Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Otonomi Khusus I Kapasitas Kelembagaan Lokal Daerah Otsus Masih Rendah

Implementasi Otsus Tak Maksimal

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kewenangan yang besar yang diberikan oleh UU Otonomi Khusus, ternyata belum mampu dimanfaatkan daerahdaerah yang diberi status Otsus itu.

Jakarta - Implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Aceh, Papua, dan Papua Barat belum maksimal. Saat ini Otsus di Aceh dan akan berakhir pada 2027, 17 tahun Papua dan masa habis tahun 2021. Papua barat mulai 2008. Akan tetapi, kemajuan di daerah tersebut masih kurang. Hal tersebut terungkap dalam RDP Komite I yang dipimpin Fachrul Razi dan Jacob Esau Komigi dengan mantan Dirjen Otonomi Daerah 2010-2014 Jhohermansyah Johan dan peneliti dari LIPI Siti Zuhro diRuang Rapat Komite I DPD RI, Senayan Jakarta. Rabu (12/9).

"Evaluasi terhadap otsus di 3 provinsi tersebut. Temuan kita salah satunya di Papua belum sepenuhnya ada Perdasus dan Perdasi yang mengakomodasi Otsus tersebut, kemudian masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, hubungan relasi pusat daerah, sosial dan politik, keamanan menjadi perhatian khusus," ujar Senator Aceh, Fachrul Razi.

Selain itu, Komite I belum melihat adanya blueprint implimentasi dari Otsus tersebut. Temuan lain adalah kapasitas kelembagaan lokal dan kemampuan penyerapan anggaran daerah Otsus masih rendah. Begitu pula terjadinya tarik-menarik kewenangan. "Berkait produk hasil Perda yang berkaitan Otsus masih lemah dan tidak lebih dari 50 persen, ini tidak sesuai ekspektasi, terlebih lagi para elit lokal masih kental dengan peran yang berpikir jangka pendek," lanjutnya.

Peneliti senior dari LIPI Siti Zuhro mengingatkan perlu adanya pengawasan terintegrasi antara Kemendagri, BPK, BPKP, Inspektorat dalam melakukan pengawasan terpadu penggunaan dana Otsus. Selama ini pengelolaan anggaran otsus tidak cukup komprehensif dipahami, dan filosofi masih kurang. Selain itu kurang pengawasan dan menjadi kurang berdampak.

"Daerah bisa membentuk satgas baik Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Aceh ataupun majelis Rakyat papua (MRP) diberikan keleluasan dalam pengawasan. Pengawasan harus terintegrasi antara Kemendagri, BPK, BPKP, Inspektorat dalam penggunaan dana Otsus agar tepat sasaran, karena melihat sekarang ini sepertinya masih kecil dampak yang dihasilkan dari dana Otsus tersebut," ungkap Siti.

Sejahterakan Daerah

Senada dengan hal itu, mantan Dirjen Otda 2010-2014 menyatakan bahwa beberapa poin Otsus di bidang politik ekonomi sosial bidaya fiskal dan administrasi yang diberikan pemerintah pusat pada daerah tertentu adalah bertujuan merangkul karena ada gejolak, dan untuk menaikan status ekonomi.

"Otsus harus mensejahterakan daerah, dana yang bergulir begitu besar sehingga perlu adanya pengawasan. pengawasan boleh lemah karena kewenangan yang besar yang dimiliki oleh daerah jangan sampai lepas control," tegas Djohan. Djohermansyah Djohan memberikan 2 tips agar otonomi khusus tidak gagal.

Pertama, faktor formulasi kebijakan otonomi khusus. Dalam faktor ini regulasi tentang Otsus tidak mengakomodasi muatan lokal. Kedua, faktor implementasi kebijakan UU Otsus, antara lain penyelenggara pemerintahan daerah di wilayah otsus tidak kreatif, tidak inovatif, tidak kapabel dan tidak kompak.

Selain itu, pemerintah pusat juga menjadi sorotan, yaitu kurang serius, kurang konsisten, kurang ihklas, kurang membimbing, kurang mengasistensi dan mediasi serta kurang mengawasi. Dalam konteks Otsus Papua dan Papua Barat, lanjut Djohermansyah, dana Otsus Papua dan Papua Barat yang akan berakhir pada 2021 sebaiknya diperpanjang dengan mempertimbangkan yakni, dana Otsus jangan lagi block grant sebaiknya diubah menjadi specific grant sehingga bisa mempercepat target peningkatan kesejahteran sosial di Papua dan Papua Barat. sur/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top