Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hentikan Workplace Bullying

Foto : ISTIMEWA

perundungan di kantor

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perundungan atau bullying selain terjadi pada anak-anak juga orang dewasa. Salah satunya perundungan di tempat kerja (workplace bullying). Jenis perundungan ini bisa dilakukan secara langsung maupun daring melalui telepon, surel, atau aplikasi pesan yang disebut cyberbullying.

Psikolog Klinis Dewasa, Pingkan Rumondor, S.Psi, M.Psi menjelaskan,workplace bullying adalah serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang. Tujuannya untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja.

"Contohnya kekerasan fisik, verbal, pengucilan atau pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya. Workplace bullying bisa dilakukan secara langsung, maupun cyberbullying," ungkapnya dalam diskusi daring berjudul Zero Tolerance for WorkplaceBullying yang diadakan Unilever, Senin (15/11).

Pingkan menambahkan, aksi workplace bullying dapat melibatkan tiga pihak. Pertama adalah pelaku, yang kebanyakan menyerang titik lemah target agar mereka terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya.

Kedua ada target, yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis seperti kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder. Keadaan ini berdampak pada terganggunya produktivitas kerja dan lainnya.

Ketiga adalah adanya saksi yang tanpa pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, seringkali saksi mata hanya berdiam diri. Selain itu, semakin banyak orang yang menjadi saksi, ada kecenderungan saksi makin tidak tergerak menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu, atau disebut juga bystander effect.

"Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut," ujar dia.

Keberanian menjadi kunci bagi target maupun saksi dalam melawan workplace bullying, dengan cara bersikap asertif untuk menolak sesuatu yang mengusik psikologis mereka. Namun selain itu, mereka juga harus percaya bahwa mereka terlindunig di bawah perusahaan yang memiliki kebijakan kuat terhadap segala bentuk diskriminasi danperundungan.

Nicky Clara, seorang Disability Womenpreneur mengatakan masih banyak teman-teman penyandang disabilitas yang rentan mengalami workplace bullying, misalnya karena stigma terhadap keterbatasan kemampuan mereka, rasa iba yang berlebihan, dan lainnya. "Sayangnya mereka masih enggan bersuara, contohnya karena takut kehilangan pekerjaan yang sudah susah payah mereka dapatkan," ungkapnya.

Menurut dia setiap perusahaan sepatutnya menerapkan prinsip kesetaraan dan inklusivitas sebagai acuan bagi penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak-hak karyawan di tempat kerja. Hal ini berlaku juga bagi teman-teman penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat bekerja dengan nyaman, efektif dan produktif."

Relawan komunitas Sudah Dong, Fabelyn Baby Walean, mengatakan kami melihat bahwa workplace bullying masih banyak terjadi antara lain karena masih kurangnya regulasi maupun sistem internal yang mampu secara firm menyikapi masalah ini. "Kami percaya bahwa pembuatan e-booklet ini akan menjadi sebuah proses transfer of knowledge yang kaya di antara kedua belah pihak, dan semoga akan membawa manfaat bagi perusahaan juga organisasi lainnya," ujar dia.

Head of Communications PT Unilever Indonesia, Tbk, Kristy Nelwa mengatakan, perusahaannya berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT). Perusahaan berkomitmen memastikan semua karyawan bekerja di lingkungan yang mempromosikan keberagamman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi.

"Perusahaan akan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekalipun," ujar dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top