Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dana Masyarakat - Tahun Ini, Target Penerbitan Obligasi Ritel Rp30 Triliun

Emisi SBN Ritel Berpotensi Kurangi Dominasi Asing

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diharapkan lebih banyak menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel guna mendorong partisipasi publik yang lebih besar dalam pembangunan, sekaligus memperdalam pasar obligasi dan mengurangi kepemilikan asing di SBN denominasi rupiah. Saat ini, pasar obligasi pemerintah dinilai rawan terhadap gejolak eksternal karena investor asing menguasai hampir 40 persen SBN. Dominasi pemodal mancanegara tersebut termasuk yang paling tinggi di dunia.

Analis pasar modal, Farial Anwar, mengemukakan SBN Ritel memang dirancang untuk menyasar investor perorangan agar bisa ikut berpartisipasi membantu pemerintah dalam pembiayaan pembangunan. Dari sisi investor, obligasi negara ritel sangat bermanfaat karena menyediakan alternatif instrumen investasi selain produk perbankan.

"Pemerintah perlu meningkatkan kepemilikan masyarakat sendiri dalam obligasi negara agar pasar keuangan tidak mudah goncang kalau terjadi capital outflow akibat hengkangnya investor asing," jelas dia, di Jakarta, Senin (22/10). Contohnya, di Jepang yang hampir 90 persen obligasi pemerintah dimiliki oleh rakyatnya sendiri, sehingga pembayaran bunga akan berputar di negara sendiri, sangat sedikit yang mengalir ke luar negeri.

Ekonom Universitas Islam Indonesia, Suharto, memaparkan pada dasarnya penerbitan SBN Ritel merupakan bentuk diversifikasi pembiayaan investasi. Apabila negara memiliki beragam seri obligasi ritel maka swasta pun bisa melakukannya, baik melalui penerbitan saham (initial public offering/IPO) atau menerbitkan surat utang di dalam negeri.

Dia menambahkan, strategi ini dipilih karena lebih murah dibandingkan mengambil pinjaman dari perbankan dan sulitnya likuiditas global saat ini. Menurut Suharto, munculnya kekhawatiran terjadinya perebutan dana oleh pemerintah dan bank sehingga berpotensi menaikkan suku bunga, hal itu hanya efek sementara.

"Bisa jadi dalam jangka panjang penerbitan obligasi ritel pemerintah justru menurunkan suku bunga karena semakin tingginya jumlah uang beredar," ujar dia. Suharto memaparkan sebenarnya tinggi atau rendahnya suku bunga kredit dipengaruhi banyak faktor. Tapi yang pasti paling berpengaruh adalah faktor risiko dan fundamental ekonomi negara.

Jika suatu negara masuk kategori investment grade maka suku bunga akan lebih murah. Dengan demikian, tugas pemerintah adalah membuat kebijakan yang meningkatkan daya tarik investasi, misalnya meningkatkan infrastruktur ekonomi tidak saja fisik, tapi juga teknologi, aturan main, sumber daya manusia (SDM) dan kepastian hukum berbisnis.

Tambah Frekuensi

Sebelumnya dikabarkan, penawaran SBN Ritel seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI) Seri ORI015 bakal mendorong perpindahan dana yang cukup signifikan dari tabungan perbankan ke obligasi pemerintah tersebut. Sebab bagi masyarakat, ORI015 yang dijual dalam pecahan satu juta rupiah dengan kupon 8,25 persen per tahun dan dibayar secara bulanan itu, dinilai lebih menarik dibandingkan dengan bunga deposito bank yang rata-rata enam persen setahun.

Apalagi, pajak penghasilan bunga ORI yang hanya 15 persen, lebih rendah dibandingkan dengan pajak penghasilan final bunga deposito sebesar 20 persen. Sementara itu, pemerintah dikabarkan akan menambah frekuensi penerbitan SBN Ritel pada 2019, demi memperdalam pasar modal Indonesia terutama menggenjot kepemilikan domestik pada SBN.

Sepanjang tahun ini, pemerintah telah menerbitkan empat instrumen SBN Ritel yang meliputi Sukuk Ritel seri SR010, Saving Bond Ritel atau SBR seri SBR003 dan SBR004, serta yang terbaru ORI015. Selanjutnya, masih ada satu lagi instrumen ritel yakni Sukuk Tabungan seri ST002 yang dijadwalkan terbit pada November nanti.

Target penerbitan SBN Ritel tahun ini dipatok mencapai 30 triliun rupiah. Penjualan ORI015 per Jumat (19/10), mencapai 17,6 triliun rupiah kepada 30.355 investor. Padahal, total target indikatif mitra distribusi awal sekitar 10 triliun rupiah. Masa penawaran ORI tersebut berakhir pada 25 Oktober 2018.

ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top