Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gempa yang Memicu Kebangkitan Keterampilan Kerajinan Arsitektur Tradisional Nepal

Foto : AFP/Prakash MATHEMA

Restorasi Monumen | Pelestari warisan budaya dan pendiri Akademi Vokasi Nepal, Rabindra Puri (kanan), sedang mengamati para pengrajin memahat struktur batu di akademinya yang berada di Bhaktapur, pinggiran Kathmandu, Nepal, pada 14 Juni lalu. Tugas restorasi monumen yang berusia berabad-abad yang hancur akibat gempa bumi, telah memicu kebangkitan kembali keterampilan kerajinan arsitektural tradisional Nepal yang nyaris musnah. 

A   A   A   Pengaturan Font

Gempa bumi mematikan yang terjadi di Nepal delapan tahun lalu telah membuat monumen berusia berabad-abad menjadi puing-puing. Namun tugas restorasi yang besar-besaran telah memicu kebangkitan kembali keterampilan kerajinan arsitektur yang sempat memudar.

Tukang kayu bernama Dinesh Tamang misalnya, ia adalah satu dari ratusan pengrajin yang mempelajari keterampilan baru setelah gempa.

"Saya mendapat kesempatan bekerja di proyek rekonstruksi, membangun kembali kuil dan rumah yang rusak," kata Tamang, yang merupakan seorang pengangguran sebelum gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang menewaskan hampir 9.000 orang.

"Pekerjaan ini sangat bermanfaat," kata dia sambil dengan hati-hati mengukir pola rumit pada panel kayu dengan pahat dan palu.

Bencana gempa bumi tahun 2015 juga menghancurkan ratusan monumen dan istana kerajaan, termasuk situs Warisan Dunia UNESCO di Lembah Kathmandu yang menarik pengunjung dari seluruh dunia.

Di Nepal yang sangat religius, kuil dan situs warisan bukan sekadar tempat wisata, namun merupakan bagian integral dari kehidupan budaya dan spiritual. Permintaan masyarakat untuk pembangunan kembali kuil dan situs itu memicu kebutuhan akan pekerja yang mahir dalam teknik arsitektur tradisional termasuk pasangan bata dan pengerjaan kayu dan logam yang rumit.

"Nepal kaya akan warisan budaya," kata Tamang. "Anda melihat kuil di mana-mana dan saya selalu terpesona dengan desain kayunya," tutur dia.

Akademi Vokasi Nepal, tempat Tamang bersekolah, mengatakan pihaknya telah melatih ratusan keterampilan tradisional sejak gempa terjadi.

"Meskipun gempa tersebut merupakan peristiwa yang tragis, gempa tersebut telah menciptakan peluang di berbagai sektor," kata Rabindra Puri, seorang pelestari warisan budaya dan pendiri akademi tersebut. "Permintaan tenaga kerja terampil kini meningkat amat drastis," imbuh dia.

Puri mengatakan bahwa akademi tersebut memperluas fasilitasnya setelah gempa untuk memenuhi lonjakan permintaan pelatihan. "Setahu saya, lulusan kita tidak ada yang menganggur," ungkap dia.

Awalnya, banyak yang khawatir Nepal tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas besar pembangunan kembali. Kerusakan istana dan kuil terjadi pada periode antara abad ke-12 dan ke-18 ketika Lembah Kathmandu dibagi menjadi tiga kerajaan yaitu Kathmandu, Patan, dan Bhaktapur.

Para pemahat kayu, pematung batu, dan pekerja logam yang menciptakan kuil dan istana spektakuler datang dari lokasi yang amat jauh dan dibayar alakadarnya dari anggaran kerajaan.

Keterampilan ini secara historis dilakukan secara eksklusif oleh keluarga-keluarga yang tergabung dalam kelompok etnis Newa dan diwariskan dari generasi ke generasi. Namun seiring berjalannya waktu banyak yang memilih profesi lain.

"Ayah mereka tidak mau mengajari anak laki-lakinya, dan anak laki-lakinya tidak mau belajar, sehingga hampir punah," kata Puri.

Prioritaskan Kualitas

Saat ini pendanaan untuk rekonstruksi telah membuat profesi-profesi ini lebih berkelanjutan secara ekonomi.

Pemerintah telah menggelontorkan lebih dari 45 miliar dollar AS untuk memulihkan situs warisan budayanya, dengan proyek tambahan yang didanai dari negara-negara termasuk negara tetangga Tiongkok dan India, serta Jepang, Sri Lanka, Swiss, dan Amerika Serikat.

Sekitar 80 persen dari 920 bangunan bersejarah yang rata atau rusak, kini telah dibangun kembali.

Pelestari warisan budaya Rohit Ranjitkar, direktur Kathmandu Valley Preservation Trust, mengatakan meskipun minat baru dalam mempelajari kerajinan tradisional cukup menggembirakan, prioritasnya harus pada kualitas.

"Kualitasnya harus sesuai dengan monumen yang kita miliki. Keterampilan yang diwariskan dari generasi ke generasi ini tidak bisa dipelajari hanya dengan pelatihan beberapa bulan," ucap dia. "Latihan itu penting. Kita perlu melihat bagaimana mendorong mereka, sehingga mereka dapat meneruskan keterampilannya," imbuh dia.

Pakar kerajinan batu Kancha Ranjitkar, 82 tahun, yang mulai bekerja dengan ayahnya saat remaja, mengatakan dia merasa bahagia bisa bekerja sama bersama pengrajin yang lebih muda.

"Banyak keterampilan yang hilang," ucap dia. "Tetapi gempa ini memberikan kesempatan untuk mewariskan pengetahuan kita kepada generasi berikutnya, agar pengetahuan itu terus berlanjut setelah kita," pungkas dia. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top