
Kamis, 27 Feb 2025, 23:55 WIB
G20: Stabilitas Global Terancam oleh Menurunnya Kerja Sama
Foto: IstimewaCAPE TOWN - Presiden Cyril Ramaphosa memperingatkan hari Rabu (26/2) memperingatkan, erosi multilateralisme mengancam pertumbuhan dan stabilitas global, dalam pertemuan keuangan G20 di Afrika Selatan yang ditandai dengan absennya menteri keuangan AS.
Dikutip dari Bangkok Post, pembicaraan dua hari oleh menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara ekonomi terkemuka dunia dibuka seminggu setelah pertemuan menteri luar negeri G20 diabaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang mengeluhkan "sifat anti-Amerikanisme" yang dilontarkan dalam pertemuan tersebut.
"Terkikisnya multilateralisme menghadirkan ancaman terhadap pertumbuhan dan stabilitas global," kata Ramaphosa dalam pidato pembukaannya.
"Pada masa meningkatnya pertikaian geopolitik ini, tatanan berbasis aturan sangat penting sebagai mekanisme untuk mengelola perselisihan dan menyelesaikan konflik," katanya.
G20, kelompok 19 negara serta Uni Eropa dan Uni Afrika, terbagi dalam sejumlah isu utama, mulai dari perang Rusia di Ukraina hingga perubahan iklim, dengan para pemimpin dunia bergegas untuk menanggapi perubahan kebijakan drastis dari Washington sejak kembalinya Presiden AS Donald Trump.
"Kerja sama multilateral adalah satu-satunya harapan kita untuk mengatasi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk pertumbuhan yang lambat dan tidak merata, meningkatnya beban utang, kemiskinan dan kesenjangan yang terus berlanjut, serta ancaman eksistensial perubahan iklim," kata Ramaphosa.
Menteri Luar Negeri Italia, Giancarlo Giorgetti menggemakan seruan tersebut, memperingatkan bahwa ketegangan geopolitik berisiko semakin memperlambat ekonomi global, terutama di negara-negara miskin.
"Proteksionisme, hambatan perdagangan, dan ketidakpastian politik mengancam pertumbuhan dan rantai nilai global, meningkatkan biaya produksi dan inflasi, serta melemahkan ketahanan ekonomi," katanya.
Afrika Selatan memegang jabatan presiden bergilir G20 tahun ini dan telah memilih tema "Solidaritas, Kesetaraan, Keberlanjutan".
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent mengatakan pada tanggal 20 Februari bahwa dia tidak akan menghadiri pertemuan di Cape Town karena dia terlalu sibuk.
Beberapa hari sebelumnya, Rubio menuduh tuan rumah G20 memilih tema "anti-Amerika". Hal ini menyusul kritik dari Trump tentang reformasi lahan di Afrika Selatan yang bertujuan untuk memperbaiki ketimpangan yang terjadi selama era apartheid.
Amerika Serikat diwakili pada pertemuan Cape Town oleh kepala Federal Reserve, Jerome Powell.
Kelompok 20 menyatukan ekonomi terbesar dunia, yang bersama-sama mewakili sekitar 85 persen PDB global, untuk membahas stabilitas ekonomi dan keuangan internasional.
Dunia yang berbahaya
Sementara beberapa negara memilih tidak mengirimkan menteri keuangan mereka, menteri keuangan dari Inggris, Swiss, dan Prancis hadir, demikian pula kepala Bank Sentral Eropa Christine Lagarde.
Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves akan menekankan pada pembicaraan tersebut bahwa peningkatan belanja pertahanan diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, kata Departemen Keuangan Inggris dalam sebuah pernyataan.
"Jelas kita menghadapi dunia yang lebih berbahaya," kata Reeves. "Keamanan nasional akan selalu menjadi tanggung jawab utama pemerintah ini dan merupakan landasan pertumbuhan ekonomi."
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer berjanji pada hari Selasa untuk meningkatkan anggaran pertahanan hingga 2,5 persen dari perekonomian pada tahun 2027, karena ketidakpastian melanda komitmen Trump terhadap keamanan Eropa sementara ia melakukan pembicaraan dengan Rusia mengenai perangnya di Ukraina.
Ramaphosa mengatakan prioritas Afrika Selatan untuk tahun ini di pucuk pimpinan G20 termasuk memperkuat ketahanan negara-negara miskin dalam mengatasi bencana alam.
"Meningkatnya angka bencana alam akibat iklim secara tidak proporsional memengaruhi negara-negara yang paling tidak mampu menanggung biaya pemulihan dan pembangunan kembali," katanya, seraya menyerukan "mekanisme pembiayaan dan asuransi yang inovatif" untuk meningkatkan pendanaan pencegahan dan rekonstruksi bencana.
Prioritas lainnya adalah membantu negara-negara berkembang mengatasi pembayaran utang, katanya.
"Biaya pembayaran utang semakin menggantikan pengeluaran untuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan layanan sosial lainnya, serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi," katanya.
Program Pembangunan PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan menjelang pertemuan tersebut bahwa pembayaran layanan utang yang membengkak di negara-negara termiskin telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan menyerukan tindakan "berani dan segera" untuk merombak sistem peminjaman.
Pembayaran bunga melebihi 10 persen dari pendapatan pemerintah di 56 negara berkembang, hampir dua kali lipat jumlah satu dekade lalu, katanya.
Tanpa akses yang lebih baik ke keringanan utang yang lebih efektif, banyak negara berkembang menghadapi krisis solvabilitas jangka panjang, demikian peringatannya.
Berita Trending
- 1 Milan dan Bologna Berebut Posisi Empat Besar
- 2 Bangun Infrastruktur yang Mendorong Transformasi Ekonomi
- 3 Guterres: Pengaturan Keamanan Global "Berantakan"
- 4 Sinopsis Film Iblis Dalam Kandungan 2: Deception Tayang 27 Februari
- 5 Harga Cabai Makin Pedas Saja Jelang Ramadan, Pemerintah Harus Segera Intervensi Pasar Biar Masyarakat Tak Terbebani