Gerhana Matahari Membunuh Raja Siam
Foto: afp/ Mladen ANTONOVRaja Mongkut merupakan seorang raja yang mencintai astronomi. Ketika gerhana Matahari yang dinanti tiba, ia sibuk melakukan pengujian perhitungannya yang ternyata akurat. Namun kesibukan ini justru menimbulkan malapetaka baginya.
Sepanjang sejarah umat manusia, terjadinya gerhana merupakan peristiwa yang menakutkan. Bangsa Viking, Maya, Tiongkok kuno, mereka semua gemetar ketakutan ketika tiba-tiba Bulan atau Matahari menghilang dari langit.
Bayangkan menjadi petani atau penggembala biasa dan melihat Matahari menghilang dari langit tanpa peringatan. Berbagai budaya di seluruh dunia sering kali mengaitkan bencana alam dan kematian dini dengan gerhana.
Kematian terkenal yang dikaitkan dengan gerhana terjadi pada beberapa orang penting di zamannya. Mereka adalah Charlemagne dan ahli warisnya, Louis the Pious, putra Nabi Muhammad yaitu Ibrahim Ibnu Muhammad, dan Yesus dari Nazaret selama penyalibannya.
Sam Kean, penulis sains terlaris dan pengarang buku The Icepick Surgeon: Murder, Fraud, Sabotage, Piracy, and Other Dastardly Deeds Perpetrated in the Name of Science, pada laman Science History mengatakan, "Saat ini, kita cenderung mengabaikan kaitan semacam itu sebagai takhayul," kata Kean.
Namun, di kalangan penggemar astronomi, gerhana Matahari yang terjadi bulan Agustus 1868 di Asia tenggara dikaitkan dengan kematian Raja Siam sehingga dikenal sebagai gerhana Raja Siam. Peristiwa ini berperan dalam kematian Raja Mongkut atau Rama IV, yang paling dikenal di Barat sebagai tokoh dalam film musikal The King and I.
Dalam bahasa Siam, raja ini memiliki nama Phra Bat Somdet Phra Poramenthramaha Mongkut Phra Chom Klao Chao Yu Hua. Ia dikenal oleh negara asing sebagai Raja Mongkut yang hidup dari tanggal 18 Oktober 1804 - 1 Oktober 1868.
Ia adalah raja keempat dari Kerajaan Siam (Thailand) di bawah Dinasti Chakri. Ia memerintah dari tahun 1851 hingga tahun 1868. Sampai saat ini, dia adalah salah satu raja yang paling dihormati negaranya karena jasa-jasanya.
Gerhana tersebut memang secara tidak langsung menyebabkan kematian Mongkut. Namun kecintaannya yang mendalam terhadap ilmu astronomi sekaligus membantu menyelamatkan kerajaan itu sendiri dari kehancuran akibat penjajahan bangsa barat khususnya Inggris dan Prancis.
Mongkut lahir di Siam (sekarang Thailand) pada tahun 1804. Pangeran muda itu dipersiapkan untuk naik takhta sejak usia dini dan menurut semua catatan, ia menikmati kehidupan kerajaan. Kemudian untuk semantara ia meninggalkannya kemewahan. Pada usia 19 tahun, ia masuk biara Buddha. Bergabung dengan biara adalah langkah umum bagi para pemuda, sebuah cara untuk mengajari mereka kerendahan hati dan disiplin, yang sebanding dengan pangeran modern yang bersekolah di sekolah militer saat ini.
Namun, masa baktinya sebagai biksu tampaknya ditakdirkan untuk berumur pendek. Ketika ia belajar di biara tersebut ayahnya jatuh sakit dan meninggal dalam waktu satu bulan setelah ditahbiskan. Mongkut pun sepenuhnya berharap bisa naik takhta.
Namun, hidup belum berpihak padanya. Setelah ayahnya meninggal, para penasihat kerajaan dan petinggi dewan pangeran mengabaikan Mongkut muda demi saudara tirinya yang berusia 36 tahun yang bernama Chulalongkorn. Hal ini mungkin untuk menghindari pertikaian dinasti, apalagi Mongkut memang masih cukup muda.
Naiknya Chulalongkorn sebagai raja, menjadikan Mongkut tetap menjadi biksu dan mempertahankan gaya hidup yang keras seperti mengemis makanan, meninggalkan harta duniawi, menghindari kontak dengan perempuan. Hal ini sungguh mengecewakan bagi seorang pangeran.
Di biara ia memanfaatkan waktunya sebaik-baiknya. Ia memimpin serangkaian reformasi di ordo monastik Siam, menanamkan disiplin dan memperketat standar perilaku. Ia juga mulai mempelajari bahasa dan budaya Eropa, sebagian sebagai respons terhadap agresi Inggris Raya dan Prancis yang semakin meningkat di Asia tenggara.
Rezim sebelumnya sebagian besar menolak kepentingan komersial Eropa di negara tersebut, tetapi setelah kekalahan Inggris di Burma pada tahun 1826 dan kemudian Tiongkok pada tahun 1842, para penguasa Siam menyadari bahwa mereka tidak dapat lagi mengabaikan Barat.
"Untuk melawan gangguan, Mongkut harus memahami pandangan dunia penjajah. Di antara hal-hal lain, ia mulai mempelajari geografi dan sains Barat, dan khususnya tertarik pada astronomi," tulis Kean.
Kosmologi Kuno
Sebagai kerajaan kuno, Siam memiliki kosmologi sendiri termasuk rasi bintang yang unik. Bagian dari apa yang disebut orang Barat sebagai Ursa Major, beruang besar, mereka sebut bintang buaya. Orang Siam juga menggunakan planet dan bintang untuk membuat horoskop, merencanakan kalender mereka, dan menentukan tanggal untuk hari raya keagamaan.
Namun, Mongkut menyadari bahwa para biksu yang bertanggung jawab atas kalender Siam menggunakan teknik dan peralatan yang sudah ketinggalan zaman. Metode kuno yang digunakan menyebabkan hasil yang buruk dan tidak akurat.
Orang-orang Eropa telah mengalami masalah serupa sebelum mereformasi kalender mereka pada akhir tahun 1500-an. Jadi Mongkut mempelopori reformasi yang sebanding. Ia mulai membaca metode Barat untuk melacak Matahari dan bintang dan akhirnya memperbarui kalender Buddha Siam, membuatnya lebih akurat dan stabil.
Sementara itu, Mongkut menunggu untuk menjadi raja meskipun di beberapa titik kenaikannya tampak tidak mungkin karena kesehatannya yang buruk. Ia kehilangan semua giginya dan pada satu titik menderita stroke ringan.
Foto-foto dari tahun-tahun itu menunjukkan dia kurus kering dan berambut putih, sisi kanan wajahnya terkulai karena stroke. Akhirnya, pada tahun 1851, saudara tirinya meninggal. Setelah 27 tahun menjadi biksu, Mongkut naik takhta pada usia 46 tahun.
Mongkut menikah berkali-kali dan akhirnya menjadi ayah dari 80 anak selain dua anak yang dilahirkan saat remaja. Raja baru itu menghadapi tugas berat untuk menjaga Siam tetap independen dari penjajah Inggris dan Prancis yang mendekat dari semua sisi, yang ingin membagi negara itu. Dia harus melangkah dengan hati-hati.
Menjaga negaranya tetap independen juga memerlukan pertahanan dalam negeri yang kuat, tantangan yang paling menonjol dari dilemanya mengenai pendidikan anak-anaknya. Banyak orang Barat yang samar-samar menyadari tantangan ini karena musikal The King and I, yang alur ceritanya berkisar pada benturan dua budaya.
Mongkut ingin mencari guru untuk mengajarkan anak-anaknya cara-cara Barat tetapi tetap curiga terhadap kebanyakan orang Barat (terutama misionaris). Mereka itu dikhawatirkan akan mengubah anak-anaknya secara diam-diam dan merusak kerajaan.
Ia akhirnya memilih Anna Leonowens, seorang janda muda dari India yang mengelola sebuah sekolah di Singapura, yang pesona dan pengaruhnya membantu membuatnya beradab. Dan meskipun raja tentu saja sangat menghargai pelestarian cara-cara tradisional Siam, ia tahu jauh lebih banyak tentang aspek-aspek tertentu dari budaya Barat, terutama sains, daripada kebanyakan penjajah. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 4 Natal Membangun Persaudaraan
- 5 Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
Berita Terkini
- Jelang Natal, Tiket Penerbangan Sampit-Surabaya Ludes Terjual
- Arsenal Ditahan Imbang Everton, Nottingham Tembus 4 Besar
- Waspada Hujan Sejak Pagi hingga Sore di Seluruh Wilayah Jakarta Hari Ini
- Real Madrid Gagal Rebut Posisi Puncak Klasemen Liga Spanyol
- Taklukkan Augsburg 2-0, Bayer Leverkusen Naik ke Peringkat Kedua