Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kondisi Politik - Keputusan MK Atas Sengketa Hasil Pemilu Harus Diterima Semua Pihak

Hentikan Kegaduhan Politik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Proses hukum di MK harus dihormati sebagai langkah konstitusional menyelesaikan sengketa hasil Pemilu.

JAKARTA - Para elit politik harus bersikap dewasa dalam merespon persidangan sengketa hasil pemilu dan pemilihan presiden di Mahkamah Konsitusi (MK). Karena dari sekarang harus distop ujaran atau pernyataan yang bisa memicu kegaduhan. Hormati proses berjalan. Dan hormati pula hasilnya nanti. Jangan ada lagi kegaduhan. Pernyataan tersebut diungkapkam, pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner, Emrus Sihombing di Jakarta, Selasa (28/5). Menurut Emrus, pemilu, khusus pemilihan presiden2019 telah sampai pada proses babak baru, sebagai babak akhir di Mahkamah Konstitusi (MK), setelah melampaui proses yang panjang dan melelahkan.

Tapi kata Emrus, babak akhirini bisa saja tidak dilalui bila para pihak bisa memahami, menerima dan tidak merasa dirugikan atas keputusan KPU. "Jadi beberapa minggu ke depan, apapun keputusan MK, semua pihak harus menerima. Tidak ada kekuatan apapun, termasuk dalam bentuk demonstrasi, yang bisa menolaknya karena sifatnya sudah final dan mengikat para pihak," katanya. Karena itu ia minta para elit berhenti memproduksi pernyataan yang rentan memicu kegaduhan. Masyarakat harus ditenangkan. Berikan pendidikan politik yang baik dan dewasa. Karena bagaimana pun pembangunan di negeri ini harus terus berjalan. Tidak boleh terganggu karena proses kepemiluan lima tahunan yang sudah mendapat ketetapan dari MK. Jika ada demonstrasi, sifatnya harus mendukung keputusan MK. "Menjadi tidak lazim bila ada demonstrasi penolakan, sekalipun dibungkus dengan ucapan, kami tetap menghormati keputusan MK," katanya.

Emrus menambahkan, memang proses yang melelahkan tersebut acapkali diwarnai dinamika politik yang kurang produktif. Misalnya, demonstrasi yang berujung bentrokan yang menelan korban jiwa dan materi. Sedikitnya, ada delapan orang korban sia-sia, yang seharusnya tidak perlu terjadi bila para elit mentaati semua aturan dan menahan diri untuk tidak menggunakan diksi yang tidak produktif di ruang publik. "Maka berkaca dari realitas politik di atas, pertentangan yang berpotensi menimbulkan polarisasi dan gesekan sosial harus kita hentikan sama sekali. Biarlah kita semua, utamanya para aktor politik, mengikuti secara seksama proses persidangan dan perdebatan hukum di MK. Untuk itu, diperlukan kedewasaan seluruh anak bangsa, siapapun dia, tanpa kecuali, merespon proses persidangan di MK," katanya.

Sulit Dikabulkan

Karena itu lanjut Emrus, sangat tidak tepat, misalnya, mengatakan jangan sampai MK menjadi mahkamah kalkulator. Sebab, narasi ini berpotensi membangun makna yang sangat tidak baik bagi sebuah institusi negara yang sedang mengemban tugas mulia, tugas konstitusionalnya. Sementara itu menanggapi tuntutan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang meminta MK menetapkan Prabowo-Sandi menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta mengatakan, tuntutan itu namanya petitum pemohon. Pemohon pada intinya adalah meminta pembatalan keputusan KPU tentang penetapan hasil rekapitulasi suara pemilihan presiden. Jadi petitum utama tentang itu. Bahwa kemudian di dalammya ada permohonan lain, itu boleh saja. Tapi apakah MK akan mengabulkan permohonan itu hal lain. "Namun jika melihat permohonan yang diajukan dengan 51 dokumen tanpa ada fakta dan data penunjang baru ini akan sulit bagi MK untuk mengabulkan permohonan pemohon," katanya.

ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top