IMF Perkirakan Utang Publik Global Akan Melebihi US$100 Triliun Tahun Ini
Seorang perempuan melewati kantor pusat Dana Moneter Internasional di Washington, beberapa waktu lalu.
WASHINGTON - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), pada Selasa (15/10), memperkirakan utang publik global diperkirakan mencapai rekor 100 triliun dollar AS tahun ini, memperingatkan prospek fiskal bagi banyak negara mungkin bahkan lebih buruk dari yang diharapkan.
Dikutip dari Barron, dalam laporan terbarunya tentang kebijakan fiskal, IMF mengatakan pihaknya memperkirakan utang publik global akan mencapai 93 persen dari produk domestik bruto (PDB) global tahun ini, dan mendekati 100 persen PDB pada 2030, 10 poin persentase lebih tinggi daripada tahun 2019, sebelum pandemi Covid-19 melanda.
"Utang publik global sangat tinggi," kata Era Dabla-Norris, Wakil Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF, kepada wartawan sebelum laporan tersebut diterbitkan. "Ada banyak alasan kuat untuk percaya bahwa beban utang atau prospek utang bisa lebih buruk dari yang diharapkan," katanya, sambil menunjuk pada tekanan belanja saat ini untuk mengatasi isu-isu seperti perubahan iklim, proyeksi utang yang terlalu optimistis, dan kemungkinan sejumlah besar utang yang tidak teridentifikasi.
"Jadi intinya adalah sudah waktunya bagi negara-negara untuk membenahi keuangan mereka," katanya. Laporan IMF memperkenalkan pendekatan baru utang berisiko untuk menilai risiko terhadap proyeksi utang.
Skenario Terburuk
Diperkirakan dalam skenario terburuk, utang publik global dapat mencapai 115 persen PDB pada tahun 2026, hampir 20 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan dasar IMF. Laporan itu menemukan faktor global semakin mendorong fluktuasi biaya pinjaman pemerintah di berbagai negara, yang menunjukkan meningkatnya tingkat utang di negara-negara utama dapat meningkatkan volatilitas imbal hasil obligasi pemerintah dan risiko utang bagi negara lain.
IMF mengatakan inflasi yang menurun dan penurunan suku bunga di banyak negara berarti sekarang adalah waktu yang tepat bagi negara-negara untuk membangun kembali penyangga fiskal mereka, seraya menambahkan bahwa mereka dalam posisi yang lebih baik daripada sebelumnya untuk menyerap dampak pengetatan fiskal.
Ukuran penyesuaian fiskal yang dibutuhkan untuk mengembalikan kendali atas utang publik global adalah antara 3,0 hingga 4,5 persen dari PDB, secara rata-rata hampir dua kali lipat ukuran penyesuaian sebelumnya. Sebelumnya dalam laporan terbaru Bank Dunia, Minggu (13/10), sebanyak 26 negara termiskin di dunia, yang merupakan rumah bagi 40 persen penduduk paling miskin, terlilit utang lebih besar dari sebelumnya sejak 2006 dan semakin rentan terhadap bencana alam dan guncangan lainnya.
Laporan tersebut mendapati perekonomian tersebut saat ini rata- rata lebih miskin dibandingkan pada masa awal pandemi Covid-19, bahkan sementara sebagian besar dunia telah pulih dari Covid-19 dan melanjutkan lintasan pertumbuhannya.
Dikutip dari The Straits Times, dirilis seminggu sebelum pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dimulai di Washington, laporan tersebut mengonfirmasi kemunduran besar dalam upaya memberantas kemiskinan ekstrem dan menggarisbawahi upaya Bank Dunia tahun ini untuk mengumpulkan 100 miliar dollar AS guna mengisi kembali dana pembiayaannya bagi negara-negara termiskin di dunia, Asosiasi Pembangunan Internasional atau International Development Association (IDA).
Ke-26 negara termiskin yang diteliti, yang memiliki pendapatan per kapita tahunan kurang dari 1.145 dollar AS, semakin bergantung pada hibah IDA dan pinjaman dengan suku bunga mendekati nol karena pembiayaan pasar sebagian besar telah mengering, kata Bank Dunia. Rata-rata rasio utang terhadap PDB mereka sebesar 72 persen berada pada titik tertinggi dalam 18 tahun dan setengah dari kelompok tersebut mengalami kesulitan utang atau berisiko tinggi mengalaminya.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya