Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Strategis I Importasi Garam Telah Dilakukan sejak 1990

Harga Garam Lokal Tak Kompetitif

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Selisih harga garam impor dari Australia dan garam produksi petambak sebesar 10 persen sehingga banyak industri yang memilih impor.

Jakarta- Harga garam produksi petambak akan sulit bersaing, terutama saat musim kemarau basah sudah lewat dan garam impor terdistribusi. Karena itu, pemerintah didesak melakukan intervensi terhadap harga garam guna melindungi harga garam petambak lokal.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebutkan selisih harga garam impor dari Australia dan garam produksi petambak sebesar 10 persen sehingga banyak industri yang memilih impor. Selisih tersebut dinilai sangat tinggi sehingga dikhawatirkan dapat membuat petambak gulung tikar.

"Selisih garam bisa 10 persen dari harga yang bisa kita produksi. Lumayan tinggi dan sangat jauh sekali perbedaannya dengan impor. Ketika kemarau basah lewat, garam kita akan babak belur di pasaran," kata Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Untuk itu, Kiara mengusulkan agar pemerintah menetapkan harga pembelian pokok (HPP) sebesar 2.500-3.000 rupiah per kilogram agar petambak mendapatkan kepastian saat kemarau basah dan panen raya. Menurut dia, anjloknya harga garam di wilayah penghasil seperti Lombok bisa berdampak pada alih profesi petambak garam menjadi petambak udang.

Dukungan Teknologi

Susan menambahkan selain karena harga garam impor yang lebih murah, garam yang diproduksi petambak lokal tidak bisa memenuhi kadar Natrium Chlorida (NaCl) sebesar 97 persen seperti yang dibutuhkan industri. Menurut Susan, kadar NaCl paling tinggi yang bisa diproduksi petambak lokal sebesar 94 persen, namun bisa ditingkatkan menjadi 97 persen jika didukung teknologi, seperti mesin iodisasi.

Kiara mencatat setidaknya sejak 1990 impor garam telah dilakukan sebanyak 349.042 ton dengan nilai 16,97 juta dollar AS. Importasi itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan industri serta kelangkaan stok garam akibat dampak dari anomali cuaca.

Seperti diketahui, pemerintah membuka keran impor 75 ribu ton garam konsumsi dari Australia yang akan dilakukan secara bertahap. Sebanyak 27.500 ton garam impor dari Australia yang tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/2) akan disebar ke sejumlah Industri Kecil Menengah (IKM) di tiga wilayah yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.

Sebelumnya, Ketua Bidang Ekonomi DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Memed Sosiawan, menginginkan impor garam jangan dijadikan sebagai solusi permanen agar Indonesia tidak bergantung kepada komoditas yang dihasilkan di luar negeri.

Menurut dia, bila ternyata dijadikan sebagai solusi permanen maka berpotensi untuk membuat para petambak garam meninggalkan usaha produksinya sehingga Indonesia akan selamanya bergantung kepada impor garam.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menilai kelangkaan garam menjadi pelajaran yang penting bagi pemerintah agar dapat mengantisipasi hal serupa agar tidak terjadi lagi pada masa mendatang, kata seorang pengamat.

Menurut dia, pemerintah seharusnya sudah bisa memperkirakan bakal adanya kelangkaan sehingga sudah menyiapkan stok garam industri dengan membangun infrastruktur produksi.

"Impor jangan selalu dijadikan sebagai solusi instan dan satu-satunya upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan kebijakan pangan di Tanah Air," ujarnya.mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top