Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Fenisia, Bangsa Bahari Tangguh Penguasa Mediterania

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam sejarah kuno, masyarakat Fenisia adalah dikenal sebagai bangsa pelaut hebat. Mereka adalah bangsa bahari (thalassocracy) yang mengorganisasi beberapa negara kota mirip dengan yang dilakukan oleh orang-orang Yunani.

Bangsa Fenisia (Phoenicians) mendiami wilayah Lebanon, Suriah selatan dan Israel utara. Menyebarkan ke barat, warga Fenisia mendirikan koloni di Siprus dan di wilayah Laut Aegea termasuk termasuk pantai Turki, di pulau-pulau Malta, Sardinia, Sisilia dan Kepulauan Balearic. Selain itu mereka juga tinggal di Afrika utara, Spanyol dan Portugal.
Kemungkinan asal nama historis untuk budaya semitik/Kanaan ini mungkin berasal dari bahasa Yunani kuno phoiník? yang berarti "tanah ungu". Hal ini karena orang-orang Fenisia terkenal di zaman itu sebagai produsen pewarna ungu gelap yang elegan sebagai sebagai komoditas langka dan berharga.
Penduduk negara-negara kota Fenisia di sepanjang pantai Mediterania timur seperti Sidon dan Tire, menyebut dirinya sebagai bangsa Kenaani (Kanaan). Sebutan yang berkaitan dengan negara-negara kota khusus mereka misalnya "Sidonians" atau "Tyrians."
Budaya Fenisia berasal dari wilayah Mediterania timur Levant seperti Suriah selatan, Lebanon dan Israel utara pada milenium ke-2 SM. Orang-orang Fenisia mendirikan negara-negara kota pantai (coastal city-states) seperti Byblos, Sidon dan Tire (Kanaan kuno).
Selama berabad-abad, pedagang dan penjelajah dari negara-negara kota ini menyebar ke seluruh Laut Tengah. Bahkan orang-orang Fenisia telah berlayar hingga Kepulauan Inggris untuk membawa kembali timah yang langka di Mediterania. Bahan ini dicampur dengan tembaga dari pulau Siprus sebagai pijakan bagi mereka dalam membuat perabotan dari perunggu.
Puncak kejayaan Fenisia terjadi pada abad-abad setelah runtuhnya zaman perunggu akhir pada 1200 SM. Negara kota Levantine mengambil keuntungan dari kekosongan kekuasaan yang diciptakan oleh jatuhnya beberapa peradaban besar besar seperti Mycenaeans, Kerajaan Ugarit, Mesir dan Het.
Sidon dan Tite menjadi pusat dari peradaban Fenisia yang paling dominan dan berpengaruh pada abad 1200 SM. Namun kota terbesar paling makmur dari semua negara-kota yang didirikan oleh bangsa Fenisia ini adalah Kartago yang berada di Tunisia saat ini. Menurut legenda, kota itu didirikan pada 813 SM oleh Ratu Dido.
Pada masa puncaknya, Kartago hampir menaklukkan saingan terbesarnya, Republik Romawi.

Ekspansi
Ekspansi yang dilakukan orang-orang Fenisia menghasilkan keuntungan ekonomi melalui jalur laut. Selama selama berabad -abad, pos perdagangan dan koloni Fenisia menyebar ke barat melintasi Mediterania.
Sebelum runtuhnya zaman perunggu akhir 1200 SM, pedagang Kanaan telah dibatasi di pantai Levantine yang berada di Lebanon, Israel utara dan Suriah, Mesir, dan pantai selatan Anatolia atau Turki saat ini.
Sementara orang-orang Minoa di Kreta telah memblokir pintu masuk ke Aegean, mengendalikan semua perdagangan di daerah itu, dan mungkin bahkan memonopoli perdagangan lebih jauh ke barat.
Kota-kota pesisir Kanaan biasanya diatur oleh Mesir, dan salah satu bisnis utama mereka menyediakan kayu pohon aras Lebanon dan anggur ke wilayah Nil.
Orang Fenisia dikenal sangat agresif. Mereka kerap mencoba mengisi kekosongan di kota-kota yang mereka ditemui untuk dijadikan pusat ekonomi. Laut Aegea, Mesopotamia, dan Mesir adalah kota-kota yang berada dibawah bangsa itu.
Ketika Fenisia tumbuh semakin makmur, hal itu menarik banyak musuh, terutama Asyur dan Babilonia. Dalam menghadapi serangan berulang atau pembayaran upeti yang besar, negara kota Tirus mengadopsi strategi mendirikan koloni di barat.
Koloni Fenisia yang paling penting adalah di Kartago yang didirikan pada abad ke-9 SM. Koloni penting lain Fenisia adalah Sisilia, Korsika, Malta, Sardinia, dan Spanyol.
Selama 500 tahun berikutnya, Kartago tumbuh pesat dalam ukuran dan kekuatan. Sebagian besar kekayaannya berasal dari tambang bijih yang sangat produktif di Spanyol
Negara kota asal Fenisia secara berkala jatuh ke tangan musuh sejak dari sekitar 900 hingga 332 SM. Mereka tidak pernah cukup kuat untuk menahan pasukan yang kuat dari Asyur, Babel, dan Persia.
Dimulai pada 334 SM dengan pengepungan Tirus, Alexander Agung mengambil negara-kota Fenisia di Mediterania timur satu per satu, mengakhiri kemerdekaan mereka.
Hilangnya wilayah yang dimiliki menjadikan budaya Fenisia ikut hancur. Beberapa diantaranya berubah menjadi bangsa Makedonia atau Yunani dan kehilangan identitas mereka sebagai Fenisia. Kartago, yang menjadi yang tetap independen selama hampir 200 tahun sampai akhirnya harus bertemu dengan Romawi.
Pada akhir Perang Punisia perang antara antara Kartago dan Roma yang berlangsung lebih dari satu abad, orang-orang Kartago dibantai atau dijadikan sebagai budak. Kota mereka pun dihancurkan pada 146 SM. hay/I-1

Memonopoli Perdagangan Komoditas Penting

Perekonomian Fenisia awal dibangun di atas penjualan kayu, pengerjaan kayu, pembuatan kaca, pengiriman barang seperti ekspor anggur ke Mesir, dan pembuatan pewarna. Pewarna Fenisia mulai dari merah muda hingga ungu tua, dibuat dari sekresi siput laut bernama murex.
Di Roma, pewarna yang sangat didambakan ini disebut tirus ungu dengan nilainya lebih berharga dari emas. Karena produk pewarna ini, secara bertahap negara-negara kota di bawah Fenisia menjadi pusat perdagangan dan manufaktur maritim.
Dengan sumber daya terbatas, Fenisia mengimpor bahan mentah dan mengolahnya menjadi benda yang lebih berharga, seperti perhiasan, ukiran gading. Bukti tersebut berada di situs-situs Mesopotamia dan pada perabotan logam yang ditemukan di Siprus.
Mereka mendapatkan teknik dan gaya seni dari seluruh penjuru dunia yang diperoleh melalui perdagangan. Gaius Plinius Secundus, seorang Romawi kuno yang menulis tentang bangsa Fenisia beberapa dekade setelah jatuhnya Kartago, menyatakan bahwa bangsa ini yang "menciptakan perdagangan".
Pada 1958 M, tumpukan perhiasan emas berhias yang dijuluki harta karun El Carambolo ditemukan terkubur di dekat Sevilla, Spanyol. Enam puluh tahun kemudian, analisis menggunakan radioisotop menyimpulkan bahwa emas tersebut berasal dari tambang Spanyol di dekatnya tetapi ornamen dibuat menggunakan teknik Fenisia.
Pada 2014, bangkai kapal Fenisia berusia 2.700 tahun ditemukan di lepas pantai Malta yang membawa kiriman batu gerinda yang terbuat dari batu lava dan sejumlah amphora. Untuk melindungi dari kekayaan yang ada Spanyol, Fenisia memperkuat benteng di Sisilia dan Afrika utara untuk menghalangi akses pedagang lain.
Spanyol memiliki perak dan bijih tambang lain, pantai Afrika barat memiliki emas, kayu eksotis, dan budak, dan Inggris memiliki timah. Semua bahan penting untuk membuat perunggu itu dikuasai masyarakat Fenisia.
Sejarawan Yunani kuno, Herodotus, menulis bahwa di masa lalu, masyarakat Fenisia mengajari orang-orang Yunani di Boeotia sistem penulisan yang kemudian menjadi abjad Yunani. Dia juga mencatat para pedagang Fenisia membawa kemenyan ke Aegea dan mengajari orang Yunani kata untuk nama rempah-rempah kayu manis.
Orang Fenisia beragama politeistik. Mereka mempercayai dewa-dewa dan memberi pengorbanan kepada Dewa Baal, Dewa Badai, dan pendampingnya, Tanit, untuk mencegah bencana. Catatan kitab Romawi dan Yunani menceritakan tentang adanya praktik pengorbanan anak secara teratur. Namun banyak sejarawan modern mengatakan semua itu hanya bentuk propaganda anti-Fenisia. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top