Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ikon Betawi Itu Bernama Benyamin

Foto : koran jakarta/m ma’ruf
A   A   A   Pengaturan Font

"Ketika menyebut Betawi, ikon yang pasti teringat adalah Benyamin. Bisa saja ondel-ondel, tapi kalau sosok pastilah Benyamin," ujar Dosen Film Universitas Bina Nusantara, Ekky Imanjaya, pada acara diskusi setelah pemutaran film Biang Kerok, di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (23/3).

Pria bernama lengkap Benyamin Sueb sebagai ikon Betawi. Kebetawian sangat tampak pada karya-karya Benyamin, terutama film yang terdapat nilai egaliter dalam komunikasi, tapi masih menjaga kesopanan.

Benyamin yang lahir di Kemayoran, 3 Maret 1939 memang, seniman betawi serba bisa. Bermula dari musik sampai ke layar perak. Lebih dari 300 lagu dan puluhan judul film menjadi jejak kekaryaannya.

Lagu berjudul Kompor Mleduk yang menempati urutan ke-12 dalam 150 lagu terbaik Indonesia versi Majalah Rolling Stone Indonesia tahun 2019 dan film berjudul Biang Kerok dan Si Doel tentu tak asing ditelinga dan ingatan para penikmat musik dan film. Khusus film Biang Kerok, film tersebut pernah dibuat ulang pada tahun 2018 dengan dibintangi Reza Rahadian sebagai Benyamin.

"Benyamin S seniman komplet, 44 judul film sebagai aktor dan 10 di antaranya merangkap sebagai sutradara, musik, dan lain-lain. Benyamin S juga membuat 70 album musik dengan jumlah lagu lebih dari 300," jelas Peneliti Litbang Kompas, Purwantari, yang pada acara diskusi bertindak sebagai moderator.

Sebagai seniman, Benyamin atau yang karib disapa Ben selain produktif juga peka terhadap sosial. Menurut Ekky, film-film Benyamin kritis terhadap sosial yang waktu itu masyarakat sedang berhadapan dengan masa pembangunan.

Sebagai seniman, Benyamin sangat mengidolakan Bing Slamet. Bahkan, Ben tak ragu menganggap Bing Slamet sebagai guru. Mau tidak mau, salah seorang yang berjasa mengenalkan Benyamin adalah Bing Slamet lewat duet mereka dalam lagu "Nonton Bioskop".

Meski begitu, Ekky menilai dalam konteks kebetawian, Benyamin lebih unggul dari Bing Slamet jika penilaian dilakukan dari film. "Bing Slamet dalam peran-perannya lebih identik dengan pengenalan dialek-dialek Nusantara. Lingkungan teknologi seperti televisi waktu itu belum mendukung sehingga membuat Bing Slamet kurang beruntung. Benyamin lebih ke Betawi. Budaya egaliter khas Betawi, tapi kritis," jelas Ekky.

Lahir dan tumbuh dalam budaya Betawi, Benyamin memang mewakili etnis yang terkenal dengan banyolannya. Betawi sendiri merupakan etnis termuda di Indonesia yang baru ditemukan melalui sensus pada tahun 1930.

Sejarawan yang juga Direktur Utama Perum Produksi Film Nasional (PFN), Abdul Aziz, menyebut sebagai etnis paling muda Betawi kerap masih mencari bentuk, merasa termarjinalisasi, dan berupaya mencari ruang. ruf/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top