Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pengelolaan SDA

Hilirisasi Industri Sejalan Visi Transformasi Ekonomi

Foto : ISTIMEWA

Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/ Kepala BKPM

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Hilirisasi industri di sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA) perlu terus didorong agar nilai tambah pengelolaannya bisa dinikmati di dalam negeri. Semangat hilirisasi tersebut sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk melakukan transformasi ekonomi yang memberi nilai tambah.

"Kita dulu punya kekayaan hutan yang luar biasa. Tidak ada yang tidak kenal hutan kita, hutan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua. Tapi dari semua itu, berapa perusahaan besar kita yang masuk 10 besar dunia pemain mebel? Tidak ada. Karena kita ekspor kayu log. Termasuk saya dulu, karena dulu mau dapat uang cepat, tahun 2002," kata Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Rakornas Percepatan Investasi, yang digelar Hipmi, Sabtu (19/6).

Meski sempat tergiur uang cepat itu, Bahlil pun menyadari hal itu salah. Pasalnya, Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah apapun karena praktik ekspor bahan baku seperti itu.

"Akhirnya, nilai tambah dirasakan negara-negara yang menerima kayu log. Tiongkok, Malaysia, Jepang, Korea, itu sekarang yang jadi pemain industri mebel terbesar dunia. Bahan bakunya dari Indonesia. Gila nggak? Kenapa kita tidak membangun hilirisasi?" katanya.

Kondisi serupa juga terjadi di komoditas lain, yakni emas. Bahlil menyebut 90 persen cadangan emas Freeport di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Namun, Indonesia justru tidak memiliki industri hilirnya. "Bahkan kita kirim ekspor copper (tembaga) ke luar negeri. Nilai tambahnya siapa yang dapat? Di luar. Hampir habis," katanya.

Di komoditas perikanan, lanjut Bahlil, Indonesia juga kalah bersaing dengan Vietnam dan Thailand. Demikian pula dengan komoditas batu bara yang mayoritas diekspor, tapi di sisi lain Indonesia masih mengimpor gas.

Bahan Baku

Lebih lanjut, dengan semangat sama, pemerintah kini gencar mengembangkan industri baterai untuk kendaraan listrik yang bahan baku utamanya, yakni nikel, melimpah di Tanah Air. Pemerintah dengan tegas melarang ekspor bijih nikel agar nantinya mimpi untuk bisa menjadi pemasok baterai kendaraan listrik dunia bisa tercapai.

Upaya tersebut, lanjut Bahlil, bukan hanya sekadar dongeng. Saat ini sudah ada dua perusahaan raksasa yakni LG dan CATL yang akan segera membangun industri baterai kendaraan listrik terintegrasi. Rencana investasi LG mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar 142 triliun rupiah, sementara rencana investasi CATL mencapai 5,2 miliar dollar AS.

"Untuk LG, sudah mulai groundbreaking akhir Juli, paling lambat awal Agustus. Itu kita bangun. Jadi, ini bukan hanya cerita dongeng," pungkas Bahlil.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top