Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Nasional - Perlu Skala Prioritas dalam Merumuskan Kebijakan Guru

Guru Asing Hanya untuk Instruktur

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana pemerintah mendatangkan guru dari luar negeri tidak untuk menggantikan guru dalam negeri. Keberadaan guru asing itu, nantinya hanya bertugas sebagai instruktur untuk melatih para guru melalui program Training of Trainer (ToT).

Demikian dikatakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono saat konferensi pers Percepatan Peningkatan Kualitas SDM & Guru, di Jakarta, Senin (13/5).

Pernyataan Agus tersebut, sekaligus meluruskan pemberitaan yang menyebut pemerintah berencana mengimpor guru. "Tidak ada keinginan kita untuk mengimpor guru," tegasnya.

Ia menyebutkan, rencana mendatangkan guru asing ke Tanah Air tidak lepas dari membandingkan program Short Course guru ke luar negeri yang beberapa waktu lalu diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Agus menilai program mendatangkan guru bisa lebih ekonomis dibanding dengan mengirim guru ke luar negeri.

"Short Course secara ekonomois kalau kita ngirim 20.000 ke luar negeri cost nya lebih mahal daripada mendatangkan guru dari luar untuk melatih guru di sini," jelasnya.

Agus menyebut program guru asing untuk menjadi instruktur ini mirip dengan program pertukaran dosen di universitas-universitas di Tanah Air. Jadi secara program sudah biasa dilakukan dan bukanlah hal baru.

"Kalau ToT biasa dilakukan di perguruan tinggi juga lewat pertukaran dosen. Nah itu, jadi kita datangkan guru dari luar untuk melatih guru-guru kita," ujarnya.

Sejauh ini, kata Agus, salah satu cara agar bisa mendatangkan guru asing sebagai instruktur yaitu melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang sedang melaksanakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan membutuhkan dosen tamu untuk melakukan ToT.

Adapun untuk tingkat pendidikan, Agus menyebut guru yang akan dilatih lebih kepada guru SMK karena SMK sendiri kekurangan guru produktif.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim, menyatakan bahwa FSGI tidak keberatan jika kedatangan guru asing hanya sebatas sebagai instruktur para guru.

Skala Prioritas

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR, Reni Marlinawati mengatakan, pemerintah perlu melakukan skala prioritas dalam merumuskan kebijakan di sektor guru.

Ia mengakui bahwa gagasan mendatangkan guru dari luar negeri sebenarnya tidak melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

"Pasal 27 UU No 14 Tahun 2005 ada ketentuan tentang diperbolehkannya tenaga pengajar dari asing dengan catatan tunduk dan patuh pada kode etik guru dan peraturan perundang-undangan," ujar Reni.

Kendati demikian, politikus PPP ini mengingatkan agar pemerintah membuat skala prioritas dalam kebijakan di sektor guru di Indonesia. Ia mencontohkan persoalan guru honorer yang hingga saat ini masih belum dituntaskan oleh pemerintah. "Baiknya pemerintah membuat skala prioritas dalam kebijakan di sektor guru. Saya lebih mendorong agar pemerintah fokus merealisasikan PP No 49 Tahun 2018 terkait dengan guru honorer," tegas Reni.

Wakil Ketua Umum DPP PPP ini mengingatkan agar pemerintah lebih hati-hati dalam menyampaikan gagasan ke publik mengingat sensivitas persoalan guru honorer yang hingga saat ini masih belum tuntas di publik. "Baiknya hindari wacana yang menimbulkan polemik di tengah publik. Apalagi ini persoalan guru yang memang menjadi sorotan banyak pihak," tandasnya.ruf/eko/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top