Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemanfaatan SDA I Peran EBT Ditargetkan Paling Sedikit 23 Persen pada 2025

Genjot EBT untuk Kedaulatan Energi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi keharusan saat ini, tetapi pelaksanaannya tetap harus mempertimbangkan nilai keekonomian sehingga terjangkau bagi masyarakat.

Jakarta - Optimalisasi pemanfaatan potensi energi baru dan terbarukan (EBT) diyakini menciptakan kedaulatan energi di Indonesia. Sebab, potensi EBTdi Indonesia, terutama geothermal atau panas bumi sangat besar, tetapi pemanfaatannya masih minim.

"Kedaulatan energi di Indonesia sejatinya dapat tercapai apabila didorong dengan program energi baru dan terbarukan," kata Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, di Jakarta, Rabu (2/8).

Politisi Partai Demokrat itu memperingatkan Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menargetkan peran EBTpaling sedikit 23 persen pada 2025. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, energi panas bumi ditargetkan berkontribusi 4,8 persen atau sekitar 7.000 megawatt.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dari pembangkit panas bumi. Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyatakan pihaknya akan terus mendorong pengembangan EBTsesuai dengan komitmen Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada COP 21 di Paris bulan Desember 2015.

Baca Juga :
Kinerja Bisnis

"Panas bumi dapat diharapkan untuk memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kelistrikan di Indonesia," sebut Jonan.

Alasan Keekonomian

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, menekankan pengembangan energi baru terbarukan menjadi sebuah keharusan serta memenuhi unsur keekonomian agar pemanfaatannya tidak membebani masyarakat.

"Renewable energy adalah keharusan bukan lagi pilihan apakah kita memilih fosil atau renewable energy. Yang terpenting adalah keekonomiannya. Jangan sampai kita mengembangkan sesuatu, tapi yang kita kembangkan mahal sekali," kata Arcandra, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, sifat energi fosil bukan termasuk energi yang habis, namun tidak bisa diproduksi lagi.

Di bagian lain, guna mendorong pemanfaatan sumber EBTuntuk penyediaan tenaga listrik, Menteri Jonan akan menerbitkan revisi kedua atas Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017. Sayangnya, Kementerian ESDM enggan memaparkan isi revisi permen tersebut.

Sebelumnya, kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 43/ 2017. Dalam Permen ESDM 43/2017 yang direvisi hanya batas maksimum harga pembelian listrik dari tenaga air kapasitas di bawah 10 megawatt (MW) oleh PLN, sedangkan di permen baru nanti yang direvisi adalah patokan harga pembelian listrik dari tenaga surya, angin, biomassa, dan biogas.

Revisi kedua Permen ESDM 12/2017 juga menambahkan patokan harga pembelian listrik dari tenaga arus laut.

Di Permen ESDM 12/2017, harga pembelian listrik dari surya, angin, air, biomassa, dan biogas maksimal 85 persen dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik di daerah tempat pembangkit tersebut beroperasi. Misalkan, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dibangun di Maluku yang BPP-nya mencapai 2.900 rupiah/kWh, maka Independent Power Producer (IPP) pengembang PLTS dapat menjual listrik ke PLN dengan harga sekitar 2.465 rupiah/kWh.

Dalam Permen baru nanti, batas maksimum adalah 100 persen BPP setempat, bukan lagi 85 persen BPP setempat. Dengan demikian, jika BPP setempat 2.900 rupiah/ kWh, IPP dapat menjual listrik ke PLN dengan harga paling tinggi 2.900 rupiah/ kWh.

Untuk daerah dengan BPP sangat rendah atau di bawahBPP nasional, Permen ESDM 12/2017 menetapkan tarif maksimalnya sama dengan BPP secara nasional. ers/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top