Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Gara-gara Jatuhnya Pesawat Bermuatan Senjata, Hubungan Diplomatik Yunani-Serbia Memanas

Foto : Istimewa

Pesawat pengangkut Antonov An-12

A   A   A   Pengaturan Font

ATHENA - Pada sore hari tanggal 16 Juli 2022, sebuah pesawat pengangkut jenis Antonov An-12 jatuh di dekat Kota Kavala di timur laut Yunani, menewaskan delapan awak pesawat asal Ukraina. Pesawat itu milik maskapai penerbangan Ukraina, yang berangkat dari dari Kota Nis di selatan Serbia, dan membawa 11,5 ton mortir dan ranjau buatan Serbia.

Saat pesawat itu jatuh, muatan munisi yang berhamburan dan meledak sepanjang malam hari sehingga menyulitkan upaya pemadam kebakaran dan tim penyelamat.

Pilot sebelumnya melaporkan ada masalah mesin tak lama setelah lepas landas dan saat terbang di atas Laut Aegea utara.

Kecelakaan itu memperburuk hubungan diplomatik antara Yunani dan Serbia. Pemerintah Yunani tampaknya tidak mengetahui kargo sensitif dalam pesawat itu. Ternyata senjata sebanyak itu memang mau dikirim secara diam-diam.

Para penyelidik mengatakan orang di balik pengiriman senjata itu adalah Slobodan Tesic yang diduga salah satu pedagang senjata terbesar di Balkan dan sejak lama sudah ada dalam daftar sanksi AS. Masih belum jelas, apakah senjata itu memang akan dikirim ke Bangladesh, atau ke tujuan lain yang dirahasiakan.

Serbia adalah salah satu produsen senjata terbesar dan terpenting di Eropa tengah, sebuah tradisi yang dimulai sejak era Yugoslavia. Hampir seluruh industri senjata ketika itu adalah milik negara dan merupakan bagian penting dari perekonomian negara.

Serbia menjual hampir segala bentuk senjata, mulai dari pistol dan ranjau sampai artileri dan kendaraan lapis baja, juga sistem misil, drone, jet tempur, dan peralatan elektronik seperti radar.

Kementerian Pertahanan Serbia memperkirakan, nilai total ekspor senjata Serbia pada 2020 mencapai sekitar 600 juta dollar AS. Pembeli terpenting senjata dan peralatan militer Serbia adalah Uni Emirat Arab, Siprus, AS, Bulgaria dan Arab Saudi.

"Pelanggan industri ini menjangkau seluruh dunia, dan Serbia juga tidak terlalu peduli tentang siapa yang membeli senjata mereka," kata ilmuwan politik Vuk Vuksanovic dari Pusat Kebijakan Keamanan di Beograd.

"Serbia benar-benar ingin mendapat setiap dinar yang mungkin keluar dari industri ini, namun garis merahnya adalah negara tujuan ekspor tidak boleh berada di bawah sanksi PBB, dan tidak boleh mengalami konflik bersenjata," imbuh dia seraya menambahkan bahwa Serbia tidak selalu mengikuti aturan ini.

Kenyataannya, selama dua dekade terakhir, negara Balkan Barat ini berulang kali mengekspor senjata ke zona perang dan konflik dan mengirimkannya ke negara-negara yang berada di bawah embargo senjata.

Pada musim gugur 2019, terungkap bahwa senjata Serbia telah sampai ke tangan militan Islam di Yaman melalui Arab Saudi. Pada musim panas 2020, militer Azerbaijan menemukan senjata Serbia yang telah dijual ke Armenia dan mendarat di wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan. Dan pada Februari tahun ini, jaringan jurnalis investigasi Serbia menemukan bahwa senjata Serbia telah dikirim ke Myanmar bahkan setelah kudeta militer pada Februari 2021.

Ada juga spekulasi bahwa senjata yang dibawa pesawat naas itu sebenarnya tidak ditujukan untuk Bangladesh, melainkan untuk Ukraina. Namun Serbia maupun Ukraina membantah hal ini.

"Publik menanti jawaban mengapa ada sebuah pesawat Ukraina mengangkut senjata Serbia, sementara konflik internasional besar berkecamuk di wilayah Ukraina," kata Vuk Vuksanovic. "Mungkin saja amunisi rahasia itu memang ditujukan ke Ukraina 'untuk menyenangkan Barat, sementara Serbia juga menjaga hubungan dengan Russia," imbuh dia.

"Semua ini adalah bagian dari perilaku elite Beograd, menjaga keseimbangan mereka antara kekuatan internasional yang berbeda, dan sebagai imbalannya kedua pihak membeli senjata dari Serbia. Beberapa media melaporkan, presiden Aleksander Vucic dan partainya SNS 'mendapat bagian dari transaksi bisnis ini," ucap Vuksanovic.

Pedagang senjata Slobodan Tesic adalah salah satu donor besar SNS dan diberitakan memiliki paspor diplomatik. Namun Presiden Aleksander Vucic dan Menteri Petahanan Nebojsa Stefanovic menolak tuduhan itu. DW/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top