Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Negosiasi Kontrak I Pertemuan dengan Kemenkeu Membahas Tarif Pajak dan Royalti

Freeport Tidak Diberi Aturan Khusus

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kendati negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia berjalan alot, namun pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menegaskan tidak akan membuat aturan khusus untuk perusahaan tersebut.

JAKARTA- Menteri ESDM, Ignasius Jonan, di Jakarta, Rabu (5/7), menegaskan tidak akan memperlakukan Freeport secara khusus dibanding perusahaan-perusahaan tambang lainnya dalam hal syarat dan ketentuan perpanjangan kontrak. Hal itu dilakukan untuk menjaga equal treatment (perlakuan yang sama) terhadap semua perusahaan yang berinvestasi di Indonesia.

Demikian dikemukakan Jonan menanggapi masih alotnya negosiasi dengan pihak Freeport tentang perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang akan berakhir dalam beberapa tahun ke depan.

"Belum lewat dua bulan, kalau lewat itu sampai akhir Juli. Kita sepakat itu bisa selesai sebelum Oktober, namanya perundingan," kata Jonan.

Mengenai pertemuan delegasi Freeport dengan Kementerian Keuangan (Kemeneku), Jonan mengatakan langkah tersebut atas inisiatif dari Kemenkeu membahas mengenai pajak dan royalti atas perubahan kerja sama pemerintah Indonesia dengan Freeport.

Sementara itu, PT Freeport Indonesia mengharapkan negosiasi dengan pemerintah bisa segera berakhir dan dapat tercapai win to win solution atau sama-sama menguntungkan.

Baca Juga :
Permintaan Naik

"Kami juga berharap secepat mungkin kalau bisa kurang kenapa harus dua bulan, tapi kan tergantung proses perundingan itu sendiri," kata Direktur dan Executive Vice Presiden Freeport, Tony Wenas.

Kedua pihak, tambah Wenas, sepakat membahas empat poin untuk didiskusikan lebih mendalam.

Masih Alot

Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, mengatakan proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia masih berjalan alot. Alotnya perundingan kedua pihak terutama dalam hal penetapan sistem perpajakan, komitmen membangun smelter, divestasi saham 51 persen saham perusahaan, serta stabilitas atau kepastian investasi.

Kendati berjalan alot, proses negosiasi, katanya, terus berjalan karena belum ada kata sepakat yang bisa jadi keputusan mengikat kedua belah pihak.

Mengenai masa perpajangan operasi Freeport hingga 2041, dia memastikan adanya masa perpanjangan operasional 2 x 10 tahun yang telah tercantum dalam ketentuan berlaku. "Perpanjangan dilakukan dengan syarat smelter harus jadi dalam lima tahun ke depan," kata Gatot.

Selain syarat untuk membangun smelter, pemerintah juga berharap anak perusahaan Freeport Mc Moran itu patuh dengan ketentuan perpajakan di Indonesia, yaitu prevailing. Sistem tersebut memungkinkan tarif berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam sistem perpajakan pemerintah.

Sementara itu, Freeport menginginkan sistem perpajakan nail down, yakni tarif pajak yang berlaku tetap selama masa kontrak dan tidak akan berubah meskipun sistem perpajakan Indonesia berubah.

Sistem prevailing, jelasnya, sudah sesuai dengan perubahan status konsesi Freeport dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sehingga bisa melakukan ekspor konsentrat.

"Freeport ingin ketentuan pajak sesuai Kontrak Karya atau nail down. Padahal dengan Kontrak Karya, sesuai UU Minerba, Freeport tidak boleh melakukan ekspor konsentrat," katanya.

Selain belum menerima Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK), perusahaan juga belum menerima salah satu persyaratan dalam IUPK, yakni mendivestasikan saham mereka kepada pemerintah hingga 51 persen. ers/bud/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top