Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kemandirian Pangan - Impor Beras Bisa Dihindari jika Kebijakan Perberasan Berjalan Baik

Impor Beras Bisa Diantisipasi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Importasi beras sebanyak 400 ribu ton mengindikasikan kebijakan perberasan amburadul. Fenomena cuaca ekstrem El Nino seharusnya menjadi momentum untuk menggenjot produksi beras dalam negeri, bukannya justru membuka keran impor yang hanya menjadi solusi jangka pendek.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, menegaskan impor ini seharusnya bisa diantisipasi. "Penurunan produksi memang terjadi karena dampak kekeringan, tetapi sebenarnya kalau distribusinya baik, harga bisa tetap stabil," tegas Qomar pada Koran Jakarta, Selasa (12/9)

Dia mengakui momentum El Nino merupakan kesempatan untuk Indonesia memproduksi pangan di negara sendiri. Namun, semestinya komitmen itu diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata di lapangan, bukan justru membuka keran impor.

Senada, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, menilai Badan Pangan Nasional (Bapanas) sangat bertolak belakang. Di satu sisi, Bapanas menyatakan El Nino menjadi momentum menggenjot produksi, namun nyatanya dalam waktu dekat ada lagi impor.

Menurut Huda, El Nino ini sudah sering dibahas dari akhir tahun lalu. "Impor beras akibat El Nino bisa kita hindari apabila kebijakan perberasan nasional dijalankan dengan baik," ucap Huda.

Bulog seharusnya sudah menyiapkan dari tahun lalu sehingga pada akhir tahun lalu stok beras sudah aman tanpa impor beras lagi. Tahun lalu, penyerapan Bulog sungguh buruk.

"Stok beras di gudang Bulog sangat tipis. Kebijakan stabilisasi harga beras oleh NFA juga tidak optimal. Harga beras tidak kunjung turun. Persoalan mulai dari penguasaan pasar hingga naiknya bahan baku menjadi pekerjaan rumah (PR)," tegasnya.

Maka dari itu lanjutnya, Bulog sangat jor-joran operasi pasar, tetapi tidak bisa menyerap gabah karena cenderung tinggi. Petani pun diminta menjual gabah ke Bulog dan rekanannya dengan harga rendah.

Produksi Turun

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan produksi beras domestik diperkirakan turun karena dampak El Nino. Hal itu membuat negara lain juga membatasi ekspor beras ke negara lain, seperti India lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan beras dalam negerinya ketimbang ekspor ke negara lain.

Menurut dia, solusinya dengan memaksimalkan produksi dalam negeri. Rekayasa dengan teknologi dibutuhkan untuk membantu meningkatkan produksi beras seperti teknologi mendatangkan hujan buatan.

"Artinya, swasembada pangan dari domestik. Kebutuhan pangan bukan dari impor, tetapi dari produksi domestik," tegasnya.

Lalu, mulai berpikir kebijakan jangka panjang untuk mewujudkan kedaulatan pangan bukan ketahanan pangan.

Untuk itu, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan misalnya, utamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan rent seeker untuk mendapat dana taktis non budgeter. Lalu, upgrade skill petani dengan memberi bimbingan teknis bercocok tanam yang bisa meningkatkan produksinya.

Ciptakan kolaborasi antara swasta, LSM, pemerintah dan lembaga keuangan untuk meningkatkan produksi pangan. Selanjutnya, regulasi insentif agar petani mau tanam beras termasuk regulasi terkait harga.

Adapun pemerintah mitigasi turunnya produktivitas tanaman pangan karena dampak kekeringan dan El Nino. Regulator menyiapkan mitigasi turunnya produktivitas tanaman pangan karena dampak kekeringan dan El Nino tahun ini.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top