Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ilmuwan Perjuangkan Diakhirinya Polusi Suara Saat "Lockdown" Virus Korona

Foto : AFP/Phineas RUECKERT

Deteksi Polusi Suara - Pakar bioakustik dari Museum Sejarah Alam Paris, Prancis, Jerome Sueur, sedang memasang alat pendeteksi polusi udara di taman yang ada dekat kantornya. Menurut Sueur, diberlakukannya lockdown ternyata bermanfaat bagi pengukuran perbandingan level polusi suara di perkotaan sehingga bisa diukur seberapa besar polusi suara bisa mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia.

A   A   A   Pengaturan Font

Beberapa jam sebelum pemerintah Prancis menerapkan aturan penutupan wilayah (lockdown) untuk mencegah penyebaran virus korona, Samuel Challeat sedang bersepeda keliling Kota Toulouse.

Ditengah keasyikannya menggenjot sepeda, sekilas dalam benak Challeat terlintas pemikiran soal dampak dari lockdown terhadap polusi suara di wilayahnya dan bagaimana polusi itu bisa diukur.

Challeat berprofesi sebagai geografer di University of Toulouse II dan pada hari yang sama ia mengajukan proposal pada ilmuwan dan periset di seluruh dunia untuk mengukur gangguan polusi suara di wilayah perkotaan selama dilaksanakannya lockdown.

"Proyek yang diberi nama Silent Cities dilakukan terus menerus selama 48 jam dan saat ini telah ada lebih 350 partisipan dari 49 negara di seluruh dunia yang ikut ambil bagian dalam proyek ini termasuk dari Prancis, Amerika Serikat, India, dan Brasil," kata Challeat.

Dalam proyek ini, partisipan diminta untuk merekam suara lingkungan sekitar selama 10 menit dan mengunduhnya data rekaman suara itu melalui pusat data open-source sehingga semua pihak bisa mengakses data dan mengirimkan file suara secara gratis.

Menurut World Health Organization (WHO), polusi suara merupakan faktor risiko bagi lingkungan nomor dua paling berbahaya bagi manusia setelah polusi udara. "Satu dari lima warga Eropa terpapar polusi suara dalam jangka panjang dan ini amat membahayakan kesehatan," lapor European Environment Agency.

"Diberlakukannya lockdown secara alami akan jadi eksperimen yang sempurna terhadap polusi suara di perkotaan," komentar Jerome Sueur, pakar bioakustik dari Museum Sejarah Alam di Paris. "Kondisi itu akan memperlihatkan tingkat lingkungan yang hiruk pikuk sehingga kita bisa mengukurnya," imbuh dia.

Untuk turut serta dalam proyek Silent Cities ini, Sueur telah memasang perangkat pengukuran suara yang disebut magnetometer di Paris dan Cachan, daerah pinggiran tempat ia bermukim.

Pada pertengahan Juni, magnetometer yang di pasang Sueur di taman Museum Sejarah Alam di Paris, merekam lebih dari 8.000 file suara dengan besar data sebanyak 50 gigabyte. Sueur pun mencatat bahwa selama lockdown, polusi suara menurun secara drastis di sebagian besar wilayah Paris.

"Polusi suara di lingkungan sekitar menurun drastis sebanyak 90 persen di sejumlah wilayah di Paris sepanjang diberlakukannya lockdown," lapor Fanny Mietlicki, direktur eksekutif BruitParif, sebuah organisasi yang mengukur polusi suara di kawasan urban. "Ini merupakan situasi tak bisa dalam jangka waktu yang amat lama," ungkap dia.

Level yang Membahayakan

Tugas BruitParif juga memetakan tingkat polusi suara di Paris. Selama lockdown, organisasi itu mencatat adanya penurunan angka lalu lintas di Paris sehingga lokasi yang tadinya hiruk pikuk oleh suara kendaraan yang ditandai dengan warna merah, seketika juga levelnya berubah menjadi hijau.

Polusi suara dari kendaraan dan kereta di wilayah Uni Eropa telah menyebabkan kerugian pada beberapa sektor seperti menurunnya kesehatan, penurunan produktivitas, serta dampak merugikan lainnya. Berdasarkan laporan Komisi Eropa pada 2011, jika dikalkulasikan kerugian akibat polusi suara bisa mencapai 40 miliar euro per tahunnya.

"Dibandingkan dengan polusi udara, polusi suara ternyata memberikan dampak yang lebih luas terkait kualitas hidup, kesehatan mental serta kebugaran," ucap Eulalia Peris, pakar polusi suara di European Environment Agency.

Paris sendiri berdasarkan laporan yang dikumpulkan WHO dan kelompok riset teknologi asal Norwegia, SINTEF, pada 2017, tercatat sebagai kota terbising nomor 3 di dunia.

Challeat dan para mitranya berencana akan mempublikasikan hasil kerjanya dari proyeknya pada 2021. Menurut dia, diberlakukannya lockdown justru bisa memberikannya dasar bagi data terendah polusi suara. "Kita sudah terlalu terbiasa dengan polusi suara yang tak sehat di perkotaan," ucap dia. "Dengan menurunnya polusi suara, warga mungkin bisa mulai menyadari bahwa kota tempat mereka tinggal bisa lebih senyap dan damai. Langkah untuk mengurangi polusi suara membutuhkan gerakan perubahan sosial massal," pungkas dia. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top