Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilisasi Harga - Industri Ayam di Filipina Kolaps akibat Importasi Daging Ayam

Impor Pakan Rugikan Petani-Peternak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu membatalkan rencana importasi pakan ternak dan ayam dari Brasil dengan dalih untuk menekan lonjakan harga di dalam negeri. Importasi tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada petani jagung dan peternak ayam lokal.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (21/4), mengatakan kebijakan importasi pakan ternak akan berdampak sangat masif terhadap industri pakan nasional. Padahal, RI sudah lebih dari 50 tahun swasembada pakan.

"Multiplier effects dari importasi pakan terhadap industri bisa meluas ke subsektor lainnya, seperti petani jagung, peternak, dan pedagang ayam baik ayam petelur maupun pedaging, tenaga kerja budi daya ayam, dan bahan pakan lainnya," katanya.

Menurut Desianto, ada sekitar lebih dari 12 juta keluarga petani dan peternak menggantungkan kehidupannya pada industri pakan ternak.

"Belajar dari kasus importasi ayam di Filipina, sekali masuk daging ayam ke negara tersebut untuk test injury impact telah menyebabkan industri ayam di Filipina collapse dan hingga sekarang ini tidak bisa bangkit lagi. Akan menjadi trigger untuk importasi ayam dengan dasar pemikiran bahwa harga ayam impor (Brasil) lebih murah," kata Desianto.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Syailendra, mengatakan ada kemungkinan importasi daging ayam dari Brasil yang lebih murah disebabkan harga daging ayam terus tinggi.

Harga pakan ternak di lapangan saat ini berkisar di rentang 7.000-7.800 rupiah per kilogram (kg), dengan harga rata-rata 7.300 rupiah per kg. Harga bahan baku utama pembuatan pakan, baik jagung lokal maupun impor hingga saat ini terus meningkat.

Saat ini, rata-rata penyerapan jagung dari anggota GPMT adalah di bawah tujuh juta ton per tahun, dengan asumsi pemakaian jagung dalam formula pakan adalah sebesar 40 persen. Pemakaian jagung untuk beberapa jenis pakan idealnya ada di rentang 50 persen, bahkan untuk jenis pakan tertentu pemakaian jagung dalam formula pakan bisa lebih dari 50 persen.

Stok Turun

Sementara itu, kecukupan jagung untuk industri pakan saat ini mengalami penurunan, yaitu hanya tersedia untuk kurun waktu 32-35 hari. Idealnya kecukupan ketersediaan jagung pada industri pakan untuk kurun waktu dua bulan.

Saat puncak panen pada Maret dan April, harga jagung terus melambung. Desianto mengatakan saat ini di sentra penghasil jagung bisa mencapai 6.100 rupiah per kg dengan kadar air 15 persen, sedangkan harga acuan dalam Permendag No 07 Tahun 2020 sebesar 4.500 rupiah per kg.

Direktur Pakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), Makmun, mengatakan dinamika harga pakan sangat berpengaruh terhadap dinamika harga bahan pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu.

Makmun memprediksi kebutuhan jagung untuk ternak pada 2021 baik untuk industri pakan dan peternak mandiri sebesar 10,7 juta ton. Angka itu meningkat dari tahun lalu yang hanya 10,4 juta ton. Artinya, jika prediksi produksi pada 2021 sebesar 18.573 juta ton itu benar, bakal ada surplus.

Technical Consultan US Grains Council, Budi Tangendjaja, pesimistis dengan klaim surplus produksi jagung. Kenaikan harga di dalam negeri juga menjadi alasan ditambah harga jagung internasional yang naik sekitar 36 persen (Oktober 2020-April 2021).


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top