Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Empat Produsen Kuasai Bisnis Minyak Goreng

Foto : ANTARA/Asprilla Dwi Adha

Sejumlah warga dan pedagang mengantre membeli minyak goreng murah di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis (3/2). Berdasarkan kebijakan pemerintah Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah 11.500 rupiah per liter, minyak goreng kemasan sederhana 13.500 rupiah per liter dan minyak goreng premium 14.500 rupiah per liter.

A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah kalah kuat dengan kartel bisnis minyak goreng (migor). Meskipun Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meredam kenaikan harga, namun langkah langkah itu tidak berhasil menurunkan harga. Pasokan migor tetap langka di pasaran. Kalaupun ada, harganya tinggi sehingga tetap membebani masyarakat dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Anehnya, kendatipun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai itu merupakan gejala awal adanya praktik kartel, Kemendag justru tak sepakat. Dua lembaga negara ini berbeda jalan. Padahal, Kemendag telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, seperti kebijakan satu harga, penerapan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi para eksportir dan menentukan harga eceran tertinggi (HET), namun semua itu tidak efektif.

Pada Jumat (4/2) lalu, KPPU mulai memanggil para pihak terkait, khususnya produsen minyak goreng, guna meminta keterangan dan mencari alat bukti terkait dugaan persaingan usaha tidak sehat di sektor minyak goreng.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, menjelaskan pemanggilan tersebut merupakan tindak lanjut temuan kajian KPPU atas permasalahan lonjakan harga minyak goreng belakangan ini. Dari tiga panggilan yang dialamatkan KPPU kepada produsen, dua di antaranya dijadwalkan ulang di pekan depan.

"Kajian KPPU menyimpulkan bahwa terdapat struktur pasar oligopolistik di sektor minyak goreng, karena hampir sebagian besar pasar minyak goreng (Ciri 4 atau concentration ratio empat perusahaan terbesar) dikuasai oleh empat produsen," tegas Deswin, di Jakarta, Jumat (4/2).

Ia menuturkan KPPU juga menemukan adanya indikasi kenaikan harga yang serempak dilakukan pelaku usaha pada akhir tahun lalu. Faktor ini membuat KPPU membawa persoalan ini pada ranah penegakan hukum sejak 26 Januari 2022.

Pada awal proses penegakan hukum perkara inisiatif ini, KPPU fokus kepada menemukan minimal satu alat bukti pelanggaran Undang-Undang No 5 Tahun 1999, berikut dengan dugaan pasal-pasal yang dilanggar serta terlapor yang terlibat. Proses pemanggilan dilakukan sejak hari ini kepada tiga produsen minyak goreng dan akan dilanjutkan dengan pemanggilan produsen-produsen minyak goreng lain di pekan mendatang.

Ketua KPPU, Ukay Karyadi, berharap agar produsen besar yang menguasai bisnis minyak goreng kooperatif atau tidak mempersulit proses investigasi. "Kami minta perusahaan-perusahaan besar ini tidak menunda-nunda kalau dipanggil. Toh, ini kan untuk membersihkan juga nama mereka jika tak terbukti," ujarnya.

Memperkuat pernyataan Deswin, Ukay menerangkan praktik kartel itu umumnya ada dalam pasar yang oligopoli. Sebab, semakin sedikit pelaku usaha kian gampang juga mereka bersepakat.

Adanya kartel, terang dia, karena dominasi kelompok usaha yang berintegrasi secara vertikal. Mereka menguasai bisnis ini dari hulu hingga hilir. Di sisi hulu, mereka mendulang keuntungan dari kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar global, sementara sisi hilir meraup keuntungan dari kenaikan harga minyak goreng.

Terdapat konsentrasi pasar sebesar 46,5 persen di pasar minyak goreng. Artinya, hampir setengah pasar dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO, hingga produsen minyak goreng.

Investigasi oleh KPPU karena lonjakan harga minyak goreng dari bulan Oktober 2021 hingga mencapai 20.000 rupiah per liter. Janggalnya, meskipun Malaysia juga sama dengan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar, harga minyak goreng di Negeri Jiran tetap stabil, bahkan lebih murah daripada di Indonesia.

Ukay menegaskan KPPU tidak akan main-main sebab bukan kali ini saja KPPU menindak tegas pelaku usaha minyak goreng. Pada tahun 2010, KPPU juga menghukum pelaku kartel minyak goreng. "Jadi, bukan kali ini saja kami tindak tegas kartel minyak goreng," tegasnya.

Cari Cara

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan perusahaan CPO ini sudah lama ada, bahkan jauh sebelum KPPU terbentuk. Bahkan, industri CPO merupakan penyumbang devisa terbesar kedua.

"Mestinya, kata dia, jika ada praktik kartel, kenapa baru saat ini diusut, kenapa bukan dari dulu. Tetapi, kami tetap mendukung persaingan usaha yang sehat di pasar."


Redaktur : Sriyono
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top