Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kode Etik Profesi

IDI Tangguhkan Pemecatan Dokter Terawan

Foto : ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa

Keterangan IDI - Ketua Umum PB IDI, Oetama Marsis, memberikan keterangan penangguhan pelaksanaan putusan MKEK tentang pemecatan dokter Terawan di Jakarta, Senin (9/4).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menangguhkan pelaksanaan putusan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) untuk memecat dan mencabut izin praktik dokter Terawan Agus Putranto.

"PB IDI menunda pelaksanaan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya, dokter Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Ketua Umum PB IDI, Oetama Marsis, di Jakarta, Senin (9/4).

Keputusan tersebut diambil setelah Terawan melakukan pembelaan pada Jumat (6/4) yang dilanjutkan dengan Rapat Bersama antara Majelis Pimpinan Pusat, PB IDI dan MKEK pada Minggu (8/4).

Marsis menegaskan keputusan penundaan tersebut dilakukan karena IDI masih melakukan proses verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan yang diberikan MKEK juga jawaban dari dokter Terawan dalam forum pembelaan, Jumat lalu.

Marsis menegaskan, putusan MKEK IDI hanya berupa rekomendasi kepada PB IDI, sementara PB IDI bertugas sebagai eksekutor rekomendasi tersebut. Marsis mengatakan penundaan tersebut sangat tergantung pada pembuktian dengan hasil akhir putusan.

"Penundaan bagi kita sangat tergantung pada buktibukti, bisa suatu pembebasan dari tuduhan, namun bisa juga kita melakukan rekomendasi dari MKEK," jelasnya.

Sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan amar putusan pemberian sanksi kepada Terawan berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik.

MKEK IDI beralasan Terawan dianggap mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya, menarik bayaran besar, dan menjanjikan kesembuhan pada pasien di mana hal tersebut bertolak belakang dengan etika kedokteran.

Diserahkan ke Kemenkes

Pada kesempatan itu, Marsis membenarkan dokter Terawan telah membuktikan melalui penelitian akademis terkait heparin dapat membuka suatu sumbatan-sumbatan yang bersifat kronik pada penyakit stroke yang belakangan dikenal dengan metode cuci otak.

Namun, Marsis mengingatkan masih ada tahap selanjutnya yang perlu dilakukan sebelum hasil riset tersebut bisa diterapkan pada masyarakat luas.

"Itu harus melalui yang namanya uji klinis," tegasnya. Dia menerangkan penelitian dokter Terawan dalam disertasinya baru tahap pertama dan memerlukan tahapan selanjutnya.

Dari segi ilmiah, sejumlah ahli beranggapan metode cuci otak melalui DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan stroke, melainkan berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam membantu mengetahui pemberian metode pengobatan yang tepat.

Namun, IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode DSA atau cuci otak dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan.

"Kita ketahui bahwa dalam pengaturan standar pelayanan itu merupakan kewenangan dari Kemenkes. Kalau Kementerian Kesehatan belum menetapkan standar pelayanan, yang tentunya secara praktik tidak boleh dilakukan," katanya. cit/AR-2

Komentar

Komentar
()

Top