Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Persaingan Bisnis - Komponen Harga Tiket Pesawat Miliki Banyak Cakupan

Iklim Usaha Penerbangan Tak Sehat

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Iklim usaha penerbangan saat ini dinilai tak sehat karena masih adanya monopoli di bisnis aviasi. Ada indikasi terjadi pengaturan harga oleh satu pihak sehingga membuat persaingan usaha tak sehat.

"Beberapa monopoli yang saat ini terjadi, di antaranya monopoli penyedia avtur di bandara, monopoli pengelolaan bandara oleh pemerintah baik melalui BUMN maupun BLU dan UPBU Kementerian Perhubungan, serta monopoli operasional penerbangan dari maskapai atau group maskapai tertentu," kata Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Denon Prawiraatmadja, yang dihubungi Koran Jakarta, Kamis (17/7).

Agar tercipta iklim usaha dan persaingan usaha yang sehat, kata Denon, monopoli tersebut harus dihilangkan. Salah satunya melalui pengelolaan slot penerbangan yang lebih baik.

"Pengelolaan slot harus berdasarkan azas keadilan bagi maskapai dan kekuatan pasar. Jarak waktu slot antarmaskapai harus diperhatikan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat," tambahnya.

Pengelola slot harus menjalankan aturan dengan tegas sehingga maskapai mematuhi aturan yang berlaku. Slot yang tidak terpakai dalam jangka tertentu harus segera ditarik dan diisi oleh maskapai lain.

Meski demikian, pemerintah juga harus memperhatikan maskapai yang menerbangi virgin route, yaitu rute yang sebelumnya tidak ada penerbangan.

Selain itu, pemerintah harus memberikan proteksi kepada maskapai yang pertama menerbanginya dalam jangka waktu tertentu dan mengevaluasi pasar penerbangan di daerah tersebut.

Penambahan penerbangan oleh maskapai lain, lanjutnya, baru bisa dilaksanakan bila pasarnya sudah kuat dan maskapai pertama sudah mendapatkan keuntungan. "Dengan demikian terjadi persaingan bisnis yang sehat dan di sisi lain penumpang juga mendapatkan layanan yang lebih baik," katanya.

Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI), Alvin Lie, menerangkan komponen harga tiket pesawat memiliki banyak cakupan, di antaranya pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen, Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara atau PJP2U/PSC/Retribusi bandara yang nilainya mencapai hingga 30-40 persen dari harga tiket, iuran wajib asuransi dari PT Jasa Raharja, hingga Fuel Surcharge yang diberlakukan sejak Agustus 2022 karena kenaikan harga avtur jauh melampaui asumsi perhitungan tarif batas atas (TBA) 2019.

"Terkait harga tiket domestik yang mahal ini perlu dikaji lebih lanjut dari sisi pengelolaan bandara, perusahaan aviasi hingga biaya-biaya lainnya," katanya.

Termasuk, kata pria yang juga pengamat perbangan ini adalah desain gedung terminal bandara yang berorientasi mewah dan megah, tanpa perhitungkan biaya operasi dan perawatan yang pada akhirnya dibebankan kepada penumpang dalam PJP2U/PSC.

Langkah Penurunan

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memaparkan tingginya harga tiket pesawat sedang dikeluhkan masyarakat akhir-akhir ini. Menurut dia, pemerintah sedang menyiapkan beberapa langkah penurunan.

"Porsi perawatan berada di 16 persen keseluruhan setelah avtur," ujarnya di laman Instagram resmi @luhut.pandjaitan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top