Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz, Terkait Evaluasi Pemilu Serentak

Evaluasi Pemilu Jangan Dilakukan Tergesa-gesa

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Muncul usulan agar pemilu serentak dievaluasi. Untuk mengupas itu, Koran Jakarta mewawancarai Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz, di Jakarta, Rabu (1/5).

Sebagai pegiat pemilu, bagaimana pandangan Anda atas pelaksanaan pemilu serentak?

Begini, kita bicara dulu prinsip dasarnya. Pemilu serentak yang menjadi putusan MK tahun 2013 dan dilaksanakan pada Pemilu 2019 bukan sekadar menyangkut perubahan sistem, tetapi sebuah desain sistem yang memiliki tujuan-tujuan tertentu.

Berbagai problem kenegaraan seperti pemerintahan presidensialisme, sistem kepartaian, efektivitas lembaga perwakilan dan sebagainya, yang muncul pasca-Indonesia memasuki era transisi demokrasi menjadi isu yang hendak dijawab melalui rekayasa politik ini. Dengan demikian, pemilu serentak bukan desain yang tiba-tiba muncul, tetapi hasil dari mitigasi atas berbagai soal yang terjadi sejak 2004 dan 2009 dalam tata kelola sistem politik Indonesia.

Jadi, pemilu serentak ini sebenarnya sudah on the track?

Begini, sistem konstitusi kita menentukan bagaimana sistem pemerintahan dalam konstitusi akan menentukan sistem pemilu. Ketentuan ideal pemerintahan presidensialisme Indonesia yang diatur Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa presiden terpilih tidak cukup hanya memperoleh legitimasi dari mayoritas popular vote atau pemilih, tetapi juga harus memperoleh dukungan kursi mayoritas di DPR untuk menghasilkan produkproduk kenegaraan setingkat UU ataupun kebijakan-kebijakan lain yang membutuhkan persetujuan antardua cabang kekuasaan yakni eksekutif dan legislatif.

Terhadap usulan evaluasi Pemilu serentak 2019, Anda setuju?

Setiap sistem yang baik pasti membutuhkan dan bahkan meniscayakan adanya evaluasi bagi perbaikan. Tetapi, dengan segala kompleksitas yang terjadi dan proses yang saat ini sedang berlangsung, apakah sudah sangat layak dan tidak tergesa-gesa jika kita hendak melakukan evaluasi. Lebih-lebih, akibat persoalan-persoalan teknis lapangan yang menjadi wilayah otoritas administrasi kepemiluan, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP tiba-tiba ramai muncul evaluasi sistem. Apalagi hendak memisahkannya kembali.

Jadi?

Karena begini, ketika pemilu diserentakkan, konsekuensi dasarnya adalah pemilu presiden menjadi mayor, sedangkan pemilu legislatif menjadi minor. Pengetahuan atas bagaimana sistem yang dipakai akan bekerja, akan menentukan bagaimana perilaku para pengguna seperti peserta, penyelenggara, dan pemilih sebagai srespon terhadap bekerjanya suatu sistem. Sayangnya, ada kegagapan di antara para aktor dalam memahami dan meresponsnya, dengan mengusulkan untuk mengubah sistem dan melaksanakannya secara terpisah.

Anda tak setuju kalau kemudian pemilu kembali dipisahkan?

Tentu ini sangat disayangkan, karena setiap sistem apa pun yang dipilih memiliki misi. Salah satunya membiasakan atau membudayakan penggunanya. Jadi, dalam konteks ideal, sistem yang dipakai sebaiknya dua atau tiga kali diterapkan. Evaluasi dilakukan dalam rangka perbaikan atas beberapa hal yang masih kurang, tanpa harus mengubah keseluruhan.

Jadi, apa fokus evaluasi pemilu jika itu memang hendak dievaluasi?

Jika pun lakukan evaluasi, mungkin perlu dipertimbangkan beberapa hal. Pertama, coba fokus ke lembaga administrasi pemilu, bagaimana dalam rentang waktu hampir dua tahun ini menyiapkan pelaksanaan dan antisipasi terhadap berbagai masalah terkait dengan kompleksitas sistem. Kedua, tetap dalam bingkai pemilu serentak. Kemudian menelisik kompatibilitas sistem pemilihan legislatif dalam hal ini pemilihan anggota DPR dan DPRD dalam keserentakan pemilu.

Apakah daftar terbuka memang kompatibel atau sistem pileg lainnya. Jika pemilu serentak dengan daftar terbuka tetap dipertahankan, apakah teknologi informasi seperti e-voting ataupun e-counting dapat dipercayai para pihak untuk menjembataninya, atau akan muncul alternatif-alternatif lainnya. Dan ketiga, sebaiknya kita tidak terburuburu dalam mengambil kesimpulan tertentu. Proses masih berjalan, dan kita belum memiliki berbagai informasi dan data secara memadai untuk lakukan penilaian. agus supriyatna/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top