Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Invasi Russia ke Ukraina

IMF Peringatkan Asia Hadapi Prospek Stagflasi

Foto : ISTIMEWA

ANNE MARIE GULDE Penjabat Senior Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF - Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Dana Moneter Internasional atau IMF mengingatkan negara-negara di kawasan Asia menghadapi prospek "stagflasi" karena dipicu oleh perang di Ukraina setelah Russia menginvasi negara tersebut, melonjaknya harga-harga komoditas serta melambatnya ekonomi Tiongkok yang menciptakan ketidakpastian cukup signifikan.

Sebagai informasi, stagflasi dalam makroekonomi adalah periode ketika inflasi dan kontraksi terjadi secara bersamaan. Stagflasi ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi.

Penjabat Senior Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Anne Marie Gulde Wolf, mengatakan meskipun sektor perdagangan dan keuangan di Asia hanya terpapar secara terbatas dari konflik Russia dan Ukraina, namun ekonomi di kawasan Asia akan terpengaruh oleh krisis melalui harga-harga komoditas yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di mitra dagang Eropa.

Selain itu, dia mencatat inflasi di Asia juga mulai meningkat pada saat ekonomi Tiongkok melambat yang menambah tekanan pada pertumbuhan regional. "Oleh karena itu, kawasan menghadapi prospek stagflasi, dengan pertumbuhan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan inflasi lebih tinggi," kata Wolf dalam konferensi pers secara daring di Washington.

Hambatan pertumbuhan ekonomi, paparnya, datang pada saat ruang kebijakan untuk merespons terbatas. Pembuat kebijakan Asia, kata Wolf, akan menghadapi trade-off yang sulit dalam menanggapi perlambatan pertumbuhan dan kenaikan inflasi.

"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," katanya.

Kenaikan suku bunga kuat yang diperkirakan Federal Reserve AS juga menghadirkan tantangan bagi pembuat kebijakan Asia mengingat utang dalam mata uang dollar AS yang besar di kawasan itu.

Ada Ketidakpastian

Dalam perkiraan terbaru yang dikeluarkan bulan ini, IMF mengatakan mereka memperkirakan ekonomi Asia tumbuh 4,9 persen tahun ini atau turun 0,5 poin persentase dari proyeksi sebelumnya yang dibuat pada Januari.

Inflasi di Asia sekarang diperkirakan mencapai 3,4 persen pada 2022, satu poin persentase lebih tinggi dari perkiraan pada Januari.

Eskalasi lebih lanjut dalam perang di Ukraina, kemudian gelombang Covid-19 yang baru, lintasan kenaikan suku bunga Fed yang lebih cepat dari perkiraan dan penguncian yang berkepanjangan atau lebih luas di Tiongkok adalah beberapa risiko terhadap prospek pertumbuhan Asia.

"Ada ketidakpastian yang signifikan di sekitar perkiraan dasar kami," kata Wolf.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan faktor eksternal seperti kenaikan suku bunga dan harga minyak serta meningkatnya inflasi di negara lain harus diwaspadai.

"Ini akan berdampak terhadap melemahnya rupiah ke depan dan menimbulkan kegoncangan sektor riil yang menggunakan bahan baku impor," kata Suhartoko.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top