Kamis, 27 Feb 2025, 17:06 WIB

Era Kejayaan G7 Mulai Redup, Peta Ekonomi Global Bergeser

Sejumlah bendera Kelompok G7, terdiri dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia dan Jepang.

Foto: ANTARA/Anadolu

JAKARTA - Negara G7 (Group of Seven) adalah kelompok tujuh negara dengan ekonomi terbesar dan paling maju di dunia, meliputi Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang. 

G7 berperan penting dalam membahas isu-isu global seperti ekonomi, perdagangan, keamanan, perubahan iklim, dan kebijakan internasional. Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti organisasi internasional lainnya, keputusan dan kebijakan yang dihasilkan oleh G7 sering kali mempengaruhi ekonomi dan politik dunia.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan bahwa ada penurunan dominasi ekonomi dari negara-negara maju yang tergabung dalam G7 (Amerika Serikat/AS, Inggris, Jerman, Jepang, Italia, Kanada, dan Prancis).

Dominasi ekonomi G7 yang melemah ditandai dengan penurunan pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) global dari 67 persen pada tahun 1990 menjadi 44 persen pada 2022.

“Kita bisa lihat dinamika utama, ada penurunan dominasi dari negara-negara maju yang tergabung pada G7,” ujar Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas Laksmi Kusumawati dalam Seminar Nasional: Outlook Hukum dan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Kamis.

Saat ini, lanskap global semakin terfragmentasi dan tak dapat diprediksi dengan banyak pemain yang mempengaruhi berbagai wilayah dan sektor.

China menjadi pemain penting dalam dinamika ekonomi global karena mengalami kebangkitan dengan pangsa PDB meningkat dari 2 persen pada tahun 1990 menjadi 17 persen pada tahun 2022. Negara Tirai Bambu menjadi kekuatan manufaktur utama dan mitra dagang terbesar bagi banyak negara.

Pertumbuhan China diiringi perubahan kebijakan perdagangan AS yang menciptakan potensi perang dagang, fluktuasi dolar AS yang menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan global, dan penurunan biaya pengiriman yang menunjukkan pelemahan permintaan global.

“Ini bisa menjadi tantangan dan peluang bagi Indonesia,” katanya.

Tantangan yang muncul akibat sejumlah dinamika ekonomi global ialah peningkatan hambatan perdagangan (proteksionisme). Hal ini tercermin dari kekhawatiran ekonomi dan keamanan, terutama yang ditujukan pada dominasi manufaktur China.

Di sisi lain, absennya pemimpin global tunggal memperburuk kompleksitas geopolitik, memicu persaingan regional, dan ketidakstabilan.

Adapun peluang dari keadaan ekonomi global terkini ialah kesempatan bagi pertumbuhan industri di negara berkembang di tengah sengketa tarif antara kekuatan besar.

“Ekonomi berkembang ini juga mengalami peluang dengan adanya pertumbuhan industri untuk di negara-negara berkembang,” ungkap Laksmi.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: