FA dapat menyebabkan bekuan darah di jantung yang bila lepas ke sirkulasi sistemik dan dapat menyebabkan stroke.
"Penderita FA memiliki risiko 5 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan orang tanpa FA. Kelumpuhan merupakan bentuk kecacatan yang sering dijumpai pada kasus stroke dengan FA. Pada 37% pasien FA usia kurang dari 75 tahun, stroke iskemik merupakan gejala pertama yang didapati. Di Indonesia, banyak insiden kelumpuhan akibat FA terjadi pada usia produktif, yaitu di bawah usia 60 tahun. Kelumpuhan yang diderita pasien FA memiliki ciri khusus, seperti memiliki tingkat keparahan yang tinggi, bersifat lama dan sering berulang (relapse). Rata-rata, sekitar 50% pasien yang terkena stroke ini akan mengalami stroke kembali dalam jangka waktu 1 tahun," jelasnya.
Menurut Prof. Yoga, ada beberapa terapi advanced yang dapat dilakukan bagi pasien FA saat ini setidaknya terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan yaitu teknik Ablasi kateter, melakukan pemasangan alat LAA Closure, serta pemakaian Obat Antikoagulan Oral Baru (OKB).
"Di Indonesia, SDM yang mampu menggunakan alat Ablasi kateter sudah cukup banyak, namun jumlah dan distribusi alat tidak merata di samping permasalahan lainnya, yaitu saat ini terapi OKB belum masuk ke dalam layanan BPJS kesehatan padahal terapi OKB merupakan lompatan besar dalam terapi FA. Selain lebih efektif, OKB dapat mengatasi permasalahan risiko perdarahan, reaksi silang antar obat," katanya. mza

Komentar

Komentar
()

Top