Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Harapan Pemulihan Ekonomi Kepri Melalui Sektor Maritim

Foto : Antara/Ogen

Pemandangan aktivitas laut di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

A   A   A   Pengaturan Font

Tanjungpinang - Provinsi Kepulauan Riau dengan letak geografis didominasi wilayah maritim atau 96 persen lautan (4 persen daratan) seyogyanya dapat menopang pendapatan asli daerah atau PAD tanpa ketergantungan dana transfer dari Pemerintah Pusat/APBN.

Keberadaan sumber daya alam kelautan dan perikanan yang begitu melimpah di daerah itu seharusnya lebih dari kata cukup buat mendorong pembangunan infrastruktur dan perekonomian masyarakat apalagi di tengah badai pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu, Kepala Daerah Kepri dalam kondisi sulit seperti ini patut membuat terobosan dan strategi kreatif dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sektor maritim untuk menggali potensi sumber pendapatan baru.

Kalau tidak, maka jangan heran jika besaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kepri dari tahun ke tahun tidak beranjak naik atau bertahan di kisaran angka Rp3 triliun lebih.

Ironinya, dari total Rp3 triliun lebih itu hanya sekitar Rp1 triliun berasal dari PAD murni Kepri, sedang sisanya atau sekitar Rp2 triliun bersumber dari dana APBN.

Berdasarkan catatan politikus senior PKS Kepri Iskandarsyah sedianya sektor maritim Kepri mampu menghasilkan pendapatan sekitar Rp6 triliun, asal dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Potensi laut yang bisa dimanfaatkan misalnya memaksimalkan ruang laut 0-12 mil, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Beberapa turunan bisnis dari ruang laut 0-12 mil yang bisa digenjot, antara lain retribusi jasa labuh jangkar, reparasi kapal, suplai bahan pokok, serta kebutuhan logistik lainnya.

Dirjen Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri Bahtiar Bacharuddin pun pernah menyoroti kalau Pemerintah Daerah Kepri selama ini tidak menikmati hasil PAD dari sektor kelautan dan perikanan.

Dia sudah mengecek bahwa kontribusi PAD di daerah tersebut, yang mana 97 persen berasal dari sektor pajak kendaraan bermotor (PKB). Sementara PAD laut, tidak ada hubungannya sama sekali dengan APBD.

Di samping itu, meski laut Kepri sangat luas namun yang dikuasai hanya sekitar 24,9 persen. Itu pun belum dikurangi zona militer dan kawasan strategis.

Paling tersisa sekitar 18 persen saja laut yang dikuasai Pemda Kepri. Alhasil, provinsi ini ternyata tidak menikmati apa-apa.

Optimis pulih

Sejak tahun 2017-2020 Pemprov Kepri sudah memasang target pendapatan sebesar Rp60 miliar dari retribusi pungutan jasa labuh/parkir kapal di perairan setempat.

Hasil pungutan itu diharapkan dapat memperkuat fiskal daerah guna percepatan pembangunan infrastruktur masyarakat dan investasi. Namun, selama periode tersebut target labuh jangkar tidak kunjung terealisasi atau nol persen.

Tarik ulur antara kewenangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan jadi kendala yang paling berarti bagi Pemda Kepri.

Beruntung pemprov tidak patah arang, ibarat pepatah hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Pada awal tahun 2021, Kepri akhirnya mendapat jatah pungutan uang retribusi jasa labuh jangkar oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Keuangan.

Sedang selama ini, seluruh hasil pungutan berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu diketahui masuk ke kas negara bukan ke kas daerah.

Pada bulan Maret 2021, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi diketahui telah menetapkan lima titik labuh jangkar di wilayah Kepri, yaitu di Pulau Galang, Kabil Selat Riau, Pulau Nipah, Tanjung Berakit, dan Karimun.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Kepri Ansar Ahmad, kelima titik labuh jangkar itu ditargetkan mampu menghasilkan PAD sebesar Rp200 miliar per tahun.

Ansar tak muluk-muluk, target tersebut optimis dia capai karena ada sekitar 350-400 kapal yang melintas di perairan itu setiap harinya.

Apabila dalam sehari ada empat kapal yang parkir di lima titik labuh jangkar itu dengan ukuran rata-rata 50 ribu gross tonage. Maka, potensi pendapatan daerah adalah Rp700 juta per hari atau sekitar Rp200 miliar per tahun.

Ansar pun makin percaya diri momentum labuh jangkar jadi angin segar bagi pemulihan ekonomi Kepri imbas pandemi COVID-19.

Kondisi perekonomian Kepri yang terpuruk minus sebesar 3,20 persen pada 2020 digadang-gadangmulai pulih di tahun ini.

Ansar Ahmad optimis ekonomi Kepri 2021 tumbuh di angka 1,53 persen, hal itu berdasarkan hasil hitung-hitung investasi yang sedang berjalan, serapan APBD, daya beli masyarakat, industri UMKM, termasuk labuh jangkar.

Bahkan berdasarkan prediksi BPS, ekonomi Kepri bisa tumbuh di angka 3 persen, dengan catatan kasus pandemi COVID-19 turun drastis pada bulan April-Mei 2021 dan ditambah pintu masuk wisman ke Kepri sudah kembali dibuka dalam mendukung pemulihan ekonomi.

Perhatian pemerintah

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marves) yakin perekonomian Kepri makin tumbuh dan berkembang seiring Pemerintah Pusat memberi perhatian lebih terhadap daerah perbatasan Singapura dan Malaysia tersebut.

Penasehat Ahli Kemenko Marves Laksamana (Purn) Marsetio menyebut banyak potensi yang akan dikembangkan di Kepri.

Beberapa di antaranya, menjadikan Kota Batam sebagai gerbang fiber optik di wilayah Barat. Dengan tujuan, menarik minat perusahaan raksasa teknologi seperti facebook dan google agar memasang jaringan fiber optik di kawasan tersebut.

Selama ini perusahaan-perusahan terbaik dunia itu memasang jaringan fiber optik yang terpusat di Singapura. Padahal Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, dan ini sangat potensial untuk ditawarkan kepada mereka.

Kemudian, mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata bahari di daerah wisata Kepri Coral, Batam.

Kawasan wisata eksklusif itu diketahui sangat diminati wisman asal Singapura dan Malaysia sebelum pandemi melanda.

Selain itu, menjadikan Batam sebagai percontohan penerapan pusat ekosistem logistik nasional. Upaya ini dinilai mampu mendorong nilai ekspor dan impor yang berdampak pada peningkatan logistik Batam dan Indonesia.

Apabila dalam penerapnya berjalan sukses, hal serupa juga akan diterapkan di kawasan zona bebas (FTZ) Kepri lainnya seperti Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kota Tanjungpinang.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top