Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pengembangan Energi | Pada 2022, Target Kapasitas Pembangkit EBT Naik Jadi 11.791 MW

Iklim Usaha EBT Tak Menarik

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Iklim investasi energi bersih, terutama di subsektor energi baru dan terbarukan (EBT) tak kondusif. Kondisi tersebut disebabkan dua beleid, rancangan undang-undang (RUU) EBT dan peraturan presiden (perpres) terkait tarif EBT sampai sekarang belum selesai.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, menegaskan rendahnya realisasi investasi EBT pada 2021 karena regulasi yang kurang mendukung iklim usaha energi hijau tersebut. Dirinya mengakui, sampai sekarang, minat investasi di energi terbarukan (ET) ini masih terus meningkat.

Namun, kendalanya adalah lemahnya dukungan dari penyelanggara kebijakan. "Masalahnya adalah daya tarik investasinya belum memperoleh kesempatan yang sama dengan energi fosil karena perlakuan yang dirasakan belum ada keadilan," tegasnya, di Jakarta, Jumat (14/1).

Karena itu, terang Surya, beberapa regulasi yang sudah ada dan dianggap menghambat investasi ET sudah lama minta direvisi. Namun, sampai saat ini, upaya revisi masih mendapat tantangan dari beberapa pihak yang sengaja menghambat pertumbuhan ET.

Meski demikian, upaya revisi ini termasuk penerbitan UU ET diharapkan akan menjadi pemacu pengembangan ET di masa mendatang. Selain masalah UU ET belum tuntas, regulasi lain yang dinantikan investor juga terkait Peraturan Presiden terkait Harga EBT. Beleid ini sudah lama ditunggu, tetapi selalu saja ditunda.

Sampai sekarang, acuan harga masih menggunakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Aturan ini mengatur pembelian listrik EBT oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Kementerian ESDM mengaku sudah menyerahkan aturan itu ke Sekretariat Negara sejak akhir tahun 2020 dan selanjutnya tinggal menuju tanda tangan Presiden, hanya saja sampai saat ini tidak kunjung diteken.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan masalah EBT ialah masih rendahnya komitmen pemerintah mendorong pengembangan energi hijau. Nyatanya, dua beleid itu belum juga terbit. Dia mengakui publikasi EBT memang gencar di berbagai media, tetapi di tingkat regulasi masih bermasalah.

"Kendala utama ialah implementasi dari komitmen pemerintah serta regulasi dan minimnya alokasi anggaran subsektor EBT," tegasnya.

Realisasi Investasi

Sementara itu, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan realisasi kapasitas pembangkit listrik EBT hingga 2021 mencapai 11.152 megawatt (MW). Pada 2022, kapasitas pembangkit EBT ditargetkan meningkat menjadi 11.791 MW. "Sumber-sumber energi (EBT) ini harus dimanfaatkan agar bisa menurunkan emisi," tegasnya.

Realisasi Investasi sektor ESDM pada 2021 mencapai 28,2 miliar dollar AS atau 107 persen pada 2020. Hanya saja, investasi sektor EBTKE hanya sebesar 1,4 milliar dollar AS. Angka itu jauh apabila dibandingkan dengan subsektor migas (minyak dan gas bumi) yang masih berkontribusi investasi terbesar, yaitu 15,9 miliar dollar AS.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top