Harus Ada Solusi Komprehensif, Dewan Pers Sebut Media Digital Paling Banyak Lakukan Pelanggaran
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana saat acara “Jumpa Pers Perdana Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu” di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Foto: ANTARA/Melalusa Susthira KJakarta - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan media digital atau daring menjadi platform yang paling banyak melakukan pelanggaran dari keseluruhan kasus pers yang ditangani pihaknya sepanjang tahun 2022.
"Dari kasus yang kami selesaikan tersebut, platform yang banyak melanggar itu adalah media digital atau mediaonline, berapa persen? Hampir 97 persen," kata Yadi dalam acara "Jumpa Pers Perdana Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa.
Berdasarkan jenisnya, lanjut dia, pelanggaran verifikasi menjadi yang paling banyak dilanggar media digital tersebut.
Kedua, lanjut dia, pelanggaran berbentuk berita yang sifatnya hoaks atau fitnah. Ketiga, pelanggaran berbentuk berita yang melakukan provokasi seksual.
Ia pun menegaskan bahwa hoaks dan fitnah maupun karya jurnalistik yang bersifat "provokasi seksual" bukan termasuk produk pers.
"Ini adalah kelainan dari pada produk pers, dan kami anggap ini adalah bukan produk pers, ini adalah bisa merusak pers karena akan berdampak buruk bagi masyarakat," tuturnya.
Dewan Pers, ujarnya, dalam menghadapi karya jurnalistik yang bersifat "provokasi seksual" tidak akan menunggu adanya pengaduan, melainkan akan langsung pemanggilan dan memintanya untuk diturunkan atautake down.
"Kami meminta kepada rekan-rekan atau media pers yang masih ada karya-karyanya yang berbau provokasi seksual untuk di-take downkarena konten tersebut jelas berdampak buruk," imbuhnya.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut, kata dia, menjadi catatan bagi insan pers untuk berbenah diri lantaran saat ini media saat ini memasuki era disrupsi teknologi digital.
"Mediaonlineadalah salah satu media yang betul-betul bisa menjangkau dengan cepat danborderlessitulah yang terjadi," ucapnya.
Ia pun mengajak seluruh insan pers untuk memproduksi konten-konten pemberitaan yang menginspirasi dan berdampak baik bagi publik dalam rangka menghadapi Pemilu 2024.
"Jadi konten-konten tersebut jelas harus kita pertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik jurnalistik dan tidak melanggar aturan," jelasnya.
Secara keseluruhan, ia menyebut terjadi kenaikan kasus pers yang masuk ke Dewan Pers pada tahun 2022 bila dibandingkan tahun 2021.
"Untuk tahun 2022 kasus pers yang masuk ke Dewan Pers itu sekitar 691 kasus, ada peningkatan sedikit dibanding dengan tahun 2021 yaitu sekitar 621-an kalau tidak salah. Tapi untuk tingkat penyelesaiannya itu sekitar 96 persen atau di atas 630 kasus yang kita selesaikan," papar Yadi.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Siswa SMK Hanyut di Air Terjun Lahat, Tim SAR Lakukan Pencarian
- 2 Diduga Ada Kecurangan, Bawaslu Sumsel Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di Empat TPS
- 3 Pemerintah Jangan Malu Membatalkan Kenaikan PPN
- 4 Calon Wakil Wali Kota Armuji Sebut Warga Surabaya Cerdas Gunakan Hak Pilih
- 5 Cuaca Hari Ini, Wilayah Indonesia Umumnya Diguyur Hujan
Berita Terkini
- Berpengaruh di Industri Perbankan, Royke Tumilaar Raih CEO of The Year 2024
- Tips Memilih Bimbingan Belajar UTBK untuk Raih Kampus Impian
- Polisi Selidiki Kasus Bullying Siswi SMP di Kota Serang
- Jadwal Liga Inggris: Chelsea Vs Aston Villa hingga Liverpool Vs City
- Timses Pram-Doel Apresiasi Profesionalitas TNI-Polri Pilkada Jakarta