Guru Besar Unair Kembangkan Vaksin untuk Penderita Tumor Otak
Guru Besar Glioma Molekuler dan Bedah, Universitas Airlangga, Surabaya, Joni Wahyuhadi, mengatakan vaksin dapat memperpanjang harapan hidup penderita tumor otak. Meski telah menjalani operasi dan kemotherapi, penderita dengan pertumbuhan sel ganas, rata-rata hanya dapat bertahan 18 bulan.
SURABAYA - Guru Besar Glioma Molekuler dan Bedah, Universitas Airlangga, Surabaya, Joni Wahyuhadi, baru-baru ini mengatakan, ia bersama tim tengah melakukan penelitian untuk mengembangkan vaksin bagi penderita tumor otak.
Joni menjelaskan, tumor otak dengan pertumbuhan sel yang jinak banyak ditemukan di Indonesia antara 40-60 persen utamanya adalah jenis meningioma. Penderita meningioma dengan berbagai upaya seperti operasi, khemoterapi dan radiasi masih memiliki harapan untuk disembuhkan.
Namun bagi pasien yang terserang tumor dengan sifat sel yang ganas, Glioma, yang terganas Glioblastoma Multiforme, menjadi tantangan besar karena sampai saat ini upaya terapi yang ada belum mampu neningkatkan harapan hidup pasien.
"Meski sudah menjalani operasi, radiasi dan khemoterapi, hanya bertahan rata rata 18 bulan. Vaksin yang sedang diteliti ditujukan untuk memperpanjang harapan hidup pasien," ujarnya.
Untuk itu Joni dan tim berusaha mengembangkan vaksin yang dapat memberikan penderita tumor otak harapan hidup yang lebih panjang. Saat ini lanjutnya, pengembangan vaksin untuk pasien tumor otak dalam tahap riset awal.
"Sekarang riset kita masih pada tahap satu, meneliti molekul atau zat-zat yang nanti akan dibuat untuk bahan dasar vaksin. Harapan kami, vaksin ini nanti dapat memperpanjang usia pasien yang telah dioperasi sampai 30 persen (rata-rata saat ini 12 bulan)," tuturnya.
Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya ini merekomendasikan, penderita tumor otak juga dapat mengelola sendiri kondisi yang dialami agar tidak bertambah buruk.
"Selain pola hidup sehat dengan makan makanan-makanan yang tidak memicu kanker, penderita harus selalu menjaga pola pikir positive thingking. Karena kondisi psikologis yang stres dapat memperburuk sakitnya," tutur dia.
Kegawatan pada penderita, tambah Joni ditandai memberatnya gejala yang ada dan tidak jarang diikuti penurunan kesadaran secara gradual. Dua-tiga hari atau satu minggu, dan makin memberat.
Penurunan kesadaran yang mendadak dalam waktu menit atau detik, lebih sering akibat penyakit pembuluh darah otak. Hal ini perlu dipahami dan di tangani secara benar.
Keadaan ini akibat peningkatan mendadak dari tekanan dalam rongga kepala yang melampaui batas kompensasi rongga tengkorak. Sehingga struktur penting otak yang menjaga kesadaran kita tidak dapat berfungsi normal.
"Ini harus segera dideteksi penyebabnya. Tindakan diagnostik kegawatan yang terbaik adalah pemeriksaan CT Scan kepala, sehingga dokter bisa cepat memberikan bantuan sesuai dengan penyebabnya. Problem yang sering terjadi adalah keterlambatan akibat keterbatasan CT Scan pada pusat layanan," pungkasnya.
Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Komentar
()Muat lainnya