Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Herpes Zoster Bisa Muncul Saat Imunitas Turun

Foto : ISTIMEWA

virus

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Salah satu penyakit yang disebabkan infeksi virus yang perlu diwaspadai adalah Herpes Zoster (HZ). Dampak HZ pada kualitas hidup seseorang hampir setara kesulitannya dengan dampak yang ditimbulkan penyakit gagal jantung, diabetes, serangan jantung dan depresi.

HZ juga dikenal sebagai shingles, cacar ular, atau cacar api, yaitu suatu sindrom khas yang disebabkan reaktivasi virus varicella zoster (VZV). Virus yang dapat menular melalui udara ini masuk ke tubuh lewat mukosa saluran nafas atau orofaring.

Saat virus HZ masuk ke dalam tubuh manusia, berdiam di sistem saraf dan menetap di dalamnya. Virus dapat aktif pada waktu yang tak terduga-duga. "Reaktivasi terjadi ketika kekebalan terhadap virus VZV menurun karena penuaan atau imunosupresi," ujar dokter spesialis kulit dan kelamin yang juga CEO Klinik Pramudia dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, dalam Virtual Media Briefing Kamis (8/9).

Cacar air merupakan dampak dari infeksi VZV pertama yang dialami seseorang. Jika terjadi infeksi kedua karena reaktivasi virus yang sama maka baru bisa disebut sebagai penyakit HZ.

Seperti pada penyakit Covid-19, seseorang dapat terjangkit HZ ketika imunitas tubuh sedang lemah. "Begitu juga dengan virus zoster ini. Bila imunitas tubuh kita baik, biasanya akan jarang terkena," jelasnya.

Mereka yang belum pernah menderita cacar air atau tidak pernah menerima vaksin cacar air memiliki risiko tinggi tertular HZ. "Jika terinfeksi seseorang akan terkena cacar air dahulu lalu virus itu bisa sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi herpes zoster dengan masa inkubasi sekitar 10-21 hari," kata Anthony.

Mereka yang berisiko terkena HZ adalah yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah (imunokompromais), seperti lansia, penderita HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, penderita kanker, stress psikis, pasien pasca operasi, dan pasien yang minum obat-obat yang dapat menekan sel imun tubuh.

Pada pengobatan kanker misalnya, radiasi atau kemoterapi dapat menurunkan daya tahan terhadap penyakit dan dapat memicu HZ. "Maka, fokus pencegahan terhadap herpes zoster dengan meningkatkan imunitas tubuh secara umum, serta menghindari kontak terhadap dengan penderitanya," pesannya.

Gejala awal HZ bersifat tidak spesifik. Sebelum muncul tanda nyata pada kulit seperti ruam merah dan lenting atau melepuh berisi air, biasanya hanya berupa rasa lelah, sakit kepala dan lemas atau disebut gejala prodromal yang berlangsung selama 1-5 hari.

Komplikasi

Bagi sebagian besar orang, rasa nyeri akan berkurang seiring menghilangnya ruam, namun bagi beberapa orang, HZ dapat menyebabkan komplikasi seperti rasa nyeri yang menetap yang dikenal dengan istilah Post HerpeticNeuralgia atau Neuralgia Pasca Herpes (NPH).

NPH dapat terjadi pada lebih dari 50 persen pasien berusia lebih dari 60 tahun. Rasa nyeri akibat NPH dapat beragam dan pada umumnya diidentifikasi dengan timbulnya rasa perih, sensasi terbakar, berdenyut-denyut, seperti ditusuk-tusuk atau rasa nyeri yang menyakitkan.

Komplikasi NPH muncul sebagai akibat rusaknya serabut saraf akibat dari aktivitas virus yang berulang. Komplikasi tersebut dapat berakibat kehilangan penglihatan jika HZ terjadi di sekitar mata, masalah neurologis seperti radang otak dan kelumpuhan wajah, dan infeksi kulit berkepanjangan.

Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin. Sedangkan untuk pengobatan, perlu dilakukan secara cepat dan tepat sesuai dengan anjuran dokter. Mereka umumnya melakukan deteksi dini, menilai kondisi pasien secara lengkap, memberi obat anti virus, obat anti nyeri, obat anti depresi/kejang, serta informasi dan edukasi konseling.

Terapi yang diberikan berupa terapi topikal (obat oles) dan terapi suportif, seperti istirahat yang cukup dan menjaga kebersihan, anjuran tidak menggaruk dan menggunakan pakaian yang longgar untuk kenyamanan.

"Terapi obat-obatan maupun non obat bertujuan mengobati nyeri pasien demi memperbaiki kualitas hidup secara fisik dan psikologis, sehingga pasien dapat segera dapat melakukan aktivitas sehari-hari," ujar dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top