Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Subsidi BBM

Energi Fosil Makin Memberatkan Keuangan Negara

Foto : KORAN JAKARTA/M FACHRI

Menkeu, Sri Mulyani menyerahkan dokumen kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah semestinya lebih realistis dan mengakui kalau energi fosil justru semakin memberatkan keuangan negara. Kalau tahun lalu Presiden mengatakan transisi energi jangan membebani APBN maka saat ini faktanya karena Indonesia lamban mengembangkan energi terbarukan sehingga harus menanggung beban subsidi energi fosil yang tinggi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, di Jakarta, Selasa (23/8), menyarankan agar kebijakan berupa insentif fiskal tidak lagi mendukung penggunaan energi fosil. "Insentif untuk kendaraan pengguna BBM harus dihentikan dan diberikan kepada masyarakat yang beralih ke kendaraan listrik, khususnya motor listrik," kata Fabby.

Selain subsidi BBM, pemerintah juga mensubsidi batu bara untuk PLN lewat kebijakan harga domestic market obligation (DMO). Oleh karena itu, pemerintah harus berpikir jernih dan mengakselerasi energi terbarukan di sektor listrik dan transportasi.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan anggaran untuk subsidi energi berpotensi melebar 198 triliun rupiah jika harga BBM bersubsidi yakni pertalite dan solar tidak naik.

"Kita perkirakan subsidi harus nambah bahkan mencapai 198 triliun rupiah. Kalau kita tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) 502 triliun rupiah tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai 698 triliun rupiah," kata Menkeu.

Sri Mulyani menuturkan subsidi energi sendiri sudah mengalami kenaikan tiga kali lipat, yaitu dari 158 triliun rupiah ke 502,4 triliun rupiah, namun ternyata belum cukup untuk menutup kebutuhan subsidi BBM hingga akhir tahun.

Subsidi energi sendiri terakhir dinaikkan pada Juli menjadi 502,4 triliun rupiah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.

Kenaikan subsidi energi menjadi 502,4 triliun rupiah pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dollar AS per barel, dan kurs 14.450 rupiah per dollar AS. "Harganya 5 persen lebih tinggi kan kita asumsikan 100 dollar per barel, ternyata 104,9 dollar AS per barel," kata Menkeu.

Apalagi, konsumsi masyarakat saat ini terhadap BBM bersubsidi sangat meningkat dari perkiraan 23 juta kiloliter hingga akhir tahun menjadi 29 juta kiloliter.

Lakukan Mitigasi

Menkeu pun mengaku telah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo kalau subsidi yang telah ditetapkan 502,4 triliun rupiah bakal terlampaui jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi. Langkah mitigasi yang dimaksud, yaitu pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi, menaikkan pagu anggaran subsidi energi menjadi 698 triliun rupiah atau menaikkan harga BBM bersubsidi.

Kalau opsi menaikkan subsidi, dia mengaku beban APBN sudah sangat berat karena itu saja sudah naik tiga kali lipat dari yang ditetapkan semula 158 triliun rupiah.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top