Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Harmoni Malam Natal di Gunungkidul

Foto : istimewa

Lagu “Malam Kudus” - Putri Ketua Forum Lintas Iman Gungkidul Aminuddin Aziz, Nazwa Aulia Aziz (kedua dari kiri) dengan biolanya memainkan lagu Malam Kudus, seusai ibadah Misa di Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (24/12) malam.

A   A   A   Pengaturan Font

Serupa sinden kenamaan yang mendendangkan mantra-mantra Jawa kuno, koor yang bertugas pada Misa Natal di Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendendangkan 'Warta Gembira' dalam alunan macapat yang benar-benar syahdu dan khidmat. Seusai macapat selesai, gending Jawa mengalun mengiringi puluhan anggota koor menyanyikan puji-pujian.

Misa Natal pertama yang dilakukan pada Senin (24/12) pukul 18.00 WIB di Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari memang menggunakan tradisi Jawa. Tak hanya menggunakan bahasa Jawa dalam seluruh prosesinya, para petugas Misa pun menggunakan baju adat Jawa. Sedangkan pada misa kedua pukul 21.00 WIB, Misa Natal menggunakan bahasa Indonesia.

"Sehari-hari gereja ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar. Namun, khusus misa hari raya kami menggunakan dua bahasa, Jawa dan Indonesia. Demi melestarikan tradisi dan juga harmoni dengan kehidupan di mana kami berada," kata Wakil Pastor Paroki Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari, Romo Oktavianus Eka Novi Setyanta PR kepada Koran Jakarta, seusai misa.

Harmoni juga menjadi kata kunci dari khotbah Natal yang dibawakan Romo Mikael Irwan Susiananta SJ. Meski secara nasional tema Natal 2018 adalah Yesus Kristus Hikmat Bagi Kita, namun secara khusus, pesan Natal Romo Mikael Irwan adalah bagaimana menghidupi iman dalam masyarakat yang beragam.

Romo Irwan mengajak umat untuk mengutamakan kerukunan dengan menyadari bahwa masyarakat Indonesia itu beragam. Apalagi di tahun politik yang penuh gesekan, kerukunan musti diutamakan.

Jangan Wariskan Kebencian

Harmoni dengan sesama dan alam sekitar yang menjadi ruh dari misa Natal di Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari, benar-benar mewujud pada malam itu dengan kehadiran Ketua Forum Lintas Iman, Aminuddin Aziz bersama putrinya yang masih berusia 13 tahun, Nazwa Aulia Aziz. Seusai ibadah Misa selesai dengan ditandai penutupan oleh ketua panitia Natal.

Aziz dalam sambutan ucapan Natalnya kepada dua ribuan umat Katolik yang mengikuti Misa Natal petang itu menekankan bahwa anak cucu kita tidak boleh diwarisi kebencian kepada sesamanya. "Biarlah yang di atas sana (para politisi) terus mengobarkan intoleransi, tapi kita tidak boleh mewariskan kebencian pada anak-cucu kita," katanya yang disambut tepuk tangan seluruh umat.

Setelah itu, Nazwa, dengan biolanya, memainkan lagu Malam Kudus yang diiringi dengan permainan piano. Nazwa yang berjilbab, melalui musik menyatakan bahwa agama yang berbeda tak bisa memisahkan manusia. Kedatangan Aziz dan putrinya seusai ibadah Misa Natal itu, bukannya tanpa tentangan.

Pada Selasa (25/12) kemarin, saat Koran Jakarta menghubungi Aziz, dia mengatakan telponnya tak berhenti menerima teror. Sudah sejak lama, sebagai aktivis Forum Lintas Iman, dia menerima teror dari orang-orang yang tidak setuju dengan apa yang dia lakukan.

"Soal datang di Misa, saya dan anak saya dan puluhan anggota Forum Lintas Iman dari agama non-Nasrani, masuk gereja setelah ibadah selesai. Jadi kami tidak ikut ibadahnya. Ini sudah jelas sejak awal," jelas Aminuddin.

Begitu juga dengan permainan biola putrinya. Lagu Malam Kudus yang dimainkan putrinya adalah lagu yang sudah sering dimainkan oleh siapapun yang les violin seperti putrinya.

"Lagu Song of Joy yang nadanya sama dengan lagu Malam Kudus itu lagu yang populer, dimainkan oleh banyak orang dari berbagai agama. Tapi, tidak setuju itu tidak apa-apa, yang tidak boleh adalah memaksakan pilihannya sendiri kepada orang lain," papar Aziz.

Aziz menyadari sebagian masyarakat - tidak hanya muslim, tapi juga di Hindu, Budha, dan lainnya- meyakini bahwa mengucapkan selamat hari raya umat lain, itu dosa. Menurut Aziz, keyakinan itu harus dihargai, tidak boleh diolok-olok atau dibenci. Begitu juga yang meyakini sebaliknya, tidak boleh disalah-salahkan.

Sebab tak hanya teror bahkan sampai ancaman hendak dibunuh yang Aziz dapatkan, namun serangan fisik pun pernah didapatkan. "Tapi kita tidak boleh takut, karena menghargai orang lain itu sangat penting untuk dimengerti dan dilakukan oleh anak-anak kita," katanya.

Forum Lintas Iman Gunungkidul telah beridiri sejak 12 tahun lalu. Fokus kegiatan forum ini adalah menumbuhkan sikap kerukunan antar-pemeluk agama dan keyakinan. Tak hanya ketika Natal, saat Lebaran, Waisak, maupun hari besar umat agama seperti Ahmadiyah yang dianggap sesat di kalangan Muslim pun, forum selalu akan saling suport.

Endro Tri Guntoro, anggota forum yang juga Ketua Hubungan Kemasyarakatan Gereja Santo Petrus Kanisius Wonosari mengatakan, konsen utama forum adalah melindungi minoritas dan saling menjaga harmoni.

"Dalam dua tahun ini kami menyelenggarakan sekolah kebinekaan yang diikuti 50 siswa SMA dari lima agama yang berbeda. Belajar soal harmoni di pesantren, gereja, vihara. Pokoknya agama beda-beda, tapi rukun harus jadi yang utama," jelasnya.

eko sugiarto putro/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top