Hilangkan Citra Buruk Gangguan Jiwa
Foto: FOTO-FOTO/KORAN JAKARTA/ ZAKI ALATASDengan kebersamaan, para pasien maupun orang yang sedang mengalami permasalahan kesehatan jiwa, akan selalu mendapat dukungan dari masyarakat sehingga tidak lagi merasa sendiri.
Penderita gangguan jiwa kerap dipinggirkan di masyarakat. Masih banyak masyarakat yang menilai bahwa penderita gangguan jiwa adalah orang yang buruk mentalnya dan harus dihindari. Padahal, pandangan tersebut tidak benar.
Hal inilah yang membuat beberapa dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu Jakarta, terpanggil kepeduliannya untuk menteralisir pandangan yang salah itu. Para dokter membentuk komunitas peduli kesehatan mental bernama Komunitas Sahitya.
Komunitas ini bertujuan mengurangi berbagai pandangan yang salah tersebut. "Masalah kesehatan mental masih menjadi hal tabu, sehingga banyak orang yang mengalami persoalan kesehatan jiwa menjadi ragu untuk mencari pertolongan. Disini pentingnya dukungan keluarga dan masyarakat menjadi utama untuk mencapai kesembuhan," kata Direktur RSUD Pasar Minggu dr. Yudi Amiarno Sp.U di Jakarta, saat meresmikan pembentukan Komunitas Sahitya, komunitas peduli kesehatan mental.
Yudi bersama sejumlah dokter lainnya, seperti dr. Yaniar Mulyantini SpKJ, dr. Poppy Sitepu Sp.KJ serta pimpinan Komunitas Sahitya, Indah Puspita, menjadi pembina Komunitas Sahitya. Visi komunitas ini adalah membangun masyarakat yang peduli mengenai pentingnya kesehatan mental di masyarakat. Komunitas Sahitya juga merupakan binaan dari RSUD Pasar Minggu Jakarta.
Yudi mengatakan, manusia modern sekarang ini memang lebih maju dibandingkan dengan masyarakat tradisional. Sayangnya, kehidupan yang ada di tengah masyarakat juga semakin kompleks dan rumit.
Beragam persoalan dan tekanan hidup telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Sebagai konsekuensianya ada sebagian masyarakat yang menjadi rentan terhadappersoalan dan tekanan hidup tersebut.
Sementara itu, dr. Yaniar Mulyantini mengatakan, manusia modern seharusnya bisa berpikir lebih bijaksana dan arif dalam mengatasi persoalan hidup yang ada. Sayang, dalam kenyataannya banyak manusia modern yang memiliki masalah, termasuk ketidakseimbangan diri.
Mereka sangat mudah terserang gangguan-gangguan kejiwaan dan juga menunjukkan ciri-ciri depresi ringan sampai tingkat stres yang tinggi. Dan jika tidak ditangani segera justru akan menjadi fatal dan membebani masyarakat itu sendiri.
"Kemajuan teknologi komunikasi dan keberadaan media sosial telah mengubah gaya hidup dan pola tingkah laku masyarakat sekarang. Kompoleksitas masalah dan adanya kenyataan yang tidak sesuai harapannya membuat masalah gangguan jiwa menjadi semakin meningkat belakangan ini. Bahkan generasi milenail tergolong paling rentan," kata Yaniar yang juga pelopor terbentuknya Sahitya.
Menurut Yaniar, dukungan keluarga dan masyarakat amat sangat diperlukan untuk mempercepat penanganan dan proses penyembuhannya. Kata kunci di sini adalah dengan membangun kebersamaan, baik di keluarga maupun komunitas yang saling peduli dengan lainnya. "Dengan kebersamaan, para pasien maupun orang yang sedang mengalami permasalahan kesehatan jiwa, selalu mendapat dukungan sehingga tidak lagi merasa sendiri.
Dengan kebersamaan dan solidaritas, semua dapat melalui fase-fase sulit dalam kehidupan, dan terbantu dengan mendengar pengalaman- pengalaman orang lain," katanya.
Adapun penyelenggaraan kegiatan Komunitas Sahitya melibatkan beberapa komunitas kesehatan jiwa lainnya seperti IntoThe Light dan ArtGiving. Kegiatan Sahitya juga didukung oleh beberapa Intansi dalam penyelenggaraannya diantaranya RSUD Pasar Minggu, Antam, Bulog dan Bukit Asam.
Terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan Sahitya, diantaranya : Berbagi Cerita: Saling Dukung dan Peduli Kesehatan Jiwa, acara Talk show Kesehatan: Hope not Shame, dan Peer Support: Why and How.
Berbagi Cerita: Saling Dukung dan Peduli Kesehatan Jiwa, merupakan bertujuan sebagai inisiasi dari serangkaian kegiatan Festival Kesehatan Jiwa. Kegiatan ini mengundang 60 peserta yang terdiri dari pasien dan keluarga, profesional kesehatan jiwa, dan masyarakat awam yang peduli kesehatan jiwa.
Talk show Kesehatan: Hope not Shame, adalah talkshow kesehatan terbuka untuk masyarakat umum sekaligus kegiatan untuk memperingati Hari Kesehatan Jiwa 10 Oktober 2019. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan wawasan baru tentang kesehatan mental bagi publik.
Peer Support: Why and How, yaitu kegiatan rutin setiap tiga bulan dengan tujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi anggotanya. Yakni tentang pentingnya bersikap suportif terhadap sesama dan bagaimana mempraktekannya dalam keseharian. mza/E-6]
Waspada, Remaja Tetap Rentan Depresi
Tekanan atau depresi saat ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja. Depresi juga bisa dialami oleh anak atau atau remaja. Menurut dr. Yuniar, saat ini generasi milenial kurang perduli dengan sekitar dan hanya fokus pada gawai, entah itu media sosial ataupun permainan online. Dan yang biasa dialami adalah adaptasi, baik itu di tempat kerja baru, kuliah atau di sekolah.
"Walaupun demikian kami bersyukur kalau saat ini sudah banyak anak-anak milenial yang memeriksakan kondisi yang dialaminya k rumah sakit atau psikiater. Dan ini dapat kita temukan di Rumah Sakit Pasar Minggu," katanya.
Diakui Yuniar, dalam kasus ini pihaknya dapat melihat kalau para milenial telah perduli akan kesehatan jiwa mereka dan berusaha untuk terbuka dengan dunia luar. Dan hal ini menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah tekanan yang mereka alami.
"Akan tapi yang harus antisipasi adalah kalau ini semua hanya fenomen gunung es. Yang perduli dengan kesehatan jiwa hanya bagian atasnya saja sedangkan dibawah masih banyak yang belum tersentuh. Dan untuk ini, kami menghimbau kepada para orang tua mencoba membatasi para anak untuk bermain smartphone secara berlebihkan sehingga membuat mereka tidak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya," katanya.
Kesaksian
Pengalaman tertekan pernah dialami oleh Indah Puspita (35 tahun). Hal ini timbul karena trauma melihat tensi digital sehingga menimbulkan over thingking atau membayangkan hal yang tidak-tidak. Tekanan itu akan makin menjadi berat saat beban dari keluarga dan pekerjaan bertambah.
"Awalnya untuk menyelesaikan masalah ini saya membawanya ke rumah sakit. Karane saya mengiranya kalau ini semua hanya sakit fiski semaja. Perut, lambung dan kepala saya periksa semua namun tidak ada masalah. Akhirnya setelah beberapa kali memeriksa dan tidak ada apa akhirnya rumah sakit merujuk ke psikiater," katanya.
Diakui Indah, awalnya dirinya tidak mau di periksa ke psikiater, karena selama ini persepsi orang jika berobat ke psikiater orang itu sakit jiwa. Namun setelah memberanikan diri akhirnya dirinya mendapatkan penjelasan kalau dirinya hanya mengalami gangguan kecemasan dan hal ini dapat disembuhkan.
"Setelah rajin terapi dan memcoba bergabung dengan komunitas ini sekitar satu tahun saya sudah bisa lepas dari rasa kekecemasan dan obatobat penenang itu. Saya sudah bisa normal lagi," katanya. mza/E-6
Solidaritas dalam Kebersamaan
Nama Sahitya diambil dari Bahasa Sansekerta, yang berarti solidaritas dalam kebersamaan. Dengan moto "we are here", mempertergas makna dan tujuan dari dibentuknya komunitas Sahitya, yaitu dengan kebersamaan.
Pada awalnya, Sahitya adalah sebuah forum komunikasi dan diskusi sesama pasien beserta keluarga yang berobat di Poliklinik Psikiatri RSUD Pasar Minggu. Dari forum berbagi ini, muncul ide untuk membuat komunitas yang peduli tentang kesehatan jiwa dan bekerja sama dengan dr.Yaniar Mulyantini SpKJ, sehingga terbentuklah Komunitas Sahitya.
Dalam perkembangannya, Sahitya mengundang para pasien, keluarga pasien, dan para relawan peduli kesehatan jiwa serta masyarakat, untuk dapat bergabung bersama Sahitya dan berbagi bersama-sama mengedukasi dan menyebarkan kesadaran terhadap masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa.
Menurut Yaniar, komunitas ini juga terbuka bagi para calon wakil rakyat (Caleg) yang mengalami pukulan mental sehingga belum dapat menerima kekalahan. Dia mengakui kalau banyak dari Caleg, bahkan masyarakat umum, yang terlalu berharap dengan sesuatu secara berlebihan namun ternyata dia mengalami kegagalan, dan hal ini yang membuat dirinya terpukul.
"Langkah yang harus diambil pertama adalah mencari pertolongan, entah itu ke tenanga profesional seperti dokter, psikiater atau orang terdekat seperti kawan dan keluarga. Berikutnya melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti relaksasi, olahraga, dan diet sehat," katanya.
Sedangkan jika langkah lebih lanjut, kata Yuniar, mungkin dapat bagi cerita dengan orang-orang disekitarnya atau mungkin komunitas seperti Sahitya ini sehingga masalah tersebut tidak hanya ditanggung sendiri namun akan banyak pihak yang perduli dan akan memberikan saran atau jalan keluarnya. Dan untuk gejala-gejala awalnya dari stress biasa ada kondisi pisik yang mulai menurun disertai dengan keluhan seperti sulit tidur, uring-uringan, keluhan di lambung, mual dan diare.
Dan biasanya penderita mencoba mengobati penyakit tersebut namun ternyata tidak sembuh. Untuk ini disarankan dapat menghubungi priskiater untuk agar mendapatkan pertolongan lebih lanjut. mza/E-6
Redaktur:
Penulis: Mohammad Zaki Alatas
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29