Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Resensi Film

Holy Spider: Terjerat Jaring Pembunuh Berantai dan Cengkeraman Kekuasaan

Foto : Istimewa

Spider berhasil membawa Zar Amir Ebrahimi menjadi aktris terbaik di 2022 Cannes Film Festival. Membingkai kisah nyata Saeed Hanaei, pembunuh berantai yang memangsa belasan PSK di Masyhad, kota terpadat kedua di Iran.

A   A   A   Pengaturan Font

Pada 28 Oktober 2022, layar bioskop di Amerika Serikat mulai menayangkan film Prancis berbahasa Persia, "Holy Spider". Karya ketiga Ali Abbasi, sutradara Iran berbasis di Copenhagen itu sebelumnya telah menjadi magnet kontroversi di kalangan festival dan kritikus film.

Spider berhasil membawa Zar Amir Ebrahimi menjadi aktris terbaik di Festival Film Cannes 2022 dengan membingkai kisah nyata Saeed Hanaei, pembunuh berantai yang memangsa 16 PSK antara 2000-2001 di Masyhad, kota terpadat kedua di Iran. Sepak terjang Saeed (Mehdi Bajestani) yang seolah tak tersentuh hukum mendapat perlawanan jurnalis investigasi dari Teheran, Rahimi (Ebrahimi) yang menelusuri jejak kejinya.

Berselimut gradasi indah dan pendar-pendar lampu kota, Spider bertutur lugas. PSK demi PSK dijemput dari jalan-jalan di Mashhad oleh Saeed, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja konstruksi. Dia mengajak mereka ke apartemen kemudian mencekik, atau menjeratnya menggunakan kerudung mereka sendiri.

Setelah korban kesepuluh, solidaritas perempuan Rahimi berontak, terobsesi menghentikan sepak terjang Saeed. Upaya dia menembus dimensi gelap sang pembunuh tergambar kuat dengan penelusuran gigih dan terkadang mengerikan.

Berperan sebagai detektif de facto, Rahimi melakukan apa yang tampaknya tidak disukai polisi, datang ke Mashhad dan mewancarai sederatan orang; kepala polisi, dewan ulama, hingga PSK yang secara tak sengaja menjadi korban berikutnya. Alih-alih terpojok oleh daftar pertanyaan mengapa si pembunuh masih berkeliaran, mereka justru berbalik menyerang Rahimi. Dia berpikir bahwa polisi hanya mengulur waktu, atas dasar si pelaku membuat tugas mereka lebih mudah, misi satu orang untuk menyapu penyakit sosial.

Holy Spider dibangun di atas kenyataan pahit tentang penindasan di mana perempuan selalu bersalah, bahkan ketika mereka menjadi korban pembunuhan. Melihat Saeed sebagai sosok mengerikan yang diciptakan oleh lingkungan ia berada, kontras dengan kehidupan rumah tangganya yang harmonis, penuh kasih kepada istri jelita dan dua anaknya. Di balik itu, ada dorongan membunuh yang ternyata memicu reaksi hormat dari kaum konservatif sebagai pahlawan karena membersihkan jalanan.

Narasi perjuangan feminitas juga terlihat di awal film saat Rahimi mencoba untuk menginap di sebuah hotel. Petugas front desk yang melihat ia sebagai wanita lajang yang bepergian sendirian, memberi tahu bahwa hotel sudah penuh. Dia juga menunjukkan terlalu banyak rambut yang masih terlihat di balik kerudung dan khawatir itu bisa membuat hotel mendapat masalah dari polisi moralitas.

Ini adalah dialog yang menggemakan gejolak terakhir di Iran, ketika Mahsa Amini, seorang perempuan muda yang meninggal dalam markas polisi moralitas di Teheran. Ia ditahan dengan alasan tidak menggunakan jilbab dengan benar, memicu protes nasional yang kini masih berlangsung.

Proses pembuatan

Butuh waktu dan kesabaran bagi Ali Abbasi untuk membuat "Holy Spider". Syuting tidak mungkin dilakukan di Iran, mengingat sikap pemerintah terhadap materi proyek tersebut. Persiapan berbulan-bulan di Turki juga sia-sia setelah otoritas setempat melarang produksi, tampaknya di bawah tekanan dari Teheran.

Sebelum Ebrahimi, aktris Iran lain yang akan berperan sebagai Rahimi mengundurkan diri. Tiba-tiba ia diliputi rasa takut akan pembalasan, tepat saat syuting akan dimulai di Yordania.

"Saya sangat marah padanya," kata Ebrahimi, yang saat itu menjadi sutradara film tersebut.

"Dan kupikir malam itu ketika aku menjadi sangat gila, aku cukup yakin bahwa Ali melihat sesuatu dalam diriku," kenangnya dalam wawancara dengan The New York Times.

Secara mengejutkan, aktris yang mendapatkan ketenaran sebagai bintang sinetron Iran "Narges" di awal 2000-an itu bertukar posisi, mengambil peran utama.

Ebrahimi pada 2008 harus melarikan diri dari Iran saat video pribadinya dibocorkan oleh seorang teman. Rekaman itu mendorong perburuan tanpa batas terhadap Ebrahimi.

Jelas karirnya di Iran berakhir dan ia akan menghadapi dakwaan pengadilan. Dia terbang ke Azerbaijan, lalu ke Paris, tempat ia membangun kembali kehidupan. Sejak 2017 ia menjadi warga negara Prancis, dan belum kembali ke Iran, tempat sebagian besar keluarganya berada.

Dia mengaku, merasakan banyak emosi karena filmnya tayang di bioskop bersamaan dengan gelombang protes di Iran.

"Rasanya seperti semua hal ini terjadi ke arah yang sama," katanya.

Dalam pembuatan, Ebrahimi meggunakan traumanya menjadi sumber inspirasi.

"Saya dapat menghubungkan pengalaman hidup pribadi saya dengan jurnalis ini. Dia tinggal di dalam diri saya," ungkapnya.

"Sebagi aktris saya memiliki banyak rasa sakit dalam hidup. Dan Saya memasukkan semuanya ke dalam film," tukas dia.


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top