Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pilkada Lampung I DPRD Tidak Bisa Mengintervensi dan Memanggil Bawaslu

Fitnah Terstruktur, Sistematis, dan Masif Makin Terkuak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Intimidasi ke warga di berbagai kabupaten di Lampung untuk mengakui menerima uang dari paslon nomor tiga, menunjukkan bahwa fitnah terstruktur, sistematis, dan masif makin terkuak.

BANDAR LAMPUNG - Berbagai upaya fitnah terstruktur, sistematis, dan masif makin terkuak dilakukan oleh sejumlah pihak kepada pasangan Calon Gubernur Lampung dan Calon Wakil Gubernur Lampung Arinal Djunaidi - Chusnunia. Mereka melakukan rekayasa money politics dengan memanggil saksi yang sudah meninggal.

Bahkan DPRD melakukan intervensi dengan memanggil Bawaslu. Kuasa Hukum Pasangan Calon Gubernur Lampung dan Calon Wakil Gubernur Lampung Arinal Djunaidi-Chusnunia, Mellisa Anggraini SH, MH menyatakan semakin terkuak fitnah terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) kepada kliennya.

"Banyaknya intimidasi di berbagai kabupaten untuk mengakui menerima uang dari paslon nomor tiga. Aparat penegak hukum harus jeli dan awas terhadap perilaku yang melawan hukum. Hal ini akan menimbulkan ekses buruk Pilgub yang saat ini telah berjalan aman, lancar, dan kondusif," kata Mellisa, di Bandar Lampung, Senin (2/7).

Sementara itu, tindakan DPRD Lampung memanggil Bawaslu mendapat kritikan dari Direktur Lingkar Madani untuk Demokrasi Indonesia (Lima), Ray Rangkuti. Menurut Ray, tindakan DPRD Lampung memanggil Bawaslu terkait hasil real count itu kontraproduktif. Bahkan dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap kemandirian penyelenggara pemilu.

DPRD dan partai itu bagian dari tim pemenangan paslon. Jadi aneh kalau mereka memanggil Bawaslu, itu inkonstitusional. Menurut Ray, adanya real count merupakan cara dari komisi pemilihan untuk menegakkan transparansi hasil pemilihan kepada publik. Harusnya itu diapresiasi. Meski bukan hasil resmi, tapi setidaknya hasil real count bisa jadi alat kontrol bagi publik.

Dipertanyakan Motifnya Jika DPRD mempersoalkan itu, patut dipertanyakan motifnya. Jangan sampai kemudian ada intervensi terhadap kerja penyelenggara pemilihan. Andaipun ada indikasi kecurangan, UU Pilkada sudah menyediakan mekanismenya. Misalnya kalau ada dugaan money politics, sudah ada Bawaslu atau panitia pengawas pemilihan yang punya otoritas menuntaskan itu, bukan DPRD.

Apalagi, menurut Mellisa, dalam Pilgub Lampung tahun ini tidak cukup bukti adanya money politics. Terkait dangan fitnah yang ditujukan kepada kliennya, Mellisa menegaskan pihaknya tidak segan-segan untuk melaporkan warga ataupun pihak yang memainkan hukum. "Kami akan laporkan bila warga memberikan keterangan palsu dalam proses laporan ke Bawaslu Lampung," tuturnya.

Hal ini dilakukan karena melaporkan pelanggaran dugaan money politics setelah pencoblosan, apalagi sesudah ada hasil quick count. Kalau sudah kalah baru melaporkan, tambah Mellisa, itu namanya fitnah. Mellisa menegaskan bahwa di lapangan juga sudah terjadi keanehan saksi yang telah meninggal dipanggil.

"Jadi jangan berbuat di luar aturan hukum. Orang meninggal sampai dipolitisir menjadi saksi, kan kasihan," tegasnya. Mellisa menambahkan bahwa tim hukum Arinal - Nunik tidak akan tinggal diam dan siap melaporkan balik. "Kami tidak akan tinggal diam dengan upaya-upaya yang menjatuhkan klien kami dengan laporan dan pemberian keterangan palsu dari mereka hingga adanya pemaksaan dan intimidasi," tandasnya.

Sementara itu, Bawaslu Lampung memanggil warga Kabupaten Lampung Timur, H Samijo yang telah wafat dua tahun lalu untuk memberikan keterangan terkait pembagian uang yang dilakukan oleh Siti Puriha. "Iya saya menerima surat dari Bawaslu Lampung yang ditujukan kepada Bapak H Samijo. Kami pihak keluarga tidak terima, orang yang sudah meninggal dibawa-bawa," kata Supriyanto keponakan almarhum Samijo. ags/eko/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top