Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kemandirian Pangan I Untuk Kedua Kalinya dalam Tahun Ini, Pemerintah Impor Beras

Impor Ciderai Komitmen Swasembada

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah perlu segera mensinkronkan UU Pangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan dan Gizi lantaran saat ini ada ketidakjelasan cara memperhitungkan cadangan pangan nasional.

Jakarta - Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan impornya karena keputusan tersebut ton telah melenceng jauh dari cita-cita swasembada pangan. Keputusan tambahan impor 500 ribu ton beras dinilai telah menciderai komitmen awal untuk menciptakan kedaulatan pangan, memprioritaskan pangan lokal serta memberdayakan petani.

Penasehat ahli Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan menegaskan, dalam perspektif Undang-Undang (UU) Pangan, ketidaksingkronan antar kementerian disebabkan ketidakjelasan menteri yang bertanggung jawab atas kecukupan produksi dan stok pangan.

Untuk itu, persoalan ketidaksingkronan dan ketidakjelasan ini mestinya bisa diatasi dengan terbentuknya lembaga pangan. Posisi lembaga itu di bawah presiden. Namun, hingga kini tidak kunjung dibentuk. Kondisi ini pun berdampak pada keputusan pemerintah mencukupi stok.

"Pemerintah terus mengimpor. Padahal, impor beras secara politik semakin menjauh dari komitmen swasembada pangan. Secara hukum, tidak sesuai dengan asas kedaulatan pangan, penganekaragaman konsumsi pangan lokal berbasis sumber daya lokal dan perlindungan dan pemberdayaan petani," tegasnya di Jakarta, Selasa (15/5).

Gunawan selanjutnya meminta pemerintah segera mensinkronkan UU Pangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Pasalnya, ada ketidakjelasan cara memperhitungkan cadangan pangan nasional (cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat).

Hal serupa juga terjadi dalam penghitungan dan pengkoordinasian cadangan pangan pemerintah. Lebih jauh, dirinya juga meminta perlunya audit terhadap kebijakan upaya khusus (Upsus) padi, jagung dan kedele (pajale).

Penambahan Kedua

Seperti diketahui, pemerintah kembali menambah impor beras sebanyak 500 ribu ton. Ini penambahan kedua setelah pada Januari lalu pemerintah menerbitkan izin impor 500 ribu ton.

Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) telah meneken kontrak pembelian beras sebanyak 300 ribu ton dari Vietnam dan 200 ribu ton dari Thailand.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan kepastian impor itu telah diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) di Kementerian Bidang Perekonomian. Jadi, itu bukan hanya keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Adapun Bulog hanya ditunjuk sebagai pelaksana di lapangan.

Kontrak tersebut direalisasikan dari April hingga Juli mendatang. "Itu untuk menambah cadangan beras pemerintah, setidaknya hingga tahun depan. Bila impor tidak dilakukan maka kita terancam defisit," tegas Enggar.

Sementara itu, Peneliti Ekonomi dari Institute Development for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan impor beras dilakukan karena pergerakan harga beras di pasar yang terus meningkat. Dirinya mengakui bahwa stok beras di pasar tetap ada namun tidak mencukupi.

"Kondisi ini bisa kita lihat dari kenaikan harga beras. Data dari Kementan perlu dipertanyakan," ungkapnya.

Secara terpisah, Menteri Pertanian Amran Sulaiman tidak menjawab secara langsung adanya tambahan impor beras. Dirinya menyebutkan Kementan hanya mengurus produksi dalam negeri, termasuk mendorong produktivitas pangan.

Disebutkannya, stok di Bulog saat ini cukup yakni mencapai 1,2 juta ton. Sementara serapan beras lokal juga terus stabili di kisaran 14-15 ribu ton perhari, bahkan pernah mencapai 22 ribu ton selama masa panen raya ini.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top